Hari Celaka Felix (3)

472 59 31
                                    

Sepeninggalan haechan yang beranjak -dan menarik paksa felix dari saung kecil itu kini tersisa kurcaci renjun yang tengah duduk sambil mengayun ayunkan kakinya santai ditemani gemerisik hamparan padi kering disana. Mata rubahnya sibuk menelisik jeno yang sibuk menggeret gabah kuning itu ke hadapan ternaknya sedangkan ia hanya diam memperhatikan lelaki yang beberapa hari lalu tak bisa membuatnya tidur tenang.

Ia tau lelaki yang tengah membelakangi dirinya ini hanya pura pura menyibukkan diri karena nyatanya ia tak perlu bersusah payah menggeret gumpalan gabah itu karena si kambing memiliki kakinya sendiri untuk menghampiri makanannya bukan? Renjun yang sadar akan itupun terkekeh dengan suara pelan, segera setelahnya ia menginjakkan kakinya yang menggantung pada tanah berhampar padi kering itu.

"jenooo"

Renjun dengan senyumnya yang menghiasi wajah cantiknya menghampiri jeno yang masih berada di posisi memunggungi dirinya. Ah, nampaknya menggoda lelaki pemalu ini menjadi pilihan terbaik di saat punggung lebar itu pura pura tidak mendengar panggilannya.


"jenooo.. Aku di belakang kamuu, noleh dongg"

Senyum renjun makin merekah ketika jeno menolehkan kepalanya patah patah ke arah dirinya -bak baru saja di sapa setan karena setelahnya ia dapat melihat mata sipit itu sedikit melebar merasa kikuk untuk merespon dirinya.

"jeno.. Gimana badan kamu udah enakan?"


Jeno telah menghadap renjun seutuhnya dan mendapati kurcaci itu tengah menyuguhkan senyuman secerah mentarinya dengan binaran menyilaukan di matanya. Sangat cerah hingga ia berpikir kurcaci di depannya ini sedang beradu cerah dengan matahari di atas  kepalanya itu.


"udah"


Huh apa apaan jawaban itu? Sangat singkat dan terkesan acuh. Ia kan hanya sedang menanyakan kondisi lelaki di depannya ini yang disebabkan dirinya tempo lalu.


"udah doang?"

"iya udah renjunn.. Lagian kenapa sih kamu keluar malem malem pake kaos tipis doang, ga pake jaket?"

"ish, udah tau aku buru buru. Mana sempet aku mikir bawa bawa jaket"

"emang kamu bisa mikir?"

"ishh, orang aku berusaha merhatiin kamu kamunya malah gitu"

Renjun tertunduk dengan mulutnya yang maju beberapa senti, membuat jeno terkekeh dengan kurcaci yang tampaknya tengah merajuk itu.

Lagipula ada ada saja tingkah teman mungilnya itu. Sudah tau malam hari -walaupun itu di kota sangatlah dingin. Belum lagi ini musim penghujan, dan si ceroboh renjun ini justru tidak memperhatikan tubuh kurusnya yang hanya berbalut kaus tipis, dan mengorbankan jaketnya untuk dipinjamkan sementara ia harus pasrah menerima angin angin malam itu menerpa badannya. Tapi tak apalah, demi pujaan hatinya ini ia rela melakukan apapun.

"iyaa.. Aku udah ga apa apa lah ren, kan udah dua hari yang lalu. Udah kamu kasih obat juga kemarin, udah sembuh aku sekarang. Buktinya aku udah bisa bawa bleki kesini"

Iya, kambing hitamnya dinamakan demikian. Menyerupai anjing.


Jeno berucap lembut kepada renjun yang perlahan mulai mendongakkan kepalanya lagi menghadap wajah sempurna milik jeno. Lengkungan sabit di matanya itu seolah mengisyaratkan bahwa lelaki itu memang sudah dalam kondisi tubuh yang baik.

"aaa~ pacar aku perhatian banget"

"HAH?!"

Meja kini telah berbalik, jeno terkikik geli melihat reaksi yang diberikan oleh rubah itu. Terlalu dramatis dengan mata yang membelalak lebar dan suara yang melengking hingga menggema ke sekelilingnya, mata itu mendelik lucu dengan bibir yang mengerucut lucu begitu ia kembali merespon teriakan itu. Oh, jangan lupa pipi gembilnya yang memerah karena sengatan matahari itu semakin kentara ketika ia membalas godaan kurcaci setinggi dadanya ini. Huh, siapa suruh menggodanya duluan. Si kecil pikir ini hanya dirinya saja yang mampu membuatnya salah tingkah?

MIGNONETTE (KEMBANG DESA) || NOREN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang