11.3 ; The Wedding Debt

5.9K 784 9
                                    

Akan lebih menarik jika Tulip melemparkan rasa stres-nya dengan memanfaatka kesediaan Hippo untuk melakukan apa saja. Tulip sudah memikirkan hal ini ketika dia keluar dari rumah sakit dan mendapati dirinya memang terlalu menyiksa diri dengan segala beban. Padahal, Tulip bisa menikmati hidupnya tanpa peduli dengan apa yang akan dipikirkan orang lain. Toh, Tulip juga tidak pernah berurusan dengan orang lain semenjak Hippo mengurungnya di rumah yang hampir tidak terasa bertetangga itu. 

"Kamu tadi tanya apa yang bisa kamu lakukan untuk membuat aku nggak semakin tertekan, kan, Mas?" Tulip mengulang apa yang Hippo sampaikan ketika mereka baru selesai melakukan pemeriksaan pada kandungan Tulip. 

"Iya. Aku nggak mau kamu dan bayi kita kenapa-napa. Aku bisa mengubah aturan dengan membuat kamu tetap bertahan di rumah ini terus. Aku bisa membawa kamu jalan-jalan, belanja, atau apa pun yang mungkin bisa membuat  kamu senang."

"Kamu benar-benar akan melakukan apa pun yang aku mau?" 

Hippo mengangguk dengan luar biasa yakin. Pria itu bahkan belum tahu apa yang akan Tulip katakan sebagai langkah awal membuat perempuan itu bahagia, tapi Hippo tampaknya masih tidak peduli dengan apa yang diinginkan Tulip. 

"Kalo gitu kamu dengarkan aku baik-baik, Mas. Mulai sekarang, aku ingin kamu memperlakukan aku dengan baik. Meskipun kamu belum menikahi aku, aku tetap ingin kamu tidur di ranjang yang sama denganku. Kamu harus memastikan anak di dalam perutku nggak berulah setiap malam. Kamu harus mengajak bicara anak di dalam perutku dan turuti keinginanku yang berhubungan dengan bayi ini."

Sejujurnya itu bukanlah permintaan yang rumit untuk Hippo lakukan agar Tulip bahagia. Namun, risikonya yang rumit bila Hippo tidak menjaga dirinya sendiri dari banyak kemungkinan. Hippo sudah menyesali bersikap sok jual mahal hingga menatap bokong Tulip menjadi bagian paling sulit dalam hidupnya. Lalu, sekarang ... tantangan lainnya? 

"Kamu tahu aku--"

"Nggak ada yang perlu kamu sentuh lebih dari sentuhan biasa. Aku cuma mau quality time sebagai pasangan, meskipun kita belum bisa disebut pasangan. Aku mau merasakan apa yang ibu-ibu hamil tadi rasakan. Aku pengen meminta apa pun dari suami siaga, meskipun aku nggak bisa meminta kamu selalu siaga. Aku ingin bayi kita baik-baik aja dan nggak semakin tertekan karena aku yang merasa demikian, Mas."

Hippo merasakan betapa frustrasinya Tulip yang memang menginginkan masa kehamilan yang normal. Sudah lama juga Hippo terlalu sibuk dengan dirinya sendiri dan pekerjaan. Mungkin memang sudah saatnya bersikap peduli dan perhatian pada ibu hamilnya yang kini sedang masuk fase krisis karena berat badan yang turun dan tebakan dokter kandungan bahwa Tulip memang sedang banyak pikiran.

"Ya. Aku akan lakukan. Menjadi ayah siaga sebelum benar-benar menjadi ayah. Dan berusaha belajar menjadi suami siaga meski belum bisa benar-benar menjadi suami."

Meski masih ada rasa kosong di dalam hatinya, Tulip tidak ingin menyia-nyiakan waktu hanya dengan meratapi kekosongan dengan rasa sedih. Sudah saatnya Tulip merasakan bahagia meski tak sempurna. 

"Kalo gitu, aku mau minta satu hal sebelum nanti malam kamu menemani aku tidur."

Hippo berdehem karena tiba-tiba serak menyapa tenggorokannya. "Apa yang mau kamu minta?"

"Beliin aku mangga muda dan kedondong. Aku mau bikin rujak."

Hippo tiba-tiba bingung. "Mangga muda dan kendondong? Apa nggak terlalu asem? Kasian anak kita--"

"Kamu niat bikin aku bahagia atau nggak??"

Hippo kalah dengan kalimat tersebut dan mau tak mau mengatakan, "Iya, iya. Aku akan beli."

Tulip tersenyum manis dan bertepuk tangan seperti anak kecil. "Beliin kamu, ya. Jangan suruh anak buah kamu siapapun itu!"

[Bab 13 full udah bisa kalian baca di Karyakarsa, ya. Yang udah beli paket, udah bisa langsung baca aja. Happy reading.😍]

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now