17.3 ; The Wedding Debt

2.2K 242 8
                                    

Tulip bisa melihat bagaimana Hippo menunjukkan dirinya menjadi pria yang rapuh. Bukan hanya rapuh, pria itu bahkan tidak bisa melakukan apa-apa. Hippo tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Lalu, bagaimana bisa melindungi keluarganya? Sosok Hippo yang Tulip lihat kini adalah tubuh pria itu saja tanpa adanya jiwa yang mengisi. Cinta yang Tulip coba untuk pendam kembali menyeruak ke permukaan hatinya dan menjadikannya begitu lemah dalam sekali hentak. 

"Apa yang kamu lakukan?" gumam Tulip kepada suaminya yang dipasangi banyak alat di tubuhnya. 

Melihat kondisi Hippo yang begini, membuat air mata Tulip terjatuh. Sama seperti Nania, mereka menangisi luka di tubuh pria itu. 

"Aku belum selesai mengeluarkan semua kemarahanku karena kehilangan adik Nania, Mas. Kenapa kamu malah melakukan ini? Kamu mau menyusul adik Nania? Lepas dari tekanan perceraian yang aku ucapkan? Kamu mau meninggalkan aku dan Nia?"

Tulip tidak bisa menata emosinya sama sekali. Perempuan mana yang bisa langsung mengurus hatinya dengan baik setelah kehilangan anak mereka? Hati Tulip masih basah akan luka, tapi pria yang harusnya menjadi bulan-bulanan Tulip malah terkapar lebih parah. Pemandangan itu bukannya mmebuat Tulip senang, justru malah semakin terluka. Semua musibah memang tidak akan pernah mengatakan kapan datangnya. Ketidaktahuan itulah yang memupuk rasa terkejut hingga takut. 

Tulip tidak tahu apa yang dia inginkan disaat seperti ini. Dia sudah lelah dengan sikap Hippo, ingin melepaskan segalanya. Namun, dia dipaksa untuk memberikan seluruh perhatian pada pria yang tidak bisa melakukan apa pun itu. Tulip seakan dipaksa melupakan keinginannya untuk berpisah dari Hippo karena hal ini. Tulip benar-benar kehilangan arah untuk memutuskan jalan hidupnya.

Dalam lamunannya, Tulip terkejut dengan bunyi ponselnya sendiri. Sudah lama rasanya tidak menggunakan benda itu semenjak keguguran dan kecewa atas rasa kehilangan menerpanya. Akhirnya ponsel itu kembali hidup dan Tulip gunakan meski seadanya saja.

Nomor yang tak dikenalinya menghubungi ditengah kekalutan Tulip, dan meski enggan, Tulip tetap berusaha mengangkat panggilan itu. 

"Halo?"

"Tulipa. Dimana kamu sekarang?" 

Tulip sempat tidak menyadari siapa sosok yang bicara dengannya saat ini dipanggilan tersebut jika saja pria itu tidak menyebutkan jati dirinya.

"Ini Lentera. Saya sedang menunggui Pak Agungsyah di rumah sakit. Dari informasi yang saya tahu kamu sedang berada di rumah sakit dan kehilangan anak kedua kalian. Saya turut berduka dengan kabar itu."

Tulip terasa asing dengan ucapan bela sungkawa dari semua orang. Kepada Agungsyah yang memang pernah menjenguknya tanpa bicara apa-apa, Tulip juga tidak mengharapkan ucapan bernada kasihan itu.

"Saya sudah baik-baik saja, Lentera. Saya mau bertanya kenapa nomor ayah Hippo tidak aktif? Tadi pengasuh anak saya bilang mengabari mengenai Hippo yang kecelakaan--"

"Itu dia alasannya. Pak Hippo kecelekaan dan Pak Agungsyah yang syok mendengarnya sekarang masuk rumah sakit juga karena serangan jantung."

Tulip mengurut keningnya. Ada apa dengan rumah sakit? 

Di sini banyak sekali kesalahpahaman dan musibah dalam satu waktu. Kini Tulip harus menguatkan dirinya sendiri karena tidak ada yang bisa menjadi kuat selain diri Tulip sendiri. 

"Tulipa?" 

"Saya sekarang di rumah sakit Hippo dirawat dan saya akan menjenguk ayah Hippo begitu ada waktu luang, Lentera. Untuk sementara, saya minta tolong untuk menjaga ayah Hippo. Kabari saya begitu ayah bangun atau memang membutuhkan bantuan yang mendesak."

Panggilan itu berakhir dan Tulip semakin sesak dengan kondisi yang mendesaknya. Kondisi anak dan ayah yang seharusnya Tulip limpahi amarah malah membutuhkannya. Yang sekarang Tulip rasakan adalah bingung dan kalut. Sedangkan kejutan yang sebenarnya belum menunjukkan batang hidung di depan perempuan itu. Pada saat itu, apa yang akan Tulip lakukan?

The Wedding Debt / TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang