17.2 ; The Wedding Debt

2.5K 278 7
                                    

Ane benar-benar tidak mendapati kedatangan kakek Nania di rumah sakit. Ya, bagaimana? Agungsyah menutup panggilan disaat Ane belum menjelaskan rumah sakit mana Hippomenes dirawat. Nania bahkan harus tidur di pangkuan Ane dalam kondisi yang bisa dikatakan menyedihkan. Ane sudah tidak bisa lagi mengurus ini sendirian. Terlebih dirinya bukan keluarga Hippo yang sebenarnya. Jadi, dengan modal nekat dan putus asa, Ane meminta waktu sebentar untuk pergi kepada bagian perawat jika saja nantinya wali dari keluarga Hippo dipanggil. Ane harus melakukan sesuatu agar semuanya bisa diurus dengan benar.

Satu-satunya jalan keluar adalah  dengan mengunjungi majikan perempuannya yang tak mau pulang meski sudah dinyatakan sehat. 

"Bu!" seru Ane dengan langkah tergopoh dan menggendong Nania.

Situasi ini benar-benar membuat Ane kebingungan. Hippo dilarikan di rumah sakit yang berbeda dengan Tulip berada, jelas saja Ane jadi kesana kemari selayaknya anjing kepanasan. 

Tulip yang melihat pintu ruangannya dibuka dengan paksa dan kasar langsung menatap tajam si pelaku.

"Ane? Kamu ini kenapa sekasar itu membuka pintu?!"

"Saya nggak ada waktu jelasinnya, Bu."

"Bawa Nania tidur di sini." Tulip tetap mengutamakan anaknya yang terlihat tidak nyaman tidur digendongan Ane. 

"Nggak ada waktu, Bu!" Kali ini Ane berkata dengan lebih keras.

Tulip memandang Ane dengan kernyitan. "Kamu ini kenapa, sih? Aneh sekali sikap kamu, Ane!"

"Bapak kecelakaan, Bu. Masih di IGD! Saya tadi telepon kakeknya Nania, tapi langsung dimatiin. Saya nggak tahu kenapa. Saya nggak bisa ngurusin bapak dan Nania sendirian, Bu. Saya jujur aja pusing, apalagi Nania panik karena sempet liat bapak yang dibawa ke IGD."

Tulip terdiam dan tidak bisa berkata apa-apa. Dia baru saja merasakan sesuatu menyambar layaknya petir. Meski tak pernah tahu bagaimana rasanya disammbar petir, tapi Tulip benar-benar tidak bisa bergerak dan merasa lemas seketika.

"Kamu jangan bercanda. Ini akal-akalannya Hippo, kan? Dia mau supaya saya keluar dan pulang ke rumah?"

Ane menggeleng dengan putus asa. "Saya udah capek jelasinnya, Bu. Mendingan Ibu ikut saya ke rumah sakit bapak dirawat. Saya butuh bantuan Ibu buat adi walinya bapak di rumah sakit, Bu. Saya mohon percaya saya kali ini. Kalo nantinya Ibu mau tidur di sini lagi saya juga nggak bakal komentar, Bu. Please, Bu."

Siapa yang tidak akan terpengaruh dengan Ane sekarang? Tulip memang seharusnya tidak menginap di rumah sakit hanya untuk menghindari suaminya. Kondisinya mungkin akan semakin parah dari hari ke hari jika terus menginap di rumah sakit. 

"Saya nggak akan maafin kamu kalo menjadikan semua ini lelucon, Ane."

"Saya juga nggak akan sebodoh itu menjadikan ini lelucon, Bu."

Pada akhirnya Tulip mengikuti Ane dan memutuskan untuk membereskan barang-barangnya. Rasanya tidak mungkin terus berada di sana dan kembali layaknya hotel. Tulip mengurus dirinya sendiri dan memastikan Ane bisa mengurus Nania. Mereka memutuskan ke rumah, Tulip tentu saja tidak mau anaknya kelelahan karena ikut ke rumah sakit.

"Ibu mau jagain Nania di rumah?" tanya Ane yang tidak mendapatkan perintah apa pun.

"Saya yang ke rumah sakit. Saya bisa mengurusnya, kamu jagain Nania di rumah dan hubungi saya lebih dulu kalo mau ke sana sama Nia, ya?"

Ane akhirnya bisa bernapas lega karena dibantu oleh Tulip. Akhirnya dia bisa melihat majikan perempuannya kembali beraktivitas dan paling tidak, Nania akan bahagia mamanya sudah kembali seperti biasanya meski luka di dalam hati perempuan itu tidak terobati.

Tulip pergi menuju rumah sakit dan menyiapkan hatinya yang masih hancur harus kembali hancur karena cinta dan kecewa yang bercampur dengan rasa sedih dan tak ingin kehilangan. Walaupun dia meminta perceraian dari Hippo, tapi dia tak mau dan tak siap jika harus kehilangan untuk kedua kalinya dalam arti tak bisa selamanya bertemu. Bertahanlah, Mas. Kita harus berpisah baik-baik, bukan seperti ini. 

The Wedding Debt / TAMATTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon