12.2 ; The Wedding Debt

4.9K 606 11
                                    

Tidak ada yang bisa Tulip lakukan ketika suaminya sudah membawa pengasuh untuk anak mereka. Pengasuh yang usianya masih terhitung muda itu bernama Ane. Tak peduli nama panjangnya, Hippo mengenalkan pengasuh itu bernama Ane dan akan membantu Tulip untuk mengurus Nania selama Hippo tidak bisa membantu Tulip. Yang paling penting adalah, Hippo tidak mau istrinya semakin sering sakit karena mengurus semua sendiri. 

"Padahal ada Siwi yang udah bantu urusan rumah, Mas. Kenapa kamu malah putuskan untuk menyewa jasa pengasuh untuk Nia?" 

Hippo menatap istrinya dari pantulan cermin. Pria itu sedang bersiap untuk berangkat kerja dan Tulip tidak sepenuhnya siap dengan kedatangan pengasuh Nania pagi ini. 

"Aku nggak mau kamu jatuh sakit lagi."

Sejujurnya Tulip menikmati masa seperti ini, perhatian yang Hippo berikan sungguh tidak akan pernah dilupakan oleh perempuan itu. Hati Tulip semakin bermekaran karena sikap pria itu. Semakin hari, semakin Tulip bisa merasakan bahwa pernikahan ini bukan hanya sekadar ajang untuk membayar hutang. Tulip ingin melupakan fakta kenapa dia mau ditempatkan oleh Agungsyah seperti ini. 

"Aku nggak bisa percaya sama orang lain untuk mengurus anakku, Mas."

Hippo mendekati istrinya dan duduk di samping perempuan itu. "Aku tahu itu. Tapi aku nggak bisa lihat kamu lebih tersiksa dengan mengurus semuanya sendiri. Aku nggak mau kamu tertekan dan merasakan apa pun sendirian. Sejak hamil Nania, aku tahu kamu lebih memilih memendam segalanya sendiri. Berhenti untuk memendam rasa lelah kamu atau apa pun itu sendiri. Sekarang kamu adalah istriku, ibu dari Nania."

Tulip tidak tahu bahwa dirinya bisa sebegini terpesonanya dengan figur seorang Hippo setelah menjadi suaminya. Dengan mata mereka yang bertemu dan mengikat pesan satu sama lain, Hippo yang tak bisa menahan diri dibiarkan saja oleh Tulip untuk memberikan ciuman di pagi hari yang belakangan tak pernah dilakukan karena sibuk memperhatikan Nania saja. 

"Mas ... kamu kerja." Tulip berusaha mengingatkan Hippo meski tidak melepaskan pria itu. Karena sekarang tangan Tulip mencengkeram bagian kemeja pria itu karena mengharapkan hal yang lebih dari ciuman.

Hippo yang menyadari bahwa Tulip juga menginginkannya memilih untuk menulikan telinga. Dengan gerakan cepat pria itu kembali menyatukan bibir mereka dan menindih tubuh Tulip tanpa peduli kemejanya akan menjadi kusut atau kemungkinan dirinya untuk mandi lagi dan terlambat ke kantor.

"Berapa lama kita nggak melakukannya, Tulip?" tanya Hippo dengan suara yang begitu dalam dan rendah. 

Tulip mengatur napasnya akibat ciuman suaminya yang menuntut dan menjawab dengan pelan. "Sejak kamu nggak memberi aku kesempatan untuk menjadi murahan."

Hippo mencium bibir istrinya agak keras karena dia ingin memperingatkan Tulip. "Aku nggak suka kamu menggunakan kata murahan untuk diri kamu sendiri, Tulip."

"Kenyataannya aku memang berharap kamu sentuh saat itu. Aku bahkan yang lebih dulu menawarkan dengan cara bertanya. Kamu yang menolak aku dan aku jadi males untuk dekat-dekat kamu karena ujungnya kamu akan menolakku."

Hippo tahu dirinya terkesan jahat, tapi Hippo merasa bahwa tidak terlambat untuk menahan diri menyentuh Tulip yang saat itu hamil. Hippo tidak ingin menyetubuhi Tulip yang sedang hamil karena takut melukai bayi di dalam perut perempuan itu. Namun, Hippo juga menginginkan hal yang sebenarnya ditahannya dengan keras sama seperti Tulip. 

Tulip membuka kembali kancing kemeja suaminya dan Hippo sibuk melepas pakaian istrinya yang pagi itu kebetulan masih menggunakan gaun tidur sepaha yang belum diganti.

"Aku belum mandi, Mas."

Hippo menciumi rahang hingga dada Tulip seraya bergumam, "Mandi besar habis ini."

Mereka akan membuat orang-orang kebingungan dengan sesi pagi panas ini. Meski begitu, Hippo dan Tulip tidak peduli karena mereka benar-benar membutuhkan pelepasan yang ditahan sangat lama!

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now