5.4 ; The Wedding Debt

7K 1.1K 37
                                    

Hippo adalah lambang pria yang terlalu lembut hingga Zia tidak menyangka saat diringa datang dan pria itu berkata, "Kamu yang bilang kemarin bahwa kita sudah berakhir, Zi. Kenapa kamu datang lagi?"

Zia tidak pernah merasa ditolak sebelumnya oleh Hippo, tapi kali ini?

"Kamu nggak terkesan dengan aku yang datang ke sini?" tanya Zia dengan ekspresi yang tak berubah.

Hippo memberikan tatapan dingin pada mantan kekasihnya itu. "Rasa sakit yang kamu berikan sudah menyelesaikan semua kekaguman aku ke kamu, Zi. Sebanyak apa pun kamu datang dan memberikan kesan berbeda ... sekarang hatiku mati dengan sikap dan keputusan kamu."

Zia menyadari bahwa Hippo sudah sangat tertekan dan putus asa meyakinkan antara kedua pilihan yang diinginkan Zia dan Agungsyah. Pertemuan mereka bertiga tidak berjalan lancar dan Hippo tidak bisa bersikap seenaknya karena bagaimana pun Hippo hidup dari perusahaan ayahnya. Sedangkan Zia tak mau kembali ke titik nol pria itu dan tak bersedia memberikan anak untuk memenuhi ego seorang Agungsyah.

"Aku memang salah, Hippo. Sebagai perempuan yang harusnya bisa mendukung kamu, aku nggak bisa. Kedewasaan yang kita punya memang berbeda. Sekalipun aku masih menyimpan rasa untuk kamu, begitu juga sebaliknya, rasanya memang nggak baik untuk kita lanjutkan hubungan berbeda visi misi ini."

Kedewasaan yang mereka miliki memang tidak akan pernah sama karena keduanya adalah manusia yang Tuhan cipta dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing.

"Kamu udah bilang itu sebelum kamu memutuskan untuk berhenti."

Zia mengangguk. "Aku memang bilang itu. Kukira kamu akan menghentikan aku, tapi ternyata nggak." Kali ini Zia menatap Hippo dengan sungguh-sungguh. "Kamu menemukannya, ya?"

Hippo tidak mengerti dengan apa yang ditanyakan Zia sampai wanita itu menambahkan, "Cinta pertama kamu. Gadis yang kamu simpan hand sanitizer-nya di kotak khusus hingga sekarang dan aku nggak sengaja menemukannya."

Tak peduli benda untuk membersihkan tangan itu sudah melewati masa kedaluwarsanya, Hippo menyimpannya tetap rapi. Pria itu bahkan memberi label di depannya dengan tanggal pertama kali bertemu gadis yang membuatnya menyadari bahwa rentang usia tidak menentukan cinta pertama.

"Kamu ingin putus dari aku karena melihat itu?" tanya Hippo.

"Awalnya aku pikir itu bukan masalah. Udah lama juga aku lihat itu. Tapi aku semakin sadar kalo kamu juga masih menyimpan motivasi terbesar untuk menemukan gadis itu. Melihat kamu yang sekarang menerima gitu aja keputusan aku untuk mengakhiri hubungan ... sepertinya kamu sudah menemukannya sampai nggak mempertahankan hubungan kita."

Hippo tidak akan menyangkal apa pun lagi. Toh, Zia yang sejak awal kokoh dengan pendirian untuk putus. Sekarang, wanita itu membahas gadis lama dalam angan Hippo dan melimpahkan kesalahan pada Hippo yang tidak mengajak Zia untuk mempertahankan hubungan setelah dibuang.

"Zi, aku sangat menghargai kamu dan keinginan kamu selama ini. Aku juga nggak punya masalah jika harus menikah dan nggak memiliki anak, aku bangga kamu memiliki pandangan nggak mau gagal mendidik calon anak kamu kelak. Tapi aku nggak menginginkan untuk memaksa kamu kembali denganku karena jelas sekali—seperti ucapan kamu tadi—visi misi kita berbeda."

"Ya, kamu menerima perpisahan kita dengan mudah karena memiliki cadangan—"

"Perempuan bukan cadangan, Zia. Kamu dan perempuan lainnya yang masuk ke hidupku bukan barang yang disebut primer atau sekunder."

Menyadari bahwa belum ada tanda-tanda kedatangan Tulip untuk membawa kopi kesukaan Hippo, pria itu mulai resah.

"Kamu masih mau melanjutkan basa basi ini? Karena sudah jelas aku nggak ingin melanjutkan apa-apa lagi."

Zia berdiri dan keluar dari ruangan pria itu tanpa berkata apa pun lagi. Tanpa izin atau bicara kepada Hippo lagi.

Begitu sosok Zia tidak terlihat lagi, Hippo mendesah. Lelah sekali rasanya menghadapi sikap perempuan yang suka berubah-ubah.

Menekan telepon untuk menghubungi Lentera, Hippo marah-marah karena Lentera lama untuk berangkat ke pantry agar melihat keadaan Tulip di sana.

"Cepat lihat Tulip di pantry!!" Dan Hippo tahu, dia tidak bisa menjadi dirinya sendiri sekarang.

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now