Nostalgia

401 45 3
                                    

"Coba ngaku sama bapak, siapa diantara kalian yang nangisin ibu?"

"...."

"Jeno? Samuel??"

"Ib-ibu... Nangis pak?"

"Iya. Coba kamu ceritain dulu kenapa kamu bisa nangisin ibu?"

"Itu..."

"Jeno. Bapak kasih kamu amanah buat jaga ibu sama samuel selama bapak pergi ya. Bukan bikin ibu nangis"

"Aku juga gatau kalo ibu sampe nangis pak"

"Siapa yang ga nangis... Sakit hati... seorang ibu dibentak sama anaknya sendiri nak?"

"...."

"Bapak pun sebenernya ga tau masalah ini kalo ibumu ga bapak cecer. Ibumu takut kamu dimarahin bapak"

"...."

"Tapi bapak ga akan marah sama siapapun. Bapak cuma butuh penjelasan dari kamu aja"

"Ibu... Bapak tau kan hubungan aku sama renjun?"

"Iya. Bapak tau"

"Tapi akhir akhir ini ibu ga suka sama renjun. Ibu keberatan kalo dia keliatannya deket sama banyak cowo"

"Terus?"

"Aku udah jelasin ke ibu kalo renjun itu terpaksa, ibunya yang maksa dia begitu. Tapi ibu ga-"

"Ibunya maksa begitu karena ga suka kamu kan?"

"...."

"Jeno?"

"Iya pak. Ibunya ga ngerestuin sama kami berdua"

Johnny menepuk bahu layu sang anak yang sedang tertunduk bersimpuh di hadapannya itu. Cengkeraman tangannya pada bahu itu ia eratkan guna memberikan semua dukungannya pada anak laki laki sulungnya yang menginjak usia dewasa itu. Dari wajahnya yang nampak putus asa ia mengerti betapa sulitnya jalan sang anak demi bersatu dengan sosok pilihannya.

"Bapak kasih kepercayaan bapak sepenuhnya sama kamu. Bapak percaya sama semua keputusan kamu, termasuk orang pilihanmu"

Jeno mendongak ke arah sang ayah yang nampaknya memberikan lampu hijaunya pada hubungannya dengan renjun. Satu belenggu di dadanya pun lepas sudah, membuat ia sedikit dapat bernafas dengan leluasa seiring senyumnya yang terkembang.

"Masalah ibu yang berlaku tidak menyenangkan di depan renjun, bakal bapak tegur juga. Tapi inget, kalo kamu bikin ibu nangis lagi, berarti kamu bikin perhitungan sama bapak"

"Iya pak"

"Habis ini samperin ibu kamu, minta maaf sama dia"

"Iya pak"

Dan jeno pun akan segera beranjak berdiri sebelum sang ayah kembali membuka suaranya, membuat ia menajamkan pendengarannya untuk mendengar petuah ayahnya.

"Tapi bapak harap... Kamu tau kapan kamu harus terus berjuang, dan berhenti ya nak"

Bukan petuah seperti ini yang ia inginkan. Entah mengapa jeno sedikit tertegun dengan kalimat itu, membuatnya kembali menatap mata milik ayahnya yang teduh. Netra gundahnya beralih pada senyum yang begitu menyiratkan banyak makna. Entah mengapa ia menjadi gelisah ketika seulas senyum itu harus terpatri di wajah renta ayahnya yang mestinya tak dilontarkan kepadanya itu.

"Manisnya tanteeeee"

"Halo tanteeee"

"Yang mau nikah, makin cantik banget. Tante ga sabar motong kambing buat kamu"

MIGNONETTE (KEMBANG DESA) || NOREN [END]Where stories live. Discover now