14.1 ; The Wedding Debt

1.7K 177 4
                                    

Tidak ada hal yang lebih membahagiakan selain keluarga kecil mereka yang semakin hari semakin kompak. Tulip harus mengakui bahwa dirinya juga semakin bahagia dengan pernikahannya yang semakin lengket dengan Hippo. Setelah pernyataan cinta dan cerita yang pria itu bagi mengenai masa lalu mereka, rasanya hari-hari diisi dengan bunga-bunga bermekaran. Tulip memang tidak mengingat mengenai masa lalu mereka, tapi cinta yang mereka miliki hingga sekarang adalah hal yang paling penting. 

"Mas, gendongan Nania, dong. Tolong, ya."

Tulip lebih leluasa untuk meminta ini dan itu kepada suaminya yang sekarang semakin menunjukkan sisi suami siaga yang pria itu miliki. Tulip tidak merasa canggung untuk meminta ini dan itu lagi agar pekerjaannya terasa lebih ringan. 

"Iya, Sayang."

Tulip selalu tersipu ketika suaminya memanggil dengan sebutan sayang. Kedekatan mereka benar-benar menjadi nyata dan semakin kuat setiap harinya.

Wajah meronanya tak pernah luput pengawasan Hippo. Pria itu datang membawakan gendongan Nania dan mendekati istrinya dengan gestur menatap lekat perempuan itu hingga semakin salah tingkah.

"Makasih, Mas."

"Sama-sama, Sayang."

Tulip semakin merasakan wajahnya memanas karena dibuat tersipu berulang kali.

"Telinga kamu merah banget," ucap Hippo yang membuat Tulip langsung menyentuh telinga kirinya karena tangan kanan sibuk merengkuh Nania.

"Masa? Merah kenapa, ya, Mas?" Tulip mencoba berakting tidak menyadari bahwa telinganya memerah karena dipanggil sayang berulang kali oleh suaminya sendiri.

Sedangkan Hippo langsung merangkul pundak istrinya dan tertawa kecil. "Kamu sangat menggemaskan, Li. Nia sudah semakin besar dan kamu malah memerah setiap aku panggil sayang."

Tulip yakin dirinya terlalu menikmati semua perhatian yang suaminya berikan hingga tidak menolak ketika Hippo membuatnya mendongak dan pasrah ketika bibirnya dicium oleh pria itu. Padahal mereka akan berangkat untuk jalan-jalan sejenak sebagai keluarga kecil yang bahagia.

"Rasanya aku mau di rumah aja, Tulip." Pria itu membisikkan kalimat yang sontak membuat Tulip merasa malu.

Untung saja Nania sibuk dengan empeng kesayangannya tanpa memprotes dengan tindakan yang orang tuanya lakukan karena sempat saja berciuman. Nania tampaknya sudah paham bahwa bunga-bunga cinta sedang bermekaran diantara papa dan mamanya.

"Berangkat sekarang?" tanya Hippo yang ingin memastikan apakah istrinya masih mau pergi piknik atau mengikuti kemauan pria itu untuk tetap berada di rumah melakukan banyak hal yang tidak bisa dilakukan diluar.

"Iya. Ayo, berangkat. Nania udah nggak sabar buat jalan-jalan."

Tulip merapikan topi yang digunakan Nania dan anak itu kembali menarik bagian yang dekat dengan telinga hingga mengsol dari posisi seharusnya.

"Nania ... mama udah bikin cantik, kamu malah berantakin topinya lagi, Nak."

Hippo tersenyum senang mendapati pemandangan itu. Istri dan anaknya adalah perpaduan yang bisa membawa kebahagiaan penuh untuk Hippo.

"Jangan dipaksa kalo Nia nggak mau pakai, Ma."

Hippo mencoba melepaskan topi untuk anaknya yang terlihat gemas ingin menarik topi bermotif bunga matahari itu.

"Nania biar nggak kepanasan, Mas. Udah, ah. Ayo ke mobil, keburu anaknya nangis kalo ngurusin topinya terus."

Hippo mengangguk dan berjalan lebih dulu ke mobil. Mereka masuk dan akan segera pergi ke taman kota dengan bekal yang sudah Tulip siapkan. Mereka akan belajar menjadi keluarga bahagia secara perlahan. Sebab kebahagiaan adalah pilihan, bukan hal mustahil untuk didapatkan jika kita bisa memilihnya dengan segala pelajaran yang ada.

The Wedding Debt / TAMATWo Geschichten leben. Entdecke jetzt