Pasar Malam

405 56 7
                                    

Renjun memberikan satu tusuk sosis kepada jeno yang sedang duduk menanti kedatangannya, membuat rubah manis itu tersenyum dan mengecup pipi itu. Sedangkan lelaki bermata sipit itu hanya mengucapkan terimakasih sekenannya dengan senyum yang dipaksakan, ia tau itu.

Suasana hati keduanya nyaris terjun ke jurang setelah peristiwa di sore menuju malam tadi. Hampir saja keduanya membatalkan rencana jika saja renjun tak memohon kepada jeno untuk melupakan kejadian tak mengenakkan tadi untuk dikesampingkan sementara waktu. Karena mungkin kesempatan mereka untuk bertemu baru akan ada di satu atau dua pekan kedepan.

"Maafin ibu ya ren, maaf banget harus minta maaf terus"

"Udahlah jen... Gausah dibahas. Sekarang cuma ada kita berdua, aku ga mau ngebahas orang lain selain kamu"

Renjun merangkul lengan jeno, menyandarkan pipi gembilnya disana sambil memejamkan mata menikmati sejuknya angin malam yang menerbangkan aroma tubuh jeno ke hidung bangirnya yang membuatnya tenang. Ia hanya mau bersenang senang kali ini dengan tidak memikirkan apapun kecuali lelaki ini.

Sementara jeno sibuk memakan sosis yang dibelikan oleh renjun dengan khidmat tanpa berusaha melupakan kejadian demi kejadian yang jujur saja membuat kepalanya mau pecah itu.

Bagaimana tidak, ada beberapa hal yang mengganjal hatinya. Ibunya yang tersentak dengan nada bicaranya yang meninggi itu membuatnya sangat menyesal. Seingatnya, itu kali pertama baginya membuat sang ibu menahan air mata di pelupuk mata bulatnya. Tak disangkanya lagi, tiadanya perlawanan dari ibunya membuat dirinya semakin bersalah.

Belum juga janjinya kepada sang teman. Jujur saja ia merasa sungkan bukan main terhadap felix karena anak itu selalu saja terlibat dalam masalahnya dengan renjun. Ia merasa bersalah karena telah menempatkan seseorang yang tak bersalah dalam masalahnya yang pelik.

"Felix sering ke rumah kamu?"

"Lumayan"

"Ga ngapa ngapain kamu kan dia?"

"Huh? Ngapa ngapain gimana? Ya ngga lah. Emang dia mau ngapain aku?"

"Siapatau dia kegatelan sama kamu"

Jeno menghela nafas, belum tuntas permasalahan dua sahabat ini tempo lalu ia malah menambah masalah dengan hal baru. Bukannya ia tak ingin menjadi penengah melainkan renjun yang selalu berpikiran negatif tentang hubungannya dengan felix.

Andaikata ia meminta renjun untuk memohon maaf kepada felix karena menyebutnya dengan kata yang tidak pantas sudah pasti rubah itu akan berasumsi bahwa ia berada di pihak felix.

Semuanya begitu rumit. Oleh karena itu pecundang ini memilih diam dan menunggu semuanya reda yang ternyata semakin meradang.

"Ngga sayang. Udah ya, jangan suuzon lagi sama dia. Dia ga ngapa ngapain kok, kalo ke rumah juga main doang"

"...."

"Sayang. Jangan salahin dia ya? Dia ga salah apa apa, ibu yang minta"

"Kayanya ibu kamu lebih setuju sama felix daripada sama aku"

Arah mata rubah yang termenung menatap lurus bianglala membuat jeno ikut mengarahkan pandangan sendunya ke sana. Mata kelam renjun yang memantulkan gemerlap warna warni lampu di sekelilingnya tak mampu membuat hatinya bersuka cita. Gila sekali rasanya, tempat semeriah ini saja tak mampu mengembalikan hati mereka yang gundah gulana.

Apa karena semesta tak mengizinkan mereka untuk berbahagia?

"Terus kita gimana jen?"

"...."

"Ibuku ga setuju sama kamu"

"...."

"Ibu kamu ga setuju sama aku, terus kita harus gimana?"

MIGNONETTE (KEMBANG DESA) || NOREN [END]Where stories live. Discover now