16.2 ; The Wedding Debt

1.7K 250 10
                                    

Tulip berusaha untuk tetap tenang dan melayani suaminya yang baru pulang bekerja. Hippo tidak terlihat tertarik dengan semua yang Tulip lakukan. Pria itu hanya membiarkan istrinya melakukan apa yang biasanya dilakukan. Bedanya, Hippo menghindari kontak fisik dan kontak mata dengan Tulip. Tidak ada pembicaraan yang mengisi ruang di sekitar mereka, Hippo meninggalkan Tulip ke kamar mandi tanpa perlu meminta disiapkan air hangat seperti biasanya. Pria itu masih dalam mode penuh kemarahan dan kekecewaan pada Tulip. Jadi, yang harus Tulip lakukan adalah bersabar. 

Untuk mengusir pikirannya dari banyak pengaruh buruk untuk kembali membuat usahanya tak berhasil, Tulip memilih untuk menyiapkan pakaian suaminya seperti biasanya. Tidak ada waktu untuk bersedih dan melamun. Tulip harus bergerak jika ingin mendapatkan maaf dari suaminya dan memperbaiki hubungan ini. Tulip terus bergerak untuk mengenyahkan pemikiran buruk.

Menyiapkan makanan untuk dibawa ke kamar agar suaminya tidak perlu menunggu terlalu lama juga menjadi aktivitas yang biasanya Tulip lakukan dengan baik. Dia memastikan bahwa mandi dan menyiapkan makanan untuk suaminya tidak terlalu berjarak. Tidur saat  perut lapar sungguh tidak mengenakkan bagi Tulip. 

Tulip bergerak menuju kamarnya dan Hippo. Dia membuka pintu tanpa mengetuk hingga bentuk tubuh suaminya yang sedang berganti pakaian menjadi pemandangan bagi Tulip. Tidak seperti perempuan itu, Hippo hanya menoleh dan tidak peduli dengan keberadaan istrinya. Salah tingkah yang semula mendominasi Tulip dalam sekejap hilang karena tatapan dingin serta ekspresi datar pria itu. 

Semangat Tulip semakin luntur ketika mendapati pakaian yang dirinya siapkan di pinggir ranjang tak disentuh oleh pria itu. Hippo mengambil pakaian sendiri dan membuat isi lemari menjadi berantakan. 

Rasanya luar biasa sakit. Diabaikan oleh suami sendiri dan tidak mendapatkan tanggapan yang baik adalah hal menyakitkan. Namun, Tulip kembali lagi pada apa yang sedang terjadi sejak kemarin. Pria itu sudah mulai mengabaikan Tulip karena rasa kecewa. 

"Makan dulu, Mas." Tulip mengeluarkan suara. 

Hippo diam. Tidak ada yang pria itu tanggapi seolah Tulip bukan manusia di ruangan itu. Meski sedih, Tulip tetap menaruh nampan di nakas agar suaminya bisa mengisi perut. 

"Aku taruh sini, ya. Kamu bisa mak--"

Tulip tidak bisa meneruskan kalimatnya karena Hippo mengambil ponsel, menatapnya dengan fokus dan berjalan keluar kamar. Pria itu meninggalkan Tulip yang kebingungan harus melakukan apa. 

Biasanya Hippo keluar kamar untuk melihat kondisi putrinya dan akan kembali ke kamar mereka untuk mengobrol sebentar atau langsung meminta jatah malam jika memang rasa lelah pria itu masih bisa ditolerir. 

Tulip menatap makanan yang dia bawa, Hippo pasti tidak akan mau untuk menyentuhnya dengan sikap seperti ini. Tulip menitikkan air mata membayangkan makanannya akan terbuang begitu saja. 

Namun, Tulip tidak bisa mengandalkan tangis saja. Dia harus berusaha untuk mendekati Hippo dan berbicara dengan pria itu. 

"Ayo, Tulip! Jangan patah semangat untuk minta maaf."

Motivasi utama Tulip menyemangati dirinya sendiri adalah untuk membuat Nania tidak menjadi korban dari perang antara papa dan mamanya. Jangan sampai Hippo menghindari Nania hanya demi tidak bertatap muka dengan Tulip.

Saat pintu kembali terbuka dan Tulip mendapati suaminya, senyuman merekah. Dia nggak tidur di luar. Tulip bisa bernapas lega dengan hal ini. 

"Mas, aku minta maaf. Aku mohon jangan bersikap begini. Kamu boleh bersikap dingin dan ketus sama aku, tapi jangan sampai kamu mengabaikan Nania."

Hippo berhenti dan menatap istrinya. Tulip tidak tahu apa yang akan pria itu ucapkan, tapi perempuan itu jelas sangat menantikan kesempatan bisa mendengar suara suaminya kembali.

"Trik apa lagi yang akan kamu lakukan dengan memanfaatkan Nania, hm?"

Trik? Suaminya mengatakan ini trik? Saat itu juga Tulip merasakan sakit hingga ke ulu hatinya. 

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now