7.3 ; The Wedding Debt

6.7K 1.1K 44
                                    

Kebiasaan mengantuk Tulip ternyata bukan hanya terjadi kemarin saja. Pagi ini, ditengah kesibukan kerjanya kantuk datang berulang kali dan membuat Tulip menguap dengan cepat.

"Padahal semalem aku nggak begadang sama sekali. Kok, masih ngantuk, ya?"

Karena kemarin Hippo membuat Tulip kesal, perempuan itu tidak mampir ke unit Hippo meski sudah dihubungi berulang kali oleh si pria yang mendadak penuh aturan. Jika aturan yang diberikan menyangkut dengan pekerjaan, maka Tulip tidak masalah. Namun, aturan yang diberikan oleh Hippo adalah untuk membuat Tulip istirahat dan tidak melakukan pekerjaannya dengan baik. Padahal Tulip mengira akan dilimpahi ocehan oleh Hippo karena tidur di kantor. Pria itu malah membawanya ke ruangan dan menidurkannya di sofa. Apa tanggapan para pegawai yang diminta masuk ke ruangan pria itu kemarin?

"Kamu kenapa nggak mampir ke unit saya semalam?" tanya Hippo yang memilih mendatangi meja sekretarisnya itu. "Kamu bahkan berangkat duluan tanpa bilang ke saya pagi ini. Kamu kenapa?"

Tulip tak mau membahas masalah itu. Bisa dibilang karena dirinya kini sedang merajuk dan pria itu tak perlu bertanya apa pun karena hanya membuat Tulip semakin kesal.

"Kebetulan Bapak di sini, saya baru akan menjelaskan jadwal yang diperbarui. Pihak dari—"

"Saya nggak sedang bertanya mengenai jadwal kerja." Hippo memutus kalimat Tulip.

Dengan helaan napasnya, Tulip berkata dengan nada sangat pelan. "Bisa kita bahas nanti di apartemen?"

Hippo merasa ada kesempatan untuk bicara dengan Tulip nantinya. Jadi Hippo memilih untuk memastikan kesediaan Tulip untuk datang ke unit pria itu. "Jangan ingkar, kita bahas ini nanti sepulang kerja. Dan ingat, kamu pulang dengan saya."

Terserah! Tulip membatin, tanpa mengatakannya langsung karena mengingat Hippo adalah atasannya. Dia juga tidak mengerti kenapa belakangan lebih banyak mengumpat kesal pada Hippo di dalam hati pada sikap berlebihan pria itu.

"Kenapa kamu tidak menjawab saya, Tulipa?"

Astaga! Resek banget. "Iya, Pak."

Meski masih belum puas dengan jawaban perempuan itu, Hippo harus mengikuti permainan Tulip yang tidak bisa menuruti semua keinginannya sebagai friend with benefit-nya. Hippo juga tak mau memaksa dengan keras, karena Tulip pasti memiliki alasan kenapa menghindarinya kemarin. Hippo merasa dirinya sudah melakukan kesalahan yang membuat Tulip tak suka hingga pria itu sibuk bertanya-tanya sendiri dengan kebingungan.

Tulip kembali pada rutinitasnya. Dia akan menyimpan informasi mengenai perubahan agenda pria itu dan memilih untuk menyortir dokumen sebelum masuk dan dikirimkan pada surel Hippo.

Saat mengetikkan huruf D di kolom subjek, mata Tulip terpejam untuk sejenak. Tidak lama, hanya singkat, tapi bermakna bahwa Tulip kembali tidak bisa mengendalikan rasa kantuknya.

"Mbak, saya mau minta tanda tangan Pak Hippo apa ada di ruangan?"

Tulip menekan matanya sebelum bertanya, "Gimana?" Fokus, Lip! Jangan nurutin ngantuk terus.

"Mau minta tanda tangan," jawab si pegawai berjenis kelamin perempuan itu.

"Bisa ditaruh di sini dulu dokumennya." Tulip memberikan jawaban.

"Saya minta langsung aja. Pak Hippo di ruangan, kan?"

"Sesuai peraturan, Pak Hippo nggak bisa diganggu dadakan. Kalau ada keperluan harus melalui saya lebih dulu. Terlepas dari ada atau tidaknya beliau di ruangan."

Pegawai perempuan itu berdecak. "Saya karyawan di sini, Mbak. Kenapa kesannya saya ini orang luar? Mbak ini juga baru beberapa bulan, kan, jadi sekretaris Pak Hippo? Sok ngatur banget, sih!"

Tulip tersulut dengan ucapan perempuan itu. Emosinya tidak bisa diatur dengan baik sama sekali.

"Mulut kamu itu kenapa nggak bisa dijaga, ya? Saya bekerja sebagai sekretaris Pak Hippo dan salah satu tugas saya itu dengan tidak mengacaukan pekerjaan beliau. Kamu ini berpotensi mengacaukan pekerjaan atasan saya, jadi saya perlu memberikan aturan tegas!"

"Mulut-mulut saya, lagian situ juga resek, sih, jadi sekretaris! Modal cantik doang!"

"Jangan kurang ajar—"

"Kenapa ribut sekali, sih!?" Hippo membuka pintu ruangannya dan menyadari keributan menarik pendengarannya.

"Tanyakan saja ke sekretaris Bapak ini. Saya dilarang minta tanda tangan."

Hippo menatap Tulip dengan tanya.

"Saya selalu menyortir semua dokumen sebelum masuk ke ruangan Anda, Pak. Dan dia nggak bersedia untuk menaruh dokumennya di sini. Dia memaksa ingin langsung masuk ke ruangan Anda, Pak."

"Kamu dari divisi keuangan, kan?" tanya Hippo pada si perempuan itu.

"Iya, Pak."

Kali ini Hippo menghela napasnya karena tidak mengatakan pada Tulip bahwa selama perempuan itu tidur kemarin, Hippo sudah mengoreksi dokumen yang dibawa pegawai dari divisi keuangan itu dan sekarang memang Hippo harus memberi tanda tangan tanpa perlu Tulip cek lagi.

"Masuk ke ruangan saya, tunggu di dalam."

Perintah pria itu membuat Tulip tertegun. Sadar bahwa ada yang dirinya lewatkan. Pegawai perempuan itu menatap Tulip dengan culas dan meremehkan saat masuk ke dalam ruangan Hippo.

"Saya lupa kasih tahu kamu kalau kemarin—"

"Saya paham, Pak. Lain kali saya nggak akan tertidur di kantor lagi."

Hippo tahu ini akan menjadi daftar panjang faktor kemarahan Tulip padanya. Ada-ada aja kalo mau baikan. Satu yang dicemaskan Hippo; apa Tulip jadi ke unitnya untuk membicarakan kerenggangan hubungan mereka yang tiba-tiba?

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now