11.4 ; The Wedding Debt

5.7K 895 15
                                    

Tulip merasa hari-harinya menjadi begitu menyenangkan setelah Hippo menempatkan diri selayaknya suami bagi Tulip. Hatinya lebih lega dan dia bisa merasakan ketenangan setiap malam karena sebelum tidur, Hippo selalu membisikkan pada perutnya bahwa segalanya akan baik-baik saja selama Hippo berada di sana menemani ibu dan calon anaknya.Hippo memang terkadang ragu untuk melakukan kedekatan, tapi hal itu langsung Tulip patahkan dengan bersikap lebih agresif. Contohnya mengambil tangan pria itu untuk diletakkan di permukaan perut Tulip sendiri. 

Semua hal itu memang awalnya membebani Tulip karena harus membuat Hippo bergerak atas apa yang Tulip mau. Namun, lama-lama Tulip menyukai sinergi mereka untuk melakukan hal semacam itu. 

Semakin lama, berbulan-bulan dengan kebiasaan yang semacam itu membuat mereka bisa bertahan dan sampai pada momen dimana bayi mereka akan segera lahir ke dunia. Tak pernah ada waktu yang diam di tempat. Buktinya, sekarang mereka harus menjadi orang tua meski tak sepenuhnya siap. Rasanya baru kemarin mereka menikmati kedekatan yang dibangun untuk bisa membuat Tulip beserta kandungannya baik-baik saja. Kini, mereka sudah berada di rumah sakit menunggu kedatangan bayi yang begitu berharga untuk mereka sapa dengan segala rasa.

Agungsyah menemani Hippo dan memberikan dukungan pada anaknya itu untuk bersikap selayaknya seorang ayah yang akan menjadi idola bagi anaknya kelak. 

"Temani Tulip di dalam, jangan lupa untuk selalu membuatnya nyaman dalam kondisi seperti ini. Meski nggak ada yang benar-benar bisa membuatnya nyaman, kamu harus bisa memastikan Tulip percaya diri untuk melahirkan anak kalian."

Hippo tahu ayahnya bukanlah pria yang suka menelantarkan wanita, tapi keadaan saja yang membuat Agungsyah patah hati dan ditinggal oleh wanita yang lebih memilih pria lain. Agungsyah menunjukkan betapa perhatiannya pria itu pada Hippo dan calon cucunya yang akan segera mereka temui. 

"Makasih, Yah." Hippo menatap ayahnya dan memberikan pelukan pada pria tua itu sebagai rasa bersyukur yang luar biasa. 

"Jangan lupa untuk menikahi Tulip setelah ini. Ayah nggak mau kalo cucu ayah nggak memiliki dokumen resmi setelah kelahirannya."

Hippo tahu itu, dia sudah pasti menyiapkan segalanya. Setelah bayi mereka lahir, Hippo memang akan segera menikahi Tulip dan mengurus seluruh dokumen keluarga kecil mereka. 

Memasuki ruangan persalinan, Hippo mendapati Tulip yang sudah tidak memikirkan penampilannya sama sekali. Keringat membanjiri kening perempuan itu karena menahan rasa sakit yang luar biasa datang adalah proses yang lebih melelahkan ketimbang olahraga jenis apa pun. 

"Sudah pas ini bukaannya, ya."

Dokter dan perawat terlalu santai ketimbang Tulip yang sangat kesakitan saat ini. Hippo menggenggam tangan Tulip dan berada di samping perempuan itu untuk menemani proses persalinan. 

"Mas ... sakit!!!" 

Hippo mengangguk seakan dirinya memahami perjuangan Tulip melahirkan anak pria itu ke dunia. 

"Aku minta maaf untuk segalanya, Tulip. Aku memang belum bisa menjadi suami yang baik, tapi izinkan aku setelah ini menjadi suami dan ayah yang baik untuk kalian." Kalimat itu Hippo bisikkan di telinga Tulip.

Pegangan tangan Tulip menjadi lebih kencang dan segalanya menjadi begitu dramatis. Hippo mendapati dirinya merasakan sakit dari cengkeraman Tulip yang ternyata luar biasa indah menyisakan bekas di lengan pria itu. Hippo tidak sempat untuk sibuk pada rasa sakit di tangan ketika tangisan bayi pada jam-jam berikutnya menyapa telinga dengan indahnya. 

Anakku. Selamat datang sayangnya papa.

The Wedding Debt / TAMATOnde histórias criam vida. Descubra agora