Perjalanan Pulang

854 126 13
                                    

Jeno tak menyangka bahwa perasaan suka dirinya terhadap renjun sedalam ini.  Sudah hampir 2 tahun ia memendam perasaan kagum kepada renjun yang kini sepertinya telah tergantikan dengan perasaan suka yang mendalam.

Sedalam itu rasa suka jeno dan sedalam itu juga ia memendam rasa terhadap teman bermainnya itu. Sekalipun tak pernah terbesit di benaknya untuk mengungkapkan isi hatinya kepada remaja berparas cantik itu. Seperti sebuah ketentuan dari semesta, di dalam otaknya tertanam pikiran bahwa dirinya yang bagai itik buruk rupa tak mungkin mampu mendapatkan putri angsa semenawan renjun. Renjun adalah berlian yang selalu dijaga oleh siapapun pemiliknya sementara dirinya hanyalah bongkahan batu sungai yang selalu terkikis air sepanjang waktu hingga mungkin saja batu itu rapuh dan hancur sewaktu waktu.

Ia tau, hanya menunggu waktu untuk bisa mengungkapkan betapa berharganya seorang huang renjun. Seperti saat ini, begitu sang terkasih menduduki bangku sekolah menengah pertama, perlahan lahan orang orang di sekitarnya mulai menyadari bahwa paras cantik itu adalah impian semua orang, banyak yang mendambakan ingin memiliki wajah rupawan yang serupa namun tak banyak pula yang ingin menjaga sosok dengan wajah elok nan ayu itu untuk dimiliki seorang diri.

Iapun ingin memiliki sosok itu, namun ia tau diri.









"renjuuun ayok pulang.. Udah sepi, gamungkin yeri balik lagi kesini"

"iya lix bentar lagi. Siapatau yeri ada urusan makanya telat kesini, kamu kalo mau pulang sekarang gapapa bareng jihan. Kalo aku mah gampang ntar pulangnya"

"yah ren, aku tungguin deh gapapa. Udah sepi banget lho ini, tinggal anak paskib latihan doang"

"kasian jihan tapi lix, seengganya diantara kita ada yang bisa nepatin janji buat pulang bareng"

"tapi kalo yeri ga ada kamu gimana?"

"ahh gampanglah, ntar nebeng anak paskib aja siapatau ada yang mau nebengin hehe"

Seusai bel sekolah berbunyi, felix menghampiri kelas renjun hendak mengajak pulang bersama seperti biasanya. Sebelumnya ia menyempatkan diri ke kantin bersama jihan yang kini memilih menghabiskan seporsi batagornya di kantin-yang merupakan bagian rutinitas pulang sekolahnya untuk membeli beberapa cemilan untuk dimakan diperjalanan pulang nanti.

Setelah mendapatkan cemilan yang dimaksud ia pun segera beranjak ke lantai dua sekolahnya itu, hendak menemui sahabatnya yang saat ini sedang menunggu teman kerja kelompoknya bermaksud untuk mengerjakan tugas dari sang guru pada saat itu juga. Namun yang ditemui felix hanyalah renjun yang sedang mencoret coret papan tulis secara abstrak sembari menunggu kedatangan temannya, serta celana biru sekolahnya yang dihiasi noda putih yang berasal dari debu kapur tulis kelasnya.

"beneran aku tinggal yah.. Nih ciki buat kamu nungguin yeri, gapapa kan aku tinggal?"

"gapapa lix, udah sana pulang.. Suruh jihan jangan kebanyakan makan batagor ntar eeknya keras wkwk"

"apasih ren, yaudah aku pulang duluan ya ren"

"yoi"

Dan orang yang ditunggu benar benar tidak datang siang itu. Setelah menunggu setidaknya 1 jam, ketika anak anak ekskul menyudahi kegiatannya renjun benar benar sendirian berada di sekolah yang luas itu. Tak ingin menunggu yeri lebih lama pun akhirnya dia memutuskan untuk pulang ketika jarum pendek jam di kelasnya nyaris berhenti di angka dua.

"anjir banget si yeri, katanya kerkom abis sekolah.. Ditungguin ga dateng, awas aja ntar aku cukur alisnya"

Di sepanjang perjalanan menuju rumah itu renjun terus terusan menggerutu bergumam tidak jelas sambil menendang nendang kerikil jalanan. Berjalan sendirian di panas terik matahari benar benar merupakan ide yang buruk, ia sangat-harus berterimakasih dengan teman sekelasnya itu karena tak menepati janjinya. Berkat dirinya ia kini harus melalui perjalanan yang terasa amat panjang dan membosankan karena tak ada satupun orang yang bisa ia ajak berbicara untuk membunuh waktu.

MIGNONETTE (KEMBANG DESA) || NOREN [END]Where stories live. Discover now