7.2 ; The Wedding Debt

6.7K 1K 29
                                    

Memasuki kantor yang sudah mulai terasa biasa saja ketika banyak mata menatapnya, Tulip menginjakkan kaki di lift khusus menuju lantai ruangan Hippo berada. Pikirannya mulai mengawang dan tidak terfokus pada usaha hamil yang semakin dipikirkan semakin tidak menunjukkan keberadaan. Memang kalo sesuatu terlalu diharapkan jadi nggak datang dengan mudahnya. Tulip menyadari itu dan dia tak ingin mengharapkan apa-apa lagi saat ini.

Tulip sepertinya sudah terlambat masuk bekerja karena sekarang ruangan Hippo sudah terdapat orang-orang yang diyakini sebagai relasi yang membutuhkan tempat untuk mengembangkan usaha.

"Saat ini saya yakin aplikasi perbankan sangat dilirik, Pak. Kita bisa membuat perusahaan pesaing mundur dengan skema ini."

Tulip bekerja dalam diam. Menyediakan minuman untuk para tamu tanpa menginterupsi. Dia tahu tatapan Hippo mengarah padanya di banyak kesempatan. Namun, Tulip mengabaikannya. Bukan bermaksud untuk melihat reaksi Hippo, hanya saja dia agak lelah untuk berkode-kode dengan pria itu. Tubuhnya benar-benar merasakan lelah hingga melirik saja enggan.

"Saya nggak tertarik untuk membuat yang sejenis. Pak Agungsyah juga tidak menyukai yang semacam itu. R&D kami juga tidak menyarankan demikian. Kami lebih tertarik mengembangkan nama SYAH CORP di bidang entertain."

"Kami mengatakan ini supaya pihak SYAH CORP bisa membuat banyak orang merasa dimudahkan dengan adanya digital banking yang akan menjamur ke depannya, Pak."

Tulip memberikan senyuman sopan pada salah satu orang yang duduk dan lebih dulu menatap serta tersenyum padanya. Sebagai sekretaris, inilah pekerjaan yang terkadang membuat Tulip merasa menjadi wanita panggilan. Tidak sedikit pria yang melihatnya dengan tatapan aneh dan membuat risih. Terlepas mereka semua adalah orang-orang dengan profesionalitas tinggi, tetap saja hawa nafsu tidak memandang rasa profesionalitas itu sendiri. Sama seperti Tulip dan Hippo yang memecah hal tersebut menjadi lahan percintaan yang hebat.

Ketika Tulip keluar dan tinggal menunggu perintah saja, helaan napas menemani Tulip yang benar-benar merasa malas untuk melakukan apa pun.

"Ini masih pagi, tapi kepala sama badan rasanya pengen dikasur terus. Aku kenapa, sih?"

Tulip mencoba untuk menyangkal matanya yang berat terasa untuk terbuka. Perempuan itu menguap dengan telapak tangan yang menutupi. "Ampuunnn. Ngantuk banget," gumam Tulip yang malah menempatkan kepalanya di atas meja. Dia sulit melawan rasa kantuknya.

Tanpa tahu bahwa matanya lebih pandai untuk terpejam dan membuat tubuhnya rileks dan tertidur di kantor. Tulip pasti akan berada dalam masalah saat terbangun nanti.

*

"Ini laporannya yang saya mau. Begini bentuknya. Bukan yang kamu kirim via email, itu salah semua rekap datanya."

Samar-samar telinga Tulip mendengar percakapan dua orang. Kepalanya mulai aktif bekerja membangunkan kesadaran bahwa saat ini adalah jam kerjanya, bukan jam tidur. Tidur??? Aku ketiduran???

Tulip ingin sekali bangun dan membenarkan posisi, tapi dia malu karena ada orang lain selain Hippo di sana. Jika dia bangun sekarang, maka Tulip akan mendapati wajah pegawai lain yang pasti memberikan tatapan tak menyenangkan. Memilih untuk berpura-pura tidur sejenak hingga pegawai itu keluar, Tulip baru berani membuka matanya ketika Hippo mengambil posisi duduk di dekat kakinya.

"Kenapa Bapak nggak bangunin saya?" tanya Tulip langsung.

"Kamu kebangun?"

Tulip mencoba untuk duduk. Selimut yang digunakan untuk menutupi tubuhnya turun dan Tulip menyesuaikan pandangan agar benar-benar terbangun.

"Kamu istirahat dulu, Tulip. Badan kamu agak hangat."

Tulip menyentuh keningnya sendiri. "Masa, sih? Saya ngerasa suhu badan saya biasa saja, Pak."

"Itu menurut kamu."

Tulip tidak membantah lagi. Namun, dia ingin berdiri untuk bekerja.

"Saya bilang kamu istirahat, Tulipa!" Hippo menekan nada perintahnya.

"Pak—"

"Istirahat atau saya cium kamu sampai ada pegawai lain yang melihat? Saya sengaja nggak kunci pintunya."

Tulip mencebik, mau tak mau dia harus menuruti semua ucapan Hippo. Mendadak, dia kesal sekali melihat wajah pria itu. Awas aja, nggak akan aku ke unit kamu nanti malam!

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now