4.1 ; The Wedding Debt

8.1K 1.1K 45
                                    

Friend with benefit adalah hal terkonyol yang Tulip lakukan dengan atasannya. Pertemanan mereka bahkan baru dimulai malam ini, lalu kenapa ada istilah tersebut di dalam hubungan mereka? Teman macam apa mereka ini? Harusnya, gelar yang dipakai adalah pasangan one night stand, kan? Karena mereka sejatinya adalah bos dan pegawainya. Bukan teman.

"Is it okay?" tanya Hippo yang sudah berada di hadapan Tulip dengan tangan yang mencoba membuka kancing kemeja Tulip.

Dengan pandangan layu, Tulip menjawab. "Saya nggak paham maksudnya. Saya sudah bilang saya nggak masalah, Mas Pome."

Hippo tidak tahu sejak kapan dirinya suka menatap Tulip berlama-lama. Saat perempuan itu tidak menolak semua keinginannya, Hippo seperti benar-benar menjadi dirinya sendiri. Hippo bisa menerapkan apa yang dia mau. Tak seperti ketika bersama Zia, pendapat Hippo tidak akan berada di atas pendapat Zia.

"Saya nggak bisa cerita kenapa saya sangat terpuruk malam ini, Tulip. Saya sedang tidak ingin memikirkan apa yang terjadi kemarin. Saya ingin kamu menemani saya. Apa kamu akan baik-baik saja dengan ide ini?"

Apa aku baik-baik saja? Sejak awal kepergian kedua orangtuanya, Tulip sudah tak baik-baik saja. Sekarang bukan hal yang sulit untuk membiarkan hal tak baik-baik saja itu menjadi biasa saja bagi Tulip.

Tulip meraih tengkuk Hippo dan mengecup bibir pria itu singkat. "Saya ... merasa memiliki kecocokan dengan Anda, Mas. Sejak awal, saya suka dengan kepribadian Anda."

Hippo menyentuh dagu Tulip dan mengamati bagaimana rona di wajah perempuan itu terlihat. Bibir Tulip bahkan membuka perlahan untuk mengembuskan napas tak beraturan karena sensasi panas dari wine serta kungkungan Hippo.

"You look like goddess," ucap Hippo seraya menurunkan bibirnya dan merapatkannya secara samar.

"Nama belakang saya memang memiliki makna goddess, Mas." Balasan itu menutup pembicaraan mereka. Penyatuan bibir itu terasa asing tapi pas bagi keduanya.

Tulip meraba tangan Hippo yang menangkup hampir seluruh wajahnya dan berpegangan di sana. Lengan Hippo teramat kokoh hingga gerakan Tulip memiringkan kepalanya atas ciuman mereka yang semakin dalam menjadi lebih mudah untuk dilakukan.

Napas keduanya memberat seiring dengan pergerakan bibir yang semakin lama bukan lagi ciuman, melainkan lumatam yang tidak sudah bisa ditebak kemana arahnya bermuara.

"Euh ..." Tulip terkejut saat putingnya dijepit tiba-tiba. "Sakit, Mas."

Hippo melayangkan bibirnya pada leher Tulip dan menyesap di setiap bagian seolah leher Tulip adalah santapan yang membuat nafsu makannya penuh.

"Ini pertama kali?" tanya Hippo mencoba meraih kewarasannya.

"Maksudnya friend with benefit?"

"Bukan, tapi seks. Ini pertama kali kamu melakukannya?"

Hippo bukan ingin merendahkan, tapi dia tak mau salah mengambil tindakan memperlakukan Tulip yang mungkin saja masih perawan.

"Apa hubungannya, Mas?"

"Kalo kamu masih virgin, saya nggak bisa langsung ke kegiatan utama. Kamu pasti ngerasa sakit berlebih kalo saya ceroboh untuk pengalaman seks pertama kamu."

Tulip tidak ingin mengakui bahwa dirinya memang tidak memiliki pengalaman bagus di atas ranjang. Namun, komunikasi mengenai hal semacam ini memang penting.

"Ya, ini pengalaman pertama saya."

Hippo mengangguk dan menahan diri untuk tidak berlebihan. "Saya akan berusaha sepelan mungkin. Atau kamu ... mau berhenti?"

Dan mengacaukan pembayaran hutang saya dengan ayah Anda? Tidak akan!

"Tolong lanjutkan, Mas. Saya sudah katakan, saya menaruh atensi terhadap Anda sejak lama. Saya menginginkannya. Tolong lanjutkan, Mas." Dengan begitu saya bisa menyicil hutang kepada pak Agungsyah.

Hippo mengamati Tulip sebelum akhirnya kembali menunduk dan menyatukan bibir mereka. Semoga langsung hamil, supaya aku nggak cari kesempatan lain untuk malam seperti ini.

[Masih lanjut gak nih bab plus plus nya?👻]

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now