Hari Minggu

877 63 11
                                    

"kok warnanya kaya udah pudar ya?"

"Ah masa sih, ngga ah"

"Iya tuh... Perasaan kemarin kuning banget, sekarang ko ngga ya?"

"Sama aja tau mas, ini emas 24 karat. Mana mungkin pudar warnanya, paling kurang mengkilap aja karena udah lama dipake"

Cahaya mentari masuk melalui celah celah jemari mereka yang tengah dibentangkan di udara. Renjun merapatkan jemari kecilnya dengan jemari kokoh jeno, meyandingkan cincin yang melingkar di jari manisnya dengan milik sang suami. Kepala rubah kecil yang tengah berbaring itupun kini nampak bersinggungan dengan rambut legam milik sang lelaki yang tengah fokus mencari celah cacat dari benda yang mengikat mereka untuk menjadi teman sehidup semati itu.

"Udah ah, gamungkin kokonya salah. Aku mau masak dulu, udah jam 9 ini"

"Sini aja duluuu... Aku masih mau peluk peluk kamu~~"

Renjun menghela nafas jengah, sudah dua jam ini dirinya disandera oleh jeno yang selalu tak rela jika ia hendak beranjak sedikit pun dari ranjang bak kapal pecah milik mereka itu. Apa jangan jangan suami manjanya ini tengah hamil?

"Udah ih. Hari kita masih panjang mas, aku males kalo kita kelaperan terus ga ada makanan. Ujung ujungnya bingung"

"Gofood aja gofood"

"Keburu sibuk lagi kita"

"Hehehe"

"Kamu kan mana tahan liat aku tel-hmphhhhh"

Jeno menyumpal ocehan istrinya dengan bibirnya yang sudah membengkak itu, mengulum bibir ranum itu sebelum bibirnya kembali singgah pada tulang selangka kurcaci itu yang menguarkan wangi menenangkan, menyesapnya sebentar sebelum meninggalkan jejaknya lagi disana. Tangan besarnya dengan tidak sabar menyibak selimut yang menutupi tubuh telanjang keduanya, mengangkat paha ramping di bawahnya ini yang nampak mengerti dengan tugasnya yang otomatis melebar ketika tubuh besarnya mengungkung tubuh ramping candunya itu.

Tangan kecil itu menariknya untuk mendekat, sengaja membuatnya semakin mabuk kepayang sebab usapan jemari nakal pada rambut hingga punggungnya itu membuat kejantanannya semakin mengacung tegak, mengundang dirinya untuk semakin agresif menguasai tubuh itu.

Istrinya itu tau sekali cara menggodanya.

"Mmphhh, ahhh... Ahhhhh, masssh owhhh, anghhhh"

Jeno mengeraskan rahangnya ketika melihat istrinya tengah diselimuti kenikmatan hanya karena jemari cekatannya yang tengah bermain dengan lubang merekahnya lengkap dengan sperma miliknya disekitarnya. Desahan menggairahkan itu semakin kencang ketika ia memasukkan kelima jarinya sekaligus, menguncupkannya di lubang ketat itu -berusaha merenggangkannya agar kejantanannya yang telah berdenyut ngilu itu segera kembali menempati sarangnya.

"Masukin aja mashhh... Ahhhhh, cepet. Lubang aku udah gatelhhh nghhh"

"Sabar sayang, ntar kamu kesakitan"

Jeno mengangkat sebelah paha ramping itu pada bahunya, mengecup setiap inchi paha mulus itu lengkap dengan jilatan dari lidah panasnya, membuat tubuh itu kembali menggelinjang. Jeno terkekeh setelahnya, renjunnya ini sepertinya sudah tidak sabar untuk segera dimasuki.

"Anghhh... Ouhhhh, iyahhh oh ohhhh enak banget mashhh. Ngghh ahhh, gila titit kamu enak bangethhh"

"Sama... Ohhh lubang kamu enak banget sayanghhh"

"Ah ahh anghhh, ohhhh masss... Yang cepethhh"

Jeno mempercepat tempo gerakannya pada lubang itu, kedua tangannya pun tersampir pada pinggang meliuk istrinya, menghentak hentakkan miliknya lebih dalam lagi hingga erangan ataupun lengkingan suara renjun terdengar berkat penisnya yang menumbuk titik manis itu berkali kali.  Nafas terengah keduanya pun mendominasi heningnya kamar tidur bercat biru keabuan itu. Jeno merunduk untuk mengecupi peluh di pelipis sosok di bawahnya, hidung bangirnya beralih mengendus cuping merah renjun sebelum mengulumnya, mengucapkan kata kata kotor disana hingga ia merasakan penisnya diremat kuat oleh lubang itu berkat rangsangannya. Jeno pun tersenyum puas setelahnya.

MIGNONETTE (KEMBANG DESA) || NOREN [END]Where stories live. Discover now