13 - Jalan raya

56.3K 4.8K 285
                                    

"Gue di koridor lantai empat," Ucap Argan dengan ponsel yang berada di telinganya.

"Gue, Romy, sama Panji lagi di Rooftop, nyebat. Lo mau kesini kagak?" Tanya Agam.

"Panji? Nyebat? Tumben," Argan mengernyitkan keningnya heran, karena tak biasanya Panji ikut-ikutan merokok di Rooftop. Bukannya Panji tidak merokok, tapi cowok itu tahu tempat dan tidak sembarangan seperti Agam dan Romy.

"Gak tau gue, lagi galau nih kayaknya. Perlu gue kasih asupan bokep dulu nih, biar gak galau lagi," Agam tertawa.

"Sialan," Umpat Argan pelan, tapi ia tetap tersenyum kecil setelahnya.

"Mau kesini gak?"

"Gak, gue ke kelas." Setelah mengatakan hal itu, Argan langsung mematikan sambungan telepon nya dan berjalan menuju kelasnya.

"WOI! CEWEK PINCANG! BERHENTI GAK LO?!"

Argan menghentikan langkahnya. Ia seperti mengenal suara siapa itu. Teriakannya yang keras tentu saja mampu membuat Argan dengan mudah mengenalinya, apalagi disaat jam pelajaran seperti ini. Ia yakin jika suara itu juga akan terdengar kentara sekali ditelinga para guru.

Berusaha tidak memperdulikan hal itu dan kembali melangkah, tiba-tiba ia kembali berhenti dan mulai mencerna teriakan Mona tadi.

"Cewek pincang?" Gumamnya.

"Ah, shit!" Umpatnya pelan setelah sadar maksud teriakan Mona tadi.

Masih dengan langkah santainya, cowok itu menuruni tangga menuju koridor lantai 3, dan disana ia sudah tidak melihat atau mendengar suara Mona.

Sebenarnya Argan tidak ingin begitu peduli, tapi tingkah Mona yang sangat fanatik terhadap dirinya mampu membuat cowok itu mulai berpikiran yang tidak-tidak. Ia yakin gadis yang tadi Mona panggil sebagai 'Cewek pincang' itu adalah Lara, karena yang ia tahu, disekolah ini hanya gadis itu yang kakinya sedang cedera dan belum sepenuhnya sembuh.

Argan mulai mempercepat langkah kakinya. Kemungkinan bahwa Mona akan 'membully' Lara sudah tidak bisa ia tepis lagi dalam pikirannya. Jujur, ini yang ia benci dari para gadis yang memiliki wajah cantik dan juga kekuasaan tersendiri. Mereka bisa berbuat apapun demi mendapatkan apa yang mereka mau, dan Argan benci itu. Mereka bahkan mampu melakukan berbagai cara agar apa yang mereka inginkan bisa didapatkan dengan mudah. Setidaknya ia bersyukur jika Kakaknya tidak bersikap seperti itu.

Dan jika ia tidak ingat terhadap janjinya pada Veera, mungkin ia tidak akan berlarian disepanjang koridor seperti ini demi seseorang. Percayalah, selama hidupnya hingga saat ini, Argan belum pernah merasa bertanggung jawab sebesar ini kepada seseorang kecuali Kakaknya, terlebih kepada orang yang telah membuatnya kerepotan setiap pagi dan pulang sekolah hanya untuk menjemput dan mengantarnya pulang. Oke, Argan akui jika Lara memang tidak pernah meminta semua itu, tapi tetap saja ia sudah berjanji dan harus menepatinya. Terlebih karena ia seorang laki-laki dan juga nasibnya yang dipertaruhkan jika ia melanggar janjinya pada Veera. Bagi Argan, kehilangan Veera adalah kehancuran bagi dunianya.

Cowok itu menuruni tangga dan sampai di koridor lantai 2. Di lantai 2, sebenarnya ada beberapa ruangan diantaranya itu adalah kelas 11 IPS 5, dan ada 2 ruangan lagi dimana yang satu adalah ruang musik dan juga ruang OSIS, sedang yang berada dipaling pojok adalah toilet. Di sekolah ini memang tidak memiliki banyak kelas, hanya 5 kelas saja disetiap jurusan dan itu adalah yang terbaik dari yang telah mendaftar dari sekian ribu murid. Bisa dibilang, SMA Citra Nusantara adalah salah satu sekolah menengah paling elit dan favorit dimana untuk bisa masuk kesini bukanlah hal yang mudah.

Melupakan pendeskripsian tentang ruangan di koridor ini, Argan mulai berjalan menuju ruangan yang kira-kira bisa menjadi kemungkinan Mona dan Lara berada di dalamnya. Ia yakin jika gadis itu berada di area lantai dua, karena dengan kondisi kaki Lara yang belum sepenuhnya pulih ia yakin jika cewek itu tidak akan kuat berlari hingga ke lantai bawah.

ARGAN [END]Where stories live. Discover now