1.2 : The Wedding Debt

16.3K 2K 45
                                    

Hippo diserang oleh kalimat panjang yang baru muncul dari bibir Tulip. Setelah lebih dari satu minggu perempuan itu tidak bicara, sekarang yang keluar adalah kalimat tak pernah disangka oleh Hippo untuk didengar.

"Aku nggak pernah menganggap Nania seperti itu. Aku nggak menyebut Nania sebagai pengganggu, Li."

Tulip memberikan kernyitan keningnya. "Kamu sudah pernah melakukannya. Kamu menyesal menikahi aku karena aku hamil, harusnya aku dan Nania nggak hadir sebagai pengganggu semua rencana hidup kamu! Kamu juga membuat aku tertekan karena keras kepala bertahan menjadi istri kamu! Kamu yang membuat aku kehilangan bayiku! Adik Nania! Kamu yang menyadarkan aku kalo aku memang nggak pantas—"

Hippo tak tahan mendengarnya. Dia bungkam Tulip dengan pelukan eratnya pada perempuan itu.

"Demi Tuhan. Aku melakukannya karena emosi sesaat, Li. Aku nggak benar-benar bermaksud begitu. Aku hanya melakukannya karena kecewa dengan cara kamu. Aku nggak ..." Hippo meneteskan airmatanya. Tidak bisa melepaskan semua bayangan lalu yang membuat mereka seperti ini. "Aku nggak menyesal memiliki kamu dan Nania. Aku minta maaf, Li. Maaf."

Tulip memilih diam kembali. Meski tidak berusaha berontak dalam pelukan pria itu, Tulip tidak membalasnya. Hatinya sakit sekali. Mengingat bagaimana dirinya bisa berada di tempat ini, semuanya karena sikap Hippo yang tak ingin berdamai dengan masa lalu mereka.

"Li, aku menyesali sikapku. Andai aku lebih dulu tahu kamu sedang mengandung, aku nggak akan melakukan semua ini."

Tulip segera mendorong tubuh Hippo sekeras yang dia bisa. Mengusap wajah yang berurai airmata dengan jemarinya.

"Aku akan berusaha memaafkan kamu." Hippo bahkan tidak merasa lega dengan kalimat itu. "Tapi aku nggak mau tinggal bersama kamu lagi."

Bahkan untuk menyebut nama Hippomenes saja perempuan itu tak mau. Hanya ada kata 'kamu' yang digunakan berulang kali oleh Tulip. Seakan najis bagi sang istri untuk memanggil namanya.

"Aku nggak akan menceraikan kamu. Sudah cukup drama perceraian kita yang berakhir saling menyakiti sampai kita kehilangan janinnya. Nania bahkan bertanya kenapa adiknya harus pergi sebelum bisa bertemu. Aku nggak mau kita berpisah dan malah menyakiti lebih banyak pihak."

"Justru kita akan lebih banyak saling menyakiti dengan nggak berpisah!!!" teriak Tulip diluar kendalinya yang biasa.

Dampak dari kehilangan bayi mereka membuat Tulip sebegini tertekan. Apalagi memikirkan kejadian dibaliknya. Hanya membuat perempuan itu sakit.

"Aku capek hidup bersama pria yang menganggap aku nggak tulus selama ini! Aku capek hidup bersama suami yang mencurigai aku melakukan kelicikan lainnya dalam rumah tangga! Aku capek bikin makanan dan berakhir dibuang sama suami yang menganggap aku nggak tahu diri dan hanya menginginkan hartanya! Aku capek hidup bersama pria yang memperlakukan aku seperti binatang di ranjang kami!!!"

Hippo kacau melihat semua pemandangan itu. Tulip yang tidak bisa mengontrol dengan baik emosinya. Bahkan membuat semua kondisi barang di dalam ruangan itu berantakan, rambut acak-acakan, dan raut wajah tak hidup. Tulip sangat terpukul atas semua yang terjadi.

Meski perempuan itu melakukan kesalahan, Hippo juga melakukan kesalahan yang tak lebih ringan dari Tulip. Harusnya, jika mereka bisa berbicara dengan hati tanpa amarah, ini tidak akan terjadi.

"Li ...."

Pihak perawat masuk dan membantu menenangkan Tulip yang tidak biasanya melakukan semua ini.

"Aku capeeekkkk!! Aku lelaahhh!!"

Hippo menoleh. Instingnya mengatakan untuk melihat ke arah pintu yang terbuka. Di sana, Nania berdiri—dengan usaha pengasuhnya membawa pergi anak itu—sembari menangis tanpa suara. Putrinya mengerti apa yang diperdebatkan olehnya dan Tulip. Putrinya mengerti bahwa kondisi sang mama tidak baik-baik saja. Hippo sudah menyakiti dua perempuan yang dicintai dalam satu waktu.

"Maafin papa, Nia. Maafin papa." Ucapnya lirih. Tidak bisa mengatakan langsung pada Nania yang pergi dengan tatapan kecewa.

Hippo kembali pada Tulip yang tenang dengan obat tidur. Hatinya teremas kuat. Nania hancur, begitu pula Tulip. Jika kekecewaan dan Amarah tidak menggerogotinya, tak akan Hippo dapati momen penuh luka ini.

Kalau aku nggak bisa membayar lunas semua ini. Maka nggak apa memilih mencicilnya hingga kita kembali bahagia.

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now