MIGNONETTE (KEMBANG DESA) || NOREN [END]

Alun Alun

"Tumben kak kesini ga bawa mobil?"

"Hehe iya, biasalah ngambek jadi mogok. Sekarang lagi di bengkel ini"

Renjun hanya menatap malas sambil berdecih kecil ketika rungunya menangkap suara menjengkelkan -yang setidaknya sudah 2 minggu ini ia dengar. Lelaki bertubuh besar dan berkulit tan ini tak pernah bosan sebab hampir setiap hari ia mengunjungi rumahnya.

Dengan memasang raut datar nan malas namun tetap dengan posisi anggunnya, sepasang mata rubahnya itu tengah mengawasi pergerakan lawan bicaranya yang kini tengah menyesap teh yang sialnya masih panas itu.

Cih, membuang buang gula ibunya saja.

"Padahal mobilnya baru ya, cepet banget mogoknya"

"Iya, salting dipake orang ganteng kali hahaha"

Demi apapun tolong singkirkan orang narsis setengah gila ini dari hadapan renjun sekarang juga. Ia sudah jengah harus meladeni pria yang kini tengah menyenderkan badan besarnya sembari menyilangkan kakinya, seolah olah ini adalah rumahnya sendiri.

"Tapi kan kak, karena kak mingyu ganteng harusnya mobilnya betah dong dinaikin sama kakak terus"

Renjun berdecih dan mendengus setelahnya ketika lelaki di depannya ini terdiam kikuk sambil menaruh kembali secangkir tehnya dengan berisik.

Haruskah ia membeberkan maksud dari diamnya sosok menjengkelkan di depannya itu? Meluruskan semua bualan yang keluar dari mulut besar itu dengan badan yang tegap anggun sementara nada tenang yang keluar dari mulutnya bermaksud membunuh?

Tak ingatkah lelaki itu bahwa dirinya adalah seorang kembang desa? Dirinya yang cantik ini memiliki hak istimewa atas semua akses informasi yang berkembang luas dari orang orang desanya yang suka menggosip itu.

Termasuk informasi tentang mobil manusia bermulut besar ini yang ternyata disita pihak penyalur karena tak sanggup membayar cicilannya.

Dengan hanya menyampirkan rambut indahnya di telinga, lalu menjorokkan sedikit badannya kemudian bertanya perihal gosip terkini, mulut mulut liar itu pasti dengan sukarela membagikan cerita teranyar yang mereka ketahui, bahkan yang paling hina sekalipun.

Mendengarnya saja ia langsung menunduk malu, berusaha mengalihkan topik dengan wajah yang berpaling dari mulut mulut liar yang gemar menyudutkan orang lain itu.

Namun lelaki ini justru nampak tak memiliki muka dengan terus terusan memuji dirinya -yang sialnya memang rupawan itu.

Baiklah tak apa, mengaku tak mengaku pun ia tetap tak sudi mengakrabkan diri dengan pria yang bermulut besar, yang hobinya saja memamerkan kekayaannya -yang sebenarnya tidak ada itu, belum lagi sifat narisnya yang menuju tak terbatas dan melam-

"Gatau deh... Selera mobilnya rendahan, masa ditumpangin orang ganteng gamau. Mungkin besok kakak bakal ganti mobil baru aja kali ya, yang lama buang aja ga guna hahaha"

Lee jeno, tolong jemput aku sekarang juga. Aku lagi disekap sama ibu buat nemenin monyet alaska.

Sekarang?

Iya, cepetan. Lewat pintu belakang kaya biasa.

Renjun dengan cepat mengetikkan sesuatu di ponselnya, membuka kolom obrolannya dengan jeno yang untungnya langsung direspon saat itu juga dengan pemuda itu.

Terpujilah kau wahai lee jeno, jika bukan karena pemuda pucat itu, mungkin ia akan mati karena mendadak terkena hipertensi yang mungkin bisa menyumbat aliran darah di otaknya.

"Kak, aku permisi bentar ke kamar mandi ya"