4.4 ; The Wedding Debt

8.1K 1.1K 81
                                    

Berpegangan pada tubuh pria yang menaunginya dengan tubuh yang telanjang bulat agaknya membuat Tulip malu hingga menenggelamkan wajahnya di bahu Hippo dan bahkan tak terlihat oleh pria itu. Tulip sungguh malu jika harus ditatap oleh Hippo dalam kondisi begini. Bagaimana bisa Tulip percaya diri dengan tubuh telanjang? Jika ada, jelas bukan Tulip orangnya. Dia hanya bisa menyembunyikan diri di balik kokohnya dada bidang serta tubuh kokoh milik Hippo yang semakin Tulip mencari posisi berpegangan yang tepat, semakin Tulip meraba bagian otot Hippo.

Hippo mencium pipi Tulip dan menempatkan lengannya di tubuh Tulip dengan cara paling sensual yang pernah perempuan itu alami. "Don't be too scared, Tulip."

Hippo melihat mata Tulip yang memejam karena takut. Pria itu menenangkan perempuannya dengan menciumi bagian wajah hingga leher Tulip. Saat didengarnya desahan muncul dari bibir Tulip, pria itu menggunakannya sebagai kesempatan untuk bisa menemukan ritme yang tepat untuk memasuki tubuh Tulip.

Hippo mencium kening dan bibir Tulip sesaat sebelum memberi jarak diantara mereka berdua dan menempatkan keperkasaannya diantara celah tubuh Tulip. Hippo yang menyadari ketegangan Tulip dan gerakan perempuan itu yang mencari-cari pegangan membawa tangan kiri pria itu untuk menggenggam Tulip dengan erat.

"It's okay, I'm here. You're not alone, Tulip."

Berulang kali Hippo mengatakan hal demikian agar Tulip bisa tenang dan tidak semakin tegang sebelum Hippo benar-benar masuk. Akan sulit sekali memasuki tubuh Tulip ketika perempuan itu terlalu menahan akibat ketakutan untuk merasakannya pertama kali.

"Jangan menutup mata begitu," ujar Hippo seraya mencium mata Tulip. "Kamu bisa menutup mata versi lain yang bikin saya nggak takut juga melakukannya."

"Versi apa, Mas?"

"Versi seperti yang tadi ketika saya melakukannya dengan mulut."

Tulip merasakan pipinya memanas karena salah tingkah. Hippo yang sekarang ada di atas Tulip sangat mengejutkan.

"Jangan basa basi lagi, Mas. Saya makin kepikiran. Langsung aja."

Hippo menuruti kemauan perempuan itu dengan tidak bicara apa pun lagi. Segera Hippo melancarkan aksi dan mendapati Tulip meringis pelan karena dorongan Hippo.

"Sakit?" tanya Hippo pelan. Pria itu menghentikan sejenak gerakannya.

"Sedikit. Jangan ngapa-ngapain dulu, Mas. Sebentar."

Hippo mengangguk dan menunggu aba-aba dari Tulip, setelah kaki Tulip melingkar di pinggang pria itu dan membuat tubuh Hippo masuk lebih dalam, dari sanalah gerakan mereka berujung pada keintiman yang tidak bisa dibandingkan dengan apa pun.

"Say you like it," bisik Hippo.

Tidak buru-buru, Hippo melakukannya dengan gerakan yang terhitung lambat dan sukses membuat Tulip bisa merasakan sensasi gerakan tersebut dengan jelas. Semakin Tulip memejam, semakin perempuan itu tahu bagaimana bentuk rasa yang tidak terlihat itu.

"Ahhh," desah Tulip dengan kuku yang mulai menancap pada punggung Hippo karena tak bisa menahan diri. "I ... hum,"

"Apa? Katakan dengan jelas, Tulip." Hippo sengaja menekan tubuhnya lebih dalam dan membuat Tulip memekik.

"I like it ... so much." Tulip tidak akan memungkiri betapa nikmatnya dia dimanjakan dengan kualitas seks ini. Hippo tidak sembarangan memperlakukannya. Pria itu bahkan sangat lembut dan membawa Tulip menyadari bahwa dia menyukai kategori seks seperti ini. Tulip jatuh hati untuk tipe permainan yang tidak menggebu semacam ini.

Hippo diam-diam tersenyum senang. Dia menemukan diri Tulip menikmati permainan mereka dan ini pertanda baik.

"Saya nggak nyangka bisa ketemu kamu lagi dalam kondisi ini, Tulip."

Tulip tidak yakin dengan pendengarannya. Sebab mereka sedang sibuk bercinta saat ini, ditambah dengan Hippo yang agak tak sadar akibat meneguk wine mahalnya tadi. Tulip tak tahu apakah itu serius atau efek mabuk pria itu saja, yang jelas, Tulip menikmati ritme ini dengan serangan yang Hippo berikan.

[Suka? Seberapa suka kalian sama cerita ini?]

The Wedding Debt / TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang