1.5 ; The Wedding Debt

12.7K 2K 92
                                    

[information]

[information]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Nama Hippo sebenarnya bukan merujuk pada kudanil sejak awal

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Nama Hippo sebenarnya bukan merujuk pada kudanil sejak awal. Meskipun aku agak ragu awalnya menampilkan cerita ini karena nama tokoh utamanya, tapi aku suka perpaduan antara Hippomenes dan Atalanta. Anyway, nama panjangnya Tulip ada Atalanta-nya. Nanti kalian tahu.

[[[[[]]]]]

"Kamu terlalu arogan untuk menyalahkan ayah, Pome."

"Ayah lebih arogan karena merencanakan hal gila yang menjerumuskan aku!"

Agungsyah meletakkan telunjuknya di depan bibir dan bersuara guna menghentikan Hippo. "Kecilkan suara kamu di rumah ayah, Pome. It's my house, not yours."

"Apa aku bisa bilang kalo Ayah sudah gila? Melakukan hal begini hanya untuk mendapatkan cucu?!"

"Hanya cucu kamu bilang? Kamu pikir cucu bisa datang hanya dengan sekali jentikkan tangan?" Agungsyah meradang. "Jangan sembarangan kamu menghina Nania. Cucu yang lahir dari keluarga Syah bukan orang sembarangan. Kalo kamu tidak menganggap cucu ayah berharga, kamu bisa melepaskan skenario yang ayah buat."

Hippo menatap ayahnya tidak percaya. "Sekarang Ayah minta aku melepaskan Nania dan Tulip!!? Harusnya Ayah minta dari awal dan bukan sekarang!!"

"Jadi benar. Kamu menyesal memiliki keluarga bersama Tulip dan Nania, ya."

Ketika Agungsyah menyimpulkan demikian, Hippo benar-benar tidak tahu jika itu adalah jebakan kalimat ayahnya.

"Ayah akan mengatakan pada Tulip bahwa hutangnya sudah lunas. Ayah sudah mendapatkan apa yang ayah mau. Nania akan menjadi pewaris tunggal. Kamu bisa melepaskan kedua beban hidup dan mencari perempuan yang nggak menginginkan anak itu. Silakan nikahi, karena ayah nggak akan ikut campur lagi."

Agungsyah berjalan masuk menuju rumah mendahului Hippo, merasa pembicaraan mereka selesai. Namun, tidak bagi Hippo yang merasa pembicaraan mereka belum dimulai dengan apa pun.

"Setelah enam tahun, Ayah minta aku untuk melepaskan Tulip dan mencari perempuan lain?? Ayah ingin aku berpisah dari anakku sendiri!?"

Agungsyah berbalik dan menunjuk wajah Hippo dengan tajam. "Enam tahun bukan apa-apa dari menghabiskan seluruh usia di hidup kamu untuk satu wanita! Harusnya kamu berkaca, Pome. Jika bukan karena ayah, kamu nggak akan merasakan keluarga yang terdiri dari istri dan anak. Jika kamu memilih menikahi perempuan itu, apa kamu akan merasakan membagi kasih sayang untuk anakmu? Enam tahun, Pome, dan kamu masih menyangkal bahwa Tulip dan Nania sudah menjadi pusat duniamu."

"Aku bukan menyangkal mereka, tapi rencana Ayah yang membuat Tulip melakukan semua ini."

"Ketika kamu nggak menyangkal kehadiran mereka, kamu tidak akan pernah masalah dengan alasan itu. Tulip membutuhkan kesempatan untuk membayar lunas hutang orangtuanya yang ditinggal mati begitu saja. Dia perempuan dan anak yang bertanggung jawab, karena kalo dia licik, hutang itu tidak akan pernah dia bahas dan dia bisa lari tidak mengatakannya pada ayah, selaku pemilik perusahaan."

Hippo terusik dengan semua ucapan ayahnya. "Tulip tetap salah."

"Dan dia sudah meminta maaf dengan bayaran yang setimpal, kan? Anaknya yang gugur adalah bayaran yang sepadan untuk membantu kamu sulit terlelap dalam tidur. Bayangan bayi tidak berdosa yang kamu jadikan tumbal karena kemarahanmu akan terus datang dan saat itu ... kamu akan merasakan sakit yang Tulip rasakan untuk membayar hutang-hutang orangtuanya."

Agungsyah melemparkan kotak berisi rekaman saat dirinya dan Tulip bicara. "Dia tidak pernah meminta sepeser-pun gaji saat tahu orangtuanya berhutang. Dia juga melemparkan diri untuk mengandung bayimu. Kamu tidak ingat, Pome? Saat wanita itu meninggalkanmu, kamu menggunakan kesediaan Tulip sebagai pelampiasan. Jangan beralasan kamu mabuk, karena kamu sangat sadar saat memanggil nama Tulip hingga Nania hadir diantara kalian."

Hippo menekan kotak itu dalam genggaman. Perasaannya kini semakin campur aduk.

"Ayah tidak mau disalahkan sendirian. Karena kamu memanfaatkan Tulip serta tubuhnya untuk menemani kamu yang kesepian. Jika kamu memang tidak menginginkannya, Tulip tidak akan hamil dan kamu nikahi. Kamu sendiri yang sengaja masuk dalam jebakan itu. Sekarang, terserah kamu untuk mengambil keputusan. Coba ingat-ingat, apakah selama enam tahun ini kamu pernah memberikan cinta dan perhatian bagi Tulip dan Nania? Jika tidak, lepaskan mereka dan ayah akan menanggung seluruh biaya hidup mereka."

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now