Hari Pertama (2)

557 66 8
                                    

"hmpphh, jenhhh"

Jeno hampir kehilangan kendalinya ketika jarinya dapat merasakan kulit lembut renjun di balik seragam putih abu nya. Tangannya sibuk membelai lengkung indah pinggang renjun di balik seragamnya membuat kejantanannya berdenyut ngilu. Belum lagi kaki ramping -yang telanjang itu seakan mengapit dirinya untuk bertindak lebih, remaja cantik yang duduk di atas meja ini begitu menggodanya. Rasanya bibir itu terlalu banyak mengeluarkan desahan daripada teriakan lengkingannya yang biasa ia dengar. Namun rungunya tak keberatan, justru itu menjadi lantunan lagu yang membuat libidonya semakin memuncak.

Bibir itu masih saling berpagut sementara tangannya menyusuri paha tanpa cacat itu, lenguhan dan nafas yang memburu dari lawannya begitu kentara ketika ia mengusap telapak tangan kasarnya pada paha ramping itu dan meremas pangkalnya.
Ia dapat melihat renjun sedikit kewalahan dengan tingkahnya itu, membuat menaikkan sebelah sudut bibirnya yang masih dilumat oleh bibir bengkak renjun.


"ASTAGFIRULLAH, ALLAHUAKBAR"

"haechan!"

"sori sori ganggu!"

'BRAKKKK'

"ngga gitu chan!"

"SORI JEN AKU PIKIR KAMU NYOLO GATAUNYA DUET"





Remaja tan itu berlari tergesa menghindari rumah karibnya tersebut. Niatnya yang ingin meminta obat sakit gigi itu urung ketika ia melihat kedua temannya tengah bertukar saliva di tempat yang tak seharusnya itu. Gila, benar benar gila! Bagaimana jika yang menerobos masuk melihat pertunjukan erotis itu ibu dari jeno? Atau bahkan ayahnya? Apa mereka emang sebodoh dan segila itu?

Oh tuhan, kakinya melemas begitu saja namun tetap berusaha menghindari rumah itu dengan berjalan sejauh mungkin, mengabaikan gigi gerahamnya yang berdenyut nyeri dan segera membutuhkan pertolongan. Otaknya lebih memilih untuk memproses apa yang dilihat oleh matanya tadi. Ia menghirup udara di sekitarnya rakus begitu menyadari bahwa renjun  bahkan tak berpakaian lengkap ketika tengah beradu peluh dengan jeno.


"oh gabisa gabisa, aku harus ketempat felix ini. Bener, aku harus nyeritain ini ke felix"

"...."

"kaki aku lemes banget ya tuhannnn"


Kaki yang tadinya berjalan tak tentu arah kini telah menemukan destinasinya, dengan segera haechan berbalik arah untuk menemui temannya yang lain -yang ia yakini tengah berada di rumahnya itu. Gerutuan kecil keluar mengiringi langkahnya menuju rumah teman kalemnya yang bahkan berhadap hadapan dengan teman yang tak ingin ia lihat hari ini itu.

Dan begitu rumah temannya itu sudah nampak di pelupuk matanya, di beberapa menit kemudian ia mengernyitkan dahi melihat seonggok kendaraan beroda dua terparkir disana, pasalnya motor hitam ini seperti milik teman sekelasnya yang populer itu. Tanpa menunggu berlama lama lagi ia melangkahkan kakinya pada teras yang lagi lagi membuat rasa penasarannya membuncah, sebab dua pasang sepatu berbeda ukuran yang ia kenali teronggok di sana. Memperjelas spekulasi bahwa tamu yang tengah bertandang ke rumah temannya ini memang benar orang yang ia ketahui.





"anjir, sumpah??"





Remaja tan itu langsung menutup mulutnya begitu mendapati perawakan punggung lebar nan kokoh itu tengah membelakanginya, sedangkan yang berbadan kecil nampak tenggelam di pelukannya. Haechan sempat mengucapkan rasa syukurnya kepada wortel yang sering di konsumsinya itu, berkatnya ia masih dapat melihat jelas ketika bibir tebal milik lucas mengecup pelipis teman manisnya itu. Di saat yang bersamaan ia juga cukup takjub melihat kelincahan felix dalam menaklukkan hati pangeran sekolah mereka di saat ia baru menyandang status sebagai murid kelas pertama di satu bulan masa sekolahnya saja.




MIGNONETTE (KEMBANG DESA) || NOREN [END]Where stories live. Discover now