9.2 ; The Wedding Debt

6.9K 1.1K 29
                                    

"Kenapa kamu selalu bicara hal yang aneh, Mas?" tanya Tulip yang kini terdistraksi dengan ucapan Hippo atas permintaan maafnya.

Hippo memandangi Tulip yang kini tidak melihatnya dengan tatapan kecewa dan terganti dengan rasa penasaran.

"Saya nggak bicara aneh seandainya kamu nggak mengalami traumatis akibat kejadian itu." Hippo memang tak pernah menutupi apa yang terjadi di masa lalu, tapi Hippo tak mau memaksa Tulip untuk mengingatnya karena itu bisa saja memicu ingatan tak menyenangkan untuk datang begitu saja.

"Apa yang kamu maksud kecelakaan yang menimpa aku dulu? Kamu tahu? Apa kita pernah saling kenal?"

Kini Tulip sangat ingin tahu apa yang sudah dirinya lupakan. Kenapa hanya Tulip yang banyak tak mengingat? Sedangkan Hippo dan Maga terlihat saling melepaskan tatapan laser satu sama lain yang mengindikasikan bahwa mereka memang saling mengenal dulu.

"Saya memang ada di masa lalu kamu, Tulip. Itu sebabnya saya takut menyakiti kamu."

Tulip semakin mengernyit tak paham. "Kamu menyembunyikan sesuatu? Ceritakan—"

"Saya nggak bisa ceritakan, karena lebih baik kamu yang bisa mengingatnya sendiri. Saya takut luka traumatis kamu akan parah jika saya memaksakan kamu mengingat saya di hidup kamu yang dulu. Dan yang terpenting," jeda Hippo. "kita harusnya fokus untuk menentukan langkah melindungi bayi di perut kamu, kan?"

Tulip terdiam untuk sesaat. Dia tidak tahu mana yang harus diutamakan untuk dibahas lebih dulu. Tulip ingin tahu mengenai masa lalu yang terlupakan sebagian oleh ingatannya, tapi pembahasan mengenai masa depan bayi mereka juga tak kalah penting.

"Langsung aja, mau kamu apa untuk jalan keluar kita?"

"Saya belum bisa menikahi kamu dalam waktu dekat," ucap Hippo yang mengejutkan Tulip.

Perempuan itu langsung berdiri dan berniat mengusir Hippo segera. "Buat apa membicarakan hal yang jelas ujungnya? Tidak ada pernikahan, kan? Berarti nggak perlu ada pembahasan mengenai tanggung jawab—"

"Dengarkan saya dulu, Tulip." Hippo menyela ucapan perempuan itu segera. "Saya bukan nggak mau menikahi kamu, tapi belum dalam waktu dekat."

Tulip menghela napasnya dan berusaha sabar untuk menghadapi Hippotalamus di depannya ini.

"Untuk itu, tolong jelaskan dengan rinci, Mas Pome. Saya nggak ngerti sama sekali dengan jalur keputusan ini."

"Saya akan menikahi kamu setelah bayinya lahir, dan kamu harus berhenti bekerja untuk fokus pada kehamilan kamu."

Berhenti bekerja? Itu artinya aku nggak bisa membayar hutang dengan keringatku sendiri nantinya?

Ekspresi tak menerima yang Tulip tunjukkan membuat Hippo menyadari bahwa perempuan itu tak rela meninggalkan pekerjaan.

"Ini demi kebaikan kamu dan si bayi, Tulip. Kamu bisa melakukan one month notice selama belum ada sekretaris pengganti."

Agungsyah tidak memberitahu Tulip akan kemungkinan ini. Tulip yang tidak diperbolehkan bekerja adalah keputusan yang sangat mengejutkan. Bagaimana jika suatu saat Tulip dan Hippo tidak sejalan? Dari mana Tulip akan hidup dan menghidupi anaknya kelak? Bukan hal mudah menjadi perempuan yang serba mengandalkan gaji pasangan saja. Meski Hippo kaya, kebebasan Tulip terpenjara dengan sistem tersebut.

"Saya menjamin semua kebutuhan kamu dan bayi kita, Tulip. Baik itu sebelum kita menikah dan sesudahnya. Tapi saya mau kita menikah setelah bayinya lahir dan rumor buruk mengenai kamu di kantor sudah mereda nantinya."

Tulip tidak tahu. Dia tidak mengerti apa yang akan terjadi ke depannya. Namun, melawan keputusan Hippo juga tidak ada gunanya, karena pria itu juga salah satu pemegang perusahaan yang bisa memaksa Tulip keluar dari pekerjaan dengan cara pria itu sendiri.

"Bagaimana, Tulip? Kamu bersedia?" tanya Hippo memastikan.

Dengan datar Tulip membalas, "Memangnya saya punya hak untuk memutuskan?"


[Selama puasa agak longgar aku update-nya. Semoga bisa lancar, sih. Doakan, ya, bebs.]

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now