30 - Teka-Teki Hati

42.3K 3.6K 316
                                    

Lara duduk di salah satu brankar UKS. Gadis itu terdiam sambil memperhatikan Mona yang sedang mengambil air hangat dan juga kain kompres. Tak lama dengan wajah kalemnya gadis itu mengambil kursi lalu menggesernya di depan brankar yang Lara duduki.

"Mana aja yang luka?" Tanyanya.

Lara diam. Rasanya ia seperti sedang berkhayal melihat Mona bersikap baik seperti ini padanya, mengingat jika gadis itu pernah melalukan bully padanya tempo hari lalu.

"Mana yang luka? Sini biar gue obatin," Tanya Mona lagi.

Ragu, Lara menunjuk sudut sudut bibirnya dan bagian lengannya yang merah karena ulah Rissa.

"Gue minta maaf soal kejadian waktu itu. Gue tahu gue salah karena terlalu cemburu lihat lo sama Argan. Terserah lo mau maafin atau enggak, gue gak peduli juga lagian," Ujarnya terlihat acuh.

Kening Lara berkerut, "Kenapa minta maaf?"

"Gue ada janji sama orang supaya gak bully orang lagi. Gue janji untuk minta maaf sama lo atas kesalahan gue saat itu," Jawab Mona. Gadis itu memeras kain yang sudah ia celupkan ke dalam air hangat lalu membersihkan bercak darah di sudut bibir Lara.

"Jadi untuk orang lain?"

Mona menggeleng, "Untuk gue. Ada orang yang pernah bilang sama gue, katanya dosa gue udah terlalu banyak karena sering bikin orang lain menderita. Dan cara agar dosa gue berkurang adalah dengan minta maaf sama orang yang pernah gue sakitin. Karena dia juga bilang, do'a orang yang lo sakiti itu, lebih cepat sampai ke langit dan dikabulkan oleh Tuhan. Kan, gak lucu kalau misalnya salah satu dari mereka ada yang minta gue cepat mati," Mona terkekeh di akhir kalimatnya. Membungkam Lara yang tidak pernah melihat rasa tulus terpancar dari mata gadis berambut ombre biru itu.

"Jadi, mulai sekarang, lo gak perlu takut lagi sama gue," Lanjutnya kemudian.

Lara mengangguk samar. Tidak tahu harus merespon bagaimana. Setelah Mona selesai mengompres luka lebam di sudut bibir dan tangan gadis itu, ia langsung pergi dari sana. Yah, walaupun sudah mengatakan jika Mona sudah berubah, nyatanya memang ada beberapa sifat gadis itu yang tetap tak bisa di ubah. Manusia memang begitu, kan? Tidak ada yang sempurna.

Tak lama setelah Mona pergi, Lara yang hendak menidurkan tubuhnya di atas brankar langsung kembali terduduk tegak saat kedatangan seseorang yang benar-benar membuatnya terkejut bukan main.

Argan, dengan wajah datar tanpa ekspresinya memasuki ruang UKS, lalu langsung duduk di kursi yang tadi di duduki oleh Mona.

"Dahi lo kenapa?" Tanyanya tiba-tiba.

Lara kembali dibuat terkejut. Gadis itu refleks menyentuh dahinya. Ia meringis pelan, itu luka saat kemarin Dara mendorongnya.

"Luka," Jawabnya.

Argan memutar bola matanya, "Gue tau. Maksud gue luka kenapa? Gara-gara tadi?"

"Anu....., jatuh, kena sudut meja kemarin," Jawab Lara tergagap.

"Ceroboh," Argan mencibir pelan.

"Apa?" Tanya Lara saat merasa Argan mengucapkan sesuatu.

Argan tak merespon. Cowok itu kemudian mengambil sesuatu dari saku celananya. Sebuah plester berwarna hitam bergaris putih. Kening Llara berkerut, ia baru tahu jika ada plester dengan model seperti itu.

"Ap.... Apa? Ma... mau ngapain?" Tanya Lara terkejut ketika Argan mendekatinya. Ia sontak langsung memundurkan badannya tapi tangannya di tahan Argan.

"Diem!" Kata Argan. Cowok itu kemudian menempelkan plester yang sudah ia buka pada luka di kening Lara.

Lara berkedip. Antara kaget dan juga malu tanpa alasan yang jelas. Rasanya sekujur wajahnya terasa panas.

ARGAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang