5.1 ; The Wedding Debt

8.5K 1.1K 49
                                    

Tulip yang keras kepala karena masih dinaungi rasa tak enak hati memanfaatkan kesempatan memilih untuk kembali ke unitnya. Dia tak mampu memejamkan mata jika ada Hippo di sampingnya dan terlihat biasa saja menjalani semua ini. Ya, emang harusnya biasa aja, Lip! Sudah jelas Hippo memberi label FWB diantara mereka, kenapa masih tidak bersikap biasa saja?

Waktu yang berjalan dengan cepat membawa Tulip untuk segera bangun untuk bekerja. Berapa jam dia tertidur? Kenapa rasanya Tulip baru saja memejamkan mata, ya? Atau karena tubuhnya yang terlalu remuk hingga menginginkan waktu istirahat lebih?

Tidak menuruti rasa malas, Tulip mengambil kesempatan untuk membersihkan tubuh dan langsung bersiap menuju kantor. Tampilannya pagi ini lebih mencolok dengan riasan agak tebal, menyesuaikan warna di lehernya yang terkena sasaran Hippo semalam. Red blood adalah warna yang dipilih Tulip pagi ini dan membuatnya terlihat berbeda dari biasanya.

"Selesai." Tulip merapikan sedikit kerah kemeja hitamnya yang dipadukan dengan blazer merah yang cocok pada warna bibir perempuan itu.

Tulip tidak sempat memikirkan sarapan di rumah karena sekarang dia harus datang lebih awal dari Hippo. Semoga saja Tulip tidak terlambat, karena jika Hippo datang lebih dulu, maka penilaiannya sebagai sekretaris pria itu bisa menurun.

"7.15 masih bisa datang lebih cepet. Semangat, Tulip!" gumam perempuan itu untuk tetap tenang meski ingin sekali buru-buru.

Dibukanya pintu dan berniat bergerak cepat. Namun, Tulip terkejut bukan main dengan tubuh lebih tinggi darinya yang sudah berdiri di depan pintu. "Astaga!" seru Tulip sembari memegang dadanya yang hampir mencelos karena kehadiran pria itu. "Bapak? Kenapa tiba-tiba di depan pintu? Bapak bikin saya kaget."

"Kamu kaget, Tulip?"

Deja Vu. Tulip sepertinya merasa pernah mendengar momen semacam ini dengan seseorang. Apa yang sebenarnya aku pikirin, sih? Nggak mungkin mereka orang yang sama. Tulip yakin pria yang ditemuinya di masa lalu bukanlah pria yang ada di hadapannya kini. Hippo dan pria itu jelas berbeda.

"Jelas saya kaget, Pak. Kenapa, Bap—" Tulip tidak bisa melanjutkan kalimatnya karena sekarang Hippo mendorong tubuh mereka masuk ke unit perempuan itu.

"Pak?"

"Kita belum di kantor, kenapa kamu panggil saya dengan sebutan 'Pak'?" Hippo membuat tubuh Tulip terdesak di tembok. Pertanyaan itu sengaja disampaikan di depan bibir Tulip hingga membangkitkan ingatan Tulip mengenai semalam.

"Sudah pagi. Saya nggak bisa bersikap seenaknya."

Hippo menambah kedekatan mereka, memupus jarak dan sengaja mengecup bibir Tulip singkat tetapi cukup erat menempel seolah tak ingin lepas.

"Kamu bahkan sudah bersikap seenaknya sejak semalam," ucap Hippo dengan nada begitu dalam.

"Apa? Saya bersikap seenaknya apa, Pak?"

"Berhenti memanggil saya 'Pak', Tulip."

Menghela pelan, Tulip mengangguk dan mengulangi pertanyaannya. "Saya bersikap seenaknya apa, Mas Pome?"

"Kamu yang pergi ketika saya tidur. Kenapa kamu nggak mengatakannya pada saya?"

Tulip kebingungan untuk menjawab pria itu.

"Kamu nggak suka dengan yang kita lakukan semalam? Saya nggak bisa membuat kamu nyaman?"

"Bukan begitu, Mas—"

"Kamu nggak suka saya?"

Tulip mendesah lelah dan berakhir untuk mengalungkan lengannya pada pria itu. Ciuman mereka berjalan brutal dan Hippo tidak bisa menahan diri untuk tidak menjalankan tangannya pada tubuh perempuan itu.

"Kalo saya nggak suka Anda, kenapa saya mau melakukannya, Mas?" bisik Tulip membuat jantung pria itu berdebar kencang.

Kacau. Gue kacau lagi karena Tulip.

"Kalo gitu ... apa kamu suka sesi cepat?" Lo gila, Hippo?! Kenapa malah candu sama Tulip???

Tulip tidak tahu apa yang ada di mata pria itu, tapi Tulip seperti melihat sesuatu yang persis seperti pria masa lalu yang ditemuinya dulu. Siapa kamu sebenernya, Mas?

[Aloha! Mau infoin, special chapter 2 udah tayang di Karyakarsa, ya. Kalian makin paham pastinya pertanyaan di kepala Tulip dan Hippo ini. Happy reading💜]

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now