17.5 ; The Wedding Debt

1.9K 184 8
                                    

Akan ada banyak pilihan yang datang kepada manusia. Salah satunya adalah Tulip yang memilih untuk tetap menjadi manusiawi untuk tidak konyol memilih untuk meninggalkan Hippo yang tidak sadar hingga kini. Jika saja Tulip mau benar-benar egois dan tak peduli, maka sekarang Hippo akan diurus oleh orang lain yang bukan keluarganya dan Nania akan menangis karena tak bisa bersama papanya yang memang selama ini tidak benar-benar memiliki waktu bersama anak itu. 

Dalam kisah Tulip dan Hippo, mereka berdua tidak tahu masuk dalam golongan yang mana. Entah menjadi golongan yang jahat atau baik, korban atau pelaku, dan semacamnya. Mereka berdua belum menemukan dimana letak jahat dan baiknya, juga belum menemukan siapa yang sebenarnya korban dan pelaku kejahatan dalam hubungan mereka. Hippo merasa tersakiti, begitu juga Tulip. Namun, sekarang ada yang lebih menyedihkan diantara mereka berdua. Nania adalah korban dan korban sebenarnya. Anak itu tidak bisa menunjukkan tawa dan senyuman hingga ke mata semenjak Tulip akhirnya mengalah untuk tak lagi menginap di rumah sakit pasca keguguran. 

Kebahagiaan Tulip yang sedikit terenggut karena kehilangan harus terenggut lagi saat melihat putrinya lebih sering mengamati papanya yang tidak kunjung bangun. Dari ekspresi Nania, tampaknya anak itu merasa bersalah atas kondisi papanya. Meski Tulip mengatakan berulang kali apa yang menimpa Hippo adalah takdir Tuhan, bagi Nania sikapnya terakhir kali adalah pemicu semua ini terjadi. 

Pada malam dimana Tulip mengizinkan putrinya itu menginap di rumah sakit, gumaman Nania dalam tidurnya membuat hati Tulip tersayat dan kembali menangis. 

"Papa maafin Nia. Nia mau papa mama. Maafin Nia." 

Sembari menangis dalam tidurnya, Nania sedikit rewel dan Tulip hanya bisa berusaha membuat anak itu mengganti mimpinya menjadi lebih baik. Begitu besar rasa bersalah yang anak itu miliki pada papanya hingga terbawa dalam mimpinya. Tulip tidak tahu apa yang sedang terjadi dalam keluarganya, tapi menunggu waktu menunjukkan jawaban adalah cari terbaik sejauh ini. 

"Selamat pagi, Tulipa." 

Pagi ini Nania masih berada di rumah dan akan datang pada siang hari sembari mengantarkan makanan bersama Ane. Lentera yang tahu jadwal itu tampaknya sengaja datang untuk sesuatu yang Tulip tidak tahu. 

"Lentera? Kenapa pagi-pagi kamu datang ke sini?" tanya Tulip.

"Belakangan kamu sangat tidak suka basa basi, jadi saya juga akan lanngsung mengatakan bahwa saya ke sini karena utusan pak Agungsyah."

Tulip yang tidak mengerti langsung bertanya. "Kenapa? Saya sudah bilang kalau saya akan menjenguk beliau ketika ada perkembangan--"

"Pak Agungsyah ingin membicarakan sesuatu, Tulipa. Saya tidak tahu apa yang akan dibahas, tapi saya merasa bahwa ini sesuatu yang tidak bisa ditunda lagi. Pak Agungsyah sudah buru-buru bekerja dalam beberapa hari ini dan mungkin ini bukan sesuatu yang ..." Lentera tidak bisa melanjutkan kalimatnya.

"Sesuatu yang apa?"

Tulip bisa merasakan reaksi Lentera yang murung. "Saya nggak bisa menjelaskannya yang pasti kamu harus datang sekarang. Saya akan meminta seseorang menjaga pak Hippo di sini selama kamu bicara dengan pak Agungsyah."

Tulip tidak ingin membuat rasa penasarannya menunggu lebih lama. Dia hanya merasa sesuatu sedang tidak semakin membaik. Entah apa yang akan terjadi tapi perasaannya begitu yakin bahwa dia harus menuruti kata Lentera untuk segera bicara dengan mertuanya itu.

Tulip hanya perlu menyiapkan diri. Menyiapkan segala kejutan yang mungkin akan menunjukkan jawaban atas pertanyaannya yang selalu meragu mengenai siapa yang harus menjadi tersangka dalam kisah Tulip dan Hippo.

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now