Isi Bensin (2)

653 71 15
                                    

"Tuhkan bener tutup... Ayok pak yang jauh lagi pak! Pasti ada!"

"Heleh bisaan aja kamu tuh. Ginian aja semangat banget"

"Iyadong bu! Aku seneng banget, jalannya makin jauh. Makin sering liat lampu jalannya, aku suka"




Renjun tersenyum mendengar celotehan polos sang anak. Ia pun semakin mendekap tubuh kecil sang anak ketika angin malam berhembus kian sejuk, lewat tangannya yang memegang sisi kiri kanan jaket milik sang suami ia menghalau sang anak dari angin malam nakal yang menerbangkan rambut depan sang anak yang tak tertutupi pelindung kepala.

Benar, pada akhirnya ibu satu anak ini memutuskan untuk ikut serta keduanya karena khawatir dengan kesehatan sang anak pun khawatir dengan hal hal yang tak diinginkan mengingat anaknya itu sangan lincah dan aktif.

Renjun semakin mengencangkan pelukannya pada pinggang suami ketika dirasa sang anak yang berada di depannya ini tak lagi bersuara, nampaknya bocah itu tengah tertidur dengan menyenderkan kepala berbalut helm spidermannya pada dadanya. Ia juga meminta sang suami untuk memelankan laju motornya agar lebih berhati hati dalam berkendara.

Kini kios demi kios pun mereka lewati dengan keadaan seperti sebelumnya, mereka telah menutup lapaknya sementara jarak yang ditempuh kian jauh. Jeno memeriksa indikator bahan bakar motornya dan mendapati jarum penunjuk sudah berada di ujung kiri, di titik darah penghabisan.

"Waduh, lama lama kita bisa ke kota ini. Bensinnya udah mau abis banget, takut kalo puter balik malah ga nyampe"

"Yaudahlah mas, yang penting dapet dulu. Tapi pelan pelan aja, jisung tidur"


Sesekali renjun membenarkan letak kepala sang anak yang telah terlelap agar tetap nyaman di pelukannya, dan setelah melewati pekatnya malam di jalanan pedesaan yang penuh lubang itu akhirnya ia bisa melihat gemerlap lampu kota yang menerangi jalan. Jam malam tak mempengaruhi aktivitas orang orang di kota, hiruk pikuk kendaraan yang mengepung mereka masih bisa membuat suasana terasa hidup, setidaknya renjun merasa aman disini daripada harus melewati jalanan pedesaan yang sepi.

Dan benar saja, anaknya yang berada di buaiannya itupun terbangun sebab terusik dengan bisingnya kendaraan di sekitar mereka. Membuat bocah itu membuka matanya dan mencerna cahaya yang masuk di netra kelamnya.




"Kok kita kesini pak?"

"Iya... Kita cari pom bensin aja, daritadi tutup soalnya"





Di stasiun pengisian bahan bakar umum itulah akhirnya kaki kecil jisung kembali menginjak tanah sejak sekurangnya dari 30 menit yang lalu. Mata sipit bocah itu menelisik area luas yang dipenuhi antrian kendaraan, benaknya bertanya tanya akan kemanakah orang seramai ini berpergian. Ia pun menunduk sembari bergumam dan mendapati kakinya yang tanpa alas.

"Ihhh ibuu.. kok aku ga pake sendal sih??"

"Astaghfirullah, sendal kamu kemana nak?? -Mas??"

"Kamu sendiri yang naro di depan, jaga jaga jisung ketiduran ntar sendalnya ilang lagi"

"Hehehe lupa"



Renjun mengambil sandal mungil yang disodorkan sang suami kepadanya untuk dipakaikan ke kaki bocah yang kini berada di gendongannya. Membawa bocah itu ke kursi tunggu tak jauh dari antrian motor sang suami. Dan tak selang beberapa lama motor milik pasangan hidupnya itu menghampiri sepasang ibu dan anak ini dan mempersilahkan keduanya untuk duduk di kursi penumpang.

Di sepanjang jalan jeno sesekali terkekeh mendengar celotehan kedua belahan jiwanya di belakang punggung, yang kali ini tengah bercengkerama memperdebatkan mengapa asap knalpot kendaraan begitu bau ataupun kemanakah perginya awan di malam hari.

MIGNONETTE (KEMBANG DESA) || NOREN [END]Where stories live. Discover now