6.4 ; The Wedding Debt

6.9K 1.2K 101
                                    

Ciuman itu adalah jawaban yang belum bisa Hippo terima seutuhnya. Dia menginginkan ucapan yang muncul dari bibir Tulip. Bukan hanya ciuman yang bisa saja mereka lakukan seperti malam itu meski tanpa hati. Hippo benar-benar tak mau salah mengartikan tindakan yang dilakukan oleh Tulip. 

"Apa artinya ini, Tulip?" tanya Hippo yang masih tidak percaya dengan pemikirannya sendiri bahwa Tulip menginginkan dirinya. 

"Apa masih belum jelas? Saya nggak akan mencium Mas Maga seperti saya mencium kamu, Mas Pome. Jawaban saya sudah sangat jelas, loh. Apa saya perlu menjawab dengan hal lain? Supaya Mas Pome bisa teryakinkan." 

Hippo menyipitkan kedua matanya. "Hal lain? Apa? Saya ingin tahu bagaimana kamu bisa meyakinkan jawaban ke saya." 

Meski terlihat gusar dari getaran di matanya, Tulip tidak ingin menyerah begitu saja untuk meyakinkan Hippo sekaligus memberikan kesempatan untuk dirinya sendiri bisa hamil dengan memanfaatkan momen. 

Tanpa memberikan kesempatan bagi Hippo untuk memproses, Tulip sudah lebih dulu mengunci pintu ruangan pria itu dan menatap dengan berarti ke arah Hippo. Ketika Tulip melepas jas kerjanya dan mulai membuka kancing kemeja, barulah Hippo menyadari apa yang akan perempuan itu lakukan. 

Hippo memang terkejut, tapi tidak ingin menolak dengan kesediaan Tulip untuk melakukan inisiatif lebih dulu. Gerakan mata Hippo terkunci pada semua aktivitas melepaskan busana Tulip dengan tangan perempuan itu sendiri. Baru beberapa malam mereka melakukannya dengan panas, dan sekarang Tulip sudah menyerap banyak ilmu dengan baik. 

"Sepatu kamu," ucap Hippo mengingatkan perempuan itu bahwa sepatu tingginya belum dilepas. 

Tulip seperti tidak mendengarkan ucapan Hippo karena memilih menarik pakaiannya ke salah satu kursi tunggal yang kosong dan meletakkannya di sana. Tulip bahkan membuka rok hingga menampilkan celana pendek sebelum menunjukkan celana bagian dalamnya yang ternyata lebih seksi dari perkiraan Hippo. 

"Dari mana kamu dapatkan celana dalam seperti itu?" tanya Hippo sangat terkejut. 

Tulip menggigit bibirnya lebih dulu sebelum menjawab dengan malu-malu, "Beli di Amazon, Mas." 

Jawaban mendetail itu membuat Hippo menepuk keningnya cukup keras. "Kamu sengaja beli dari e-commerce luar?" 

Tulip mengangguk dengan canggung. "Pilihannya lebih banyak dan lebih gampang cari yang bentuknya ... agak aneh, Mas. Oh, iya. Ini namanya thong kalau saya cari di pencarian, Mas. Jenisnya bukan celana dalam biasa." 

Hippo tidak tahu apakah harus bangga atau cemas. Jujur saja Hippo senang melihat celana dalam yang disebut thong itu, karena Hippo tak perlu susah payah melepaskannya untuk memasuki tubuh Tulip. Namun, kecemasan pria itu muncul dengan cepat pula. Bagaimana jika pria lain membayangkan hal yang tidak-tidak pada tubuh Tulip? Celana dalam semacam itu ... astaga Hippo tidak bisa berpikir jernih! 

"Apa pun namanya, Tulip. Kenapa kamu memakai celana dalam seperti itu? Gimana kalau ada yang tahu?" 

Tulip menjawab dengan wajah lugunya. "Cuma kamu yang tahu, Mas. Saya nggak memberikan kesempatan untuk orang lain melihat." 

Dalam situasi seperti ini, Hippo benar-benar tidak bisa berkata. Kemampuannya yang biasa bernegosiasi dengan klien dan rekan bisnis mendadak hilang di depan Tulip. 

Belum menyesuaikan diri sepenuhnya, Hippo bertambah terkejut dengan tubuh Tulip yang duduk di atas pangkuannya. 

"Tu—Tulip ...?"

"Saya ... maaf, Mas. Saya melihat film dewasa selama dua hari diabaikan. Saya mau mencoba posisi ini. Apa kamu keberatan, Mas?" 

Kejujuran perempuan ini menaklukkan Hippo seutuhnya. Tanpa banyak percakapan lagi, Hippo menyatukan bibir mereka kembali dan membuat napas memberat satu sama lain. Hippo semakin jatuh pada pesona Tulip dewasa. 

[Yang komen aku pelit, kependekan ceritanya, fix kalian nggak ada menghargainya sama sekali. Kalo aku mau, aku bisa berhenti update. Bukan apa-apa, aku mau enjoy selama nulis. Bukan malah tertekan. Aku nulis gak digaji. Kalo aku mau ambil bonus dari hasil nulis, aku milih post special chapter. Alhamdulilah ada aja pembaca yang menghargai banget tulisanku dengan beli special chapter. Terima kasih yang rela bayar buat baca special chapter. Tapi nggak buat yang udah nagih", ngatain kependekan tapi maunya gratisan. Banyak yg mau baca gratis tapi gak pasang komen kayak tukang tagih. Pokoknya tolong diingat aja, ya, komen emot love aja dah cukup daripada komen tapi berasa renternir cerita.]

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now