12.4 ; The Wedding Debt

3.9K 474 8
                                    

Kamu milikku.

Kata yang digaungkan saat Tulip bercinta dengan Hippo terus terulang di kepala bagaikan kaset rusak dan tidak akan pernah berhenti selama Tulip merasakan bunga-bunga bermekaran di hatinya. Itu terhitung sebagai malam pertama mereka setelah kelahiran putri mereka dan pernikahan dilaksanakan. Tulip baru merasakan benar-benar menjadi istri seorang Hippomenes Yugasyah setelah percintaan mereka pagi itu.

"Kamu mau aku bawain bekal, Mas?" tanya Tulip yang menyadari suaminya menatapnya dengan cara lain setelah berhasil buka puasa kemarin pagi.

"Kamu nanti siang sibuk, nggak?"

Pertanyaan Hippo membuat perempuan itu menatap bingung.

"Nggak, sih. Kerjaanku emang di rumah terus, kan."

Hippo mengangguk dan segera mencari cara untuk bisa kembali berduaan dengan sang istri tanpa gangguan. "Nanti siang, apa bisa kalo Nania sama Ane dulu? Kita berdua makan siang bareng diluar."

Rupanya Hippo memberikan kesempatan bagi mereka berdua untuk kembali dekat. Padahal Tulip kira, pria itu akan bersikap kembali membatasi diri setelah mendapatkan jatah. Rupanya Hippo kembali memberikan sesuatu yang dipadamkan begitu pria itu tahu mengenai kehamilan Tulip. 

"Makan siang berdua? Aku dan kamu, Mas?"

Hippo menyadari ada ekspresi tak percaya yang Tulip berikan bukan tanpa alasan. Perempuan itu pasti merasakan jarak selama lebih dari sembilan bulan menjalani hubungan yang tidak berkembang sama sekali dengan Hippo. Jarak yang Hippo berikan rupanya memiliki dampak yang tidak sedikit dan itu agaknya menyedihkan. 

Sebelum mengetahui Tulip hamil semua berjalan dengan apa adanya. Hippo yang menahan-nahan perasaannya tetap kalah dengan rasa ingin memiliki Tulip. Cinta yang lama Hippo pendam dan ia coba untuk digantikan oleh Zia malah berakhir sia-sia. Hippo tidak bisa membohongi hatinya yang masih terikat dengan Tulip meski menolak untuk dekat dengan perempuan itu karena tak mau Tulip kembali terluka seperti dulu saat Tulip masih begitu lugu mau menjadi kekasihnya dan malah berujung mengantarkan nyawanya pada Teresia yang dendam pada Hippo karena merasa ditolak dan dikhianati. 

"Iya, kita makan berdua. Kalo nunggu malem, kayaknya Nania akan lebih gampang rewel. Aku nggak tega nitip Nania sama Ane kalo malem karena dia membutuhkan kamu." Hippo mengamati reaksi Tulip lagi untuk mengetahui apakah perempuan itu bersedia atau tidak. "Kamu nggak bisa makan siang bareng aku?" 

Tulip menggeleng untuk menjelaskan pada Hippo bahwa bukan itu maksud dari keterdiamannnya. "Bukannya aku nggak bisa, Mas. Aku cuma nggak percaya diri untuk muncul di kantor kamu setelah semua yang terjadi."

Hippo belum menjelaskan bagian itu. Tulip tidak dia izinkan untuk datang ke kantor. Tentu saja karena pasti orang kantor akan menatap Tulip dengan penilaian buruk. Selain itu, kemungkinan besar Tulip berangkat ke kantor sendiri bisa memunculkan dampak buruk dari orang-orang yang pada dasarnya tidak suka dengan Hippo. Mulai dari berbulan-bulan lalu Hippo sudah sangat memperketat pengamanan untuk Tulip dan Nania, jadi Tulip tidak akan pernah sendiri untuk pergi kemana saja. 

"Kamu nggak datang ke kantor untuk jemput aku, Li. Kamu akan aku jemput dan kita berangkat bareng dari rumah."

Tulip menutup mulutnya dengan takjub. "Kamu dari kantor ke rumah dan kita pergi keluar lagi untuk makan? Kenapa nggak kita makan di rumah aja? Kamu nggak perlu bolak balik, Mas."

"Turutin aja dulu cara yang aku gunakan. Jangan protes dulu. Aku bukan sembarangan ajak makan siang, Li. Kamu akan tahu makan siang yang aku maksud nanti, setelah  kita melaksanakannya."

Makan siang apa, sih, yang pria ini maksud? 

[Bab 19 full sudah bisa kalian baca duluan di Karyakarsa 'kataromchick', ya.]

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now