Penyelesaian

785 53 26
                                    

"hehh.. Kalian tau ngga?? Katanya calon mantunya nyonya chitta kemarin itu kabur dari rumahnya"

"hahh?? Masa sih? Lho kabur kemana??"

"lho ya gatau dong bu, kalo semisal saya tau juga bakal saya kasih tau ke ibu jaehyun langsung. Kasian dia nangis nangis nyariin anaknya"

"heee... Kok jadi gitu. Rada rada ya berarti anaknya itu. Udahlah batal nikah, malu maluin keluarga kaya itu, ehh malah kabur lagi"

"iya. Makanya. Kalo dipikir pikir orangnya emang gabener ga sih bu?"

"orang selingkuhannya juga ga bener kok"

"loh anaknya selingkuh dari jaemin itu??"

"kalian tau dia kabur kemana?"

"gatau"

"aku juga gatau"

"ke rumah pak johnny. Di kampung seberang. Renjun pergi kesana buat nemuin anaknya"



























Renjun tak dapat menghentikan tangisnya semalaman, kesemua sisi bantalnya sudah sangat lembab sejak tadi sementara air mata itu masih setia menemani malamnya yang sebentar lagi akan beranjak dalam tiga jam kedepan. Ingatannya tentang tulisan yang telah memudar di beberapa titik berkat air matanya itu masih membuatnya tak percaya. Kenyataan bahwa ia masih menyimpan satu satunya barang jeno yang tersisa membuatnya seakan diberi kesempatan untuk masih berharap pada jeno melalui petunjuk yang diberikan semesta padanya.

Rematannya pada bantal malang di pelukannya itu kian mengencang. Apakah dirinya masih boleh berharap pada semua tulisan jeno yang ia berikan padanya waktu itu?

Ia seakan dilema sekarang. Dirinya tak tau apa semesta memperbolehkannya memiliki pemikiran bahwa lelaki itu masih menginginkannya, sementara sisi hatinya yang lain memiliki keraguan atas semua yang sudah terjadi. Jeno bisa saja sudah berpaling darinya, ditambah lagi jika logikanya boleh menyadarkannya pada perselisihan mereka yang terjadi selama ini memudarkan harapannya akan kemungkinan kembalinya lelaki itu padanya.

Renjun terkekeh, benar juga. Jeno bahkan tak pernah repot repot menghampirinya selama mereka tak bertegur sapa. Mungkin tulisannya sore itu hanyalah kekhilafannya semata.

Lihatlah, selama mereka berselisih yang ia lakukan hanyalah bertandang ke rumah felix setiap harinya, bersenda gurau dengan temannya itu, menggodanya dengan kalimat kalimat menggelikan, ataupun memberikannya kue, bunga atau apapun yang membuat hatinya terbakar.

Jeno begitu peduli pada felix.

Ia sangat peduli dengan semua yang ada pada felix. Ia selalu melindungi ketidakberdayaan sosok itu. Sifat lemahnya, perlakuan orang orang pada si bodoh itu, hingga dengan siapa ia berpacaran. Jeno selalu menjadi yang terdepan untuk menjaga felix dari segala ancaman. Dan itu semua membuatnya muak sampai sampai terbesit di benaknya bahwa semua perangai yang dimiliki oleh manusia licik itu hanya akal akalannya saja.

Dan tak sedikit pula pikirannya pada pergumulan mereka yang lalu membuatnya bingung berhari hari. Apa dengan  memberikan tubuhnya pada lelaki itu sepadan dengan semua yang lelaki itu berikan kepadannya? Apa lelaki itu akan takluk padanya seutuhnya ketika ia dengan sukarela memberikan tubuhnya padanya? Nyatanya tidak bukan? Jeno selalu berkilah dengan semua tuduhan tuduhannya. Waktu itu ia bahkan merasa tak berharga setiap harinya memikirkan kemungkinan tubuhnya yang sudah terjamah oleh tangan kotor itu sementara hati lelaki itu bisa saja bukan untuknya.

"jeno... Sebenarnya kamu anggap apa aku selama ini?"



























You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 29, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MIGNONETTE (KEMBANG DESA) || NOREN [END]Where stories live. Discover now