Rahasia

709 82 11
                                    

"ahaha jeno geliii"

Renjun terkekeh geli ketika jeno sibuk mengusakkan hidung bangirnya pada ceruk leher jenjang renjun dan mengecupinya berkali kali. Ia yang duduk di antara kaki jeno itupun menoleh ke belakang untuk menangkup rahang tirus itu, mengecup bibirnya agar permintaannya segera dituruti. Dan jeno pun mengakhirinya dengan menggigit cuping telinga renjun yang tengah menggeliat itu. Di kegelapan malam itu mereka hanya diterangi oleh cahaya biru dari televisi yang tengah memutar salah satu film kesukaan mereka berdua.

Renjun kembali memusatkan perhatiannya kepada para penyihir yang sedang adu kekuatan itu. Dirinya kini bergelung dengan selimut yang menutupi tubuh berbalut piyamanya. Kepalanya ia nyamankan pada dada bidang jeno yang tengah bersandar pada sofa rumah yang menjadi saksi kegiatan mesra mereka tadi siang.


"ah aku gamau nonton scene yang ini"

"kenapa?"

"gamau ah, gamau. Cedric mati, aku gabisa ngeliat orang ganteng mati"


Jeno menggulirkan matanya malas melihat kurcaci di depannya ini yang tengah menegakkan tubuhnya menghadap dirinya, mengoceh tentang adegan yang tak ingin ia lihat dengan mulut penuh berondong jagung. Begitu menggemaskan.


"pantes aja kamu ga ngerti ngerti nonton filmnya, orang kamu skip skip gitu"

"ya lagian jahat banget sih si idung pesek matiin cedric, kan dia ga ngapa ngapain. Cuma figuran doang"

"itu tuh ngebuktiin kalo voldemort ga mandang bulu buat matiin orang. Ngebuktiin kalo dia bener bener kejem"

"bodoamat, stok cogan di harrpot jadi berkurang kan"

Namun selanjutnya renjun kembali membalikkan badan ke arah televisi untuk menyaksikan adegan bangkitnya kembali penyihir gelap itu, ia sesekali menggeram kesal dengan salah satu abdi pengecut yang dapat berubah jadi tikus itu. Untunglah lengan yang melingkar di perutnya itu dapat meredam kekesalannya, jemari yang teronggok di perutnya itu segera ia ambil untuk ditautkan pada jemarinya. Lalu selanjutnya senyum di bibir tipis itu semakin merekah begitu punggung tangannya di usap oleh jemari oleh sosok yang menjadi sandaran tubuhnya itu.

Kini keduanya nampak fokus dengan konflik konflik yang disuguhkan pada film tersebut. Keadaan di kediaman jeno itu hening, hanya suara ribut dari televisi yang dapat terdengar. Namun heningnya mereka dapat menciptakan suasana yang tenang nan damai, serta hangat di satu waktu. Walau angin berhembus sejuk malam itu, namun kulit yang saling bersentuhan itu membuat kedua remaja tanggung ini merasa hangat dan nyaman.

"ya Allah ni nenek lampir satu, ih kesel banget aku liatnya. Kenapa sih guru pertahanan ilmu hitam ini ga ada yang bener?"

"itu karena kutukan voldemort. Dia pernah ngelamar jadi guru ilmu hitam, tapi ditolak dumbledore, akhirnya dia jengkel terus bersumpah kalo guru ilmu hitam ga akan pernah ada yang bener"

"seriusan jen?"

"ngga, ngarang"

"ish kan"


Jeno hanya terkekeh menampakkan mata sabitnya ketika siku renjun mengenai pinggangnya. Lagipula menurut artikel yang ia baca, perkataannya memang benar adanya. Sosok cantik di pelukannya ini saja yang tak percaya, membuat ia gemas dan mengecupi rambutnya yang kini berbau shampoo rumahnya, hingga sang tuan berbalik tersenyum ke arahnya dan mengecup bibirnya untuk kesekian kalinya. Senyumnya merekah seketika diikuti jantungnya yang berdegup gembira, ia sangat menikmati letupan letupan membahagiakan ini hingga tak mampu mengendurkan pipinya yang pegal -akibat tersenyum terlalu sering itu.


MIGNONETTE (KEMBANG DESA) || NOREN [END]Where stories live. Discover now