1.1 : The Wedding Debt

18.4K 2.3K 24
                                    

Tulip melihat wajahnya dalam pantulan cermin di kamar mandi di ruangan rawat inapnya. Ada banyak luka yang terukir di sana. Bahkan untuk benar-benar hidup, dia bertahan untuk janin yang dikandungnya selama tiga bulan ini dalam persembunyian. Namun, keputusannya untuk menyembunyikan janin itu kacau. Dua minggu berlalu, dia masih setia berada di rumah sakit meski dokter mengatakan dia sudah bisa kembali ke rumah lebih dari seminggu yang lalu. Janin yang gugur akhirnya membawa dampak paling besar untuk Tulip semakin kehilangan dirinya.

Keluar dari kamar mandi, dia bersiap untuk mengambil sisir dan merapikan diri. Namun, gema suara Nania membuat Tulip harus memasang ekspresi bahagia.

"Mamaaa!"

"Nia! Sayangnya mama!"

Gadis kecil itu memeluk tubuh Tulip hingga rasanya mereka akan saling menyatukan tubuh. Hippo hanya bisa menatap keduanya dengan perasaan lega. Setidaknya, kali ini Tulip juga lebih mau untuk berinteraksi dengan putri pertama mereka.

"Mama sembuh?" Nania yang berusia enam tahun mendongak seraya memberikan tanya.

Tulip hanya menjawabnya dengan anggukan. Tangannya mengusap wajah sang putri sembari mengamatinya dengan saksama.

"Nia, makan dulu sama mama."

Tulip memilih tidak mendengarkan suara itu. Sudah lelah karena proses hidup bersama Hippomenes tak berjalan baik. Tidak baik bagi Hippo, begitu juga Tulip yang menikah dengan latar belakang yang salah.

"Ayok! Kita makan, Ma."

Tulip memilih menuruti Nania, dia tidak menolak sama sekali. Hatinya merasa begitu tenang melihat Nania mau untuk terus memperlakukannya dengan baik. Ya, tidak seperti perlakuan Hippo sebelum semua ini terjadi.

Hippo merasakan ketenangan yang berbeda dari istrinya. Tulip terlalu diam hari ini. Bukan berarti hari-hari sebelumnya Tulip mau bicara, tapi kali ini Hippo merasakan perbedaannya.

"Kamu mau makan sesuatu selain ini, Li?"

Tulip tidak membalas tatapan suaminya. Dengan gelangan memberikan jawaban. Itu sudah Tulip lakukan semenjak malam itu terjadi. Malam dimana dia harus kehilangan janinnya karena sikap Hippo.

"Papa makan," kata Nania mengajak Hippo makan bersama.

"Oke." Hippo mengambil tempat di kursi. Tak sengaja tangannya menyentuh Tulip dan segera saja reaksi wanita itu mengejutkan Hippo.

Tulip langsung menggeser jauh tangannya dari Hippo. Semacam gerakan refleks yang ketakutan berada dalam jarak dekat Hippo. Semakin Hippo rasa, semakin pria itu tidak bisa menahan diri lagi. Ada yang Tulip sembunyikan, dan itu tidak baik.

"Nia mau nggak makan sama mbak Ane dulu?" tanya Hippo menatap putrinya penuh harap.

Nania menatap kedua orangtuanya dengan bingung. Meski begitu, Nia yang semacam sudah belajar banyak hal dewasa sejak dini menuruti papanya.

"Nia bawa makanannya, Pa."

"Iya, Sayang. Makasih, ya."

Tulip berniat menghalangi, tapi Nia sepertinya begitu patuh pada sang papa.

"Kamu kenapa?" tanya Hippo langsung setelah Nania menutup pintu dengan tangan mungilnya.

Putri cerdas mereka memberikan ruang bagi orangtuanya untuk bicara.

"Apa maksudnya?" balas Tulip.

"Kamu, kenapa begini? Kamu nggak mau pulang, kamu memilih untuk jauh dari putri kita, kamu juga ... nggak mau aku sentuh." Hippo terlihat frustrasi.

"Aku salah. Aku sangat bersalah karena melakukan itu sama kamu. Aku akui aku penyebab bayi kita nggak selamat. Aku minta maaf. Aku sangat menyesalinya, Li. Tapi aku juga nggak tahu kamu hamil, aku terlalu marah dengan semua rencana yang kamu lakukan untuk menikah dengan aku, Li! Aku marah karena kamu sengaja menjebak aku sampai kamu hamil Nania—"

"Kalau begitu segera ceraikan aku."

Hippo berhenti bicara. Dia tertegun mendapati ucapan Tulip.

Tulip menatap suaminya. "Ini yang kamu inginkan sejak awal, kan? Kamu yang menceraikan aku. Perempuan pembohong yang menjebak kamu hingga Nania lahir. Perempuan yang menggunakan kamu untuk membayar hutang keluarga. Perempuan yang membuat kamu berhenti berjuang untuk cinta kamu. Semuanya. Aku adalah perempuan buruk yang harus kamu ceraikan. Aku berhenti meminta kamu untuk tidak menceraikan aku. Aku sadar diri, aku memang nggak pantas bersama kamu. Aku adalah perempuan buruk yang membuat hidup kamu berantakan. Aku pelakunya. Jangan sebut Nania sebagai pengganggu hidup kamu lagi."

The Wedding Debt / TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang