9.1 ; The Wedding Debt

7.2K 1.1K 61
                                    

Buat apa bicara jika yang dibahas adalah ketidaksiapan? Sejujurnya Tulip sedang bertugas untuk mengulur waktu karena enggan bicara banyak dengan pria yang sedang duduk di sofa apartemennya dan tidak bisa menjaga mulutnya untuk tetap diam. Ada saja yang pria itu ucapkan karena Tulip memang sengaja mengabaikannya dan fokus pada makanannya.

"Kamu mau makan sendirian aja?" tanya pria itu.

Tulip tidak memberikan banyak balasan selain matanya yang melirik dengan tajam. Pria itu tidak akan mengerti bahwa sebenarnya Tulip tidak bersedia bertatap muka atau bahkan bicara banyak dengan Hippo.

"Emangnya harus makan rame-rame?" Ketus Tulip membalas.

Hippo terlihat tak bisa langsung menjawab Tulip. Dia yakin perempuan itu memang sedang tak mau diajak bicara baik-baik, tapi dia memang tak bisa diam saja dengan Tulip yang sibuk menghindarinya.

"Jadi saya nggak bisa cicip masakan kamu?"

Tulip menatap Hippo yang seperti tak tahu diri. Kedatangan pria itu bukan untuk meminta makan, tapi untuk mengusik pemahaman Tulip yang bertahan dengan kehamilannya.

"Kamu mau ke mana?" tanya Tulip yang melihat pria itu berjalan menuju dapur.

"Cari makanan," jawab Hippo.

Tulip memilih untuk tidak melakukan apa pun. Terserah apa mau pria itu, karena Tulip sedang tak ingin banyak berinteraksi dengan Hippo yang sudah menyakiti hatinya dengan ucapan pria itu saat di rumah sakit.

Apa katanya tadi? Aku nggak mungkin hamil? Pria macam apa yang sedang dirinya temui kini? Mengejutkan sekali Hippo bisa bicara dengan kalimat semacam itu. Ya, meskipun memang tidak ada manusia yang sempurna dan sepenuhnya baik, Tulip tidak menyangka saja Hippo akan melakukan hal demikian.

"Kamu sengaja sisain sedikit?"

Hippo kembali datang dengan pasta yang sudah dipindahkan ke piring dan terlihat menggoda selera siapa saja yang melihatnya.

Tulip tidak menggubris dan segera menghabiskan makanannya agar pria itu bisa bicara dan segera pergi dari sana.

Tulip yang memang lapar sudah menyelesaikan makanannya dan membawa piring serta gelas kotornya ke dapur. Dia langsung mencuci peralatan makannya untuk membuat Hippo segera menghabiskan makanannya. Karena tak akan Hippo betah berlama-lama makan jika Tulip sudah bergerak membersihkan makanan mereka seperti kebiasaan yang sudah terjalin selama beberapa bulan kedekatan.

"Nitip, ya." Hippo meletakkan piring kotor yang sudah dipakainya. Tulip masih setia tidak menggubris pria itu sama sekali.

Beberapa menit berlalu, Tulip menyelesaikan kegiatannya dan berjalan menuju Hippo yang mengusap wajahnya tanpa sadar dengan kedatangan Tulip.

"Mau ngomong apa?" Suara Tulip membuat Hippo salah tingkah. Pria itu langsung menegakkan punggung.

"Soal kehamilan kamu, Tulip."

"Kenapa? Apa ada masalah, Mas dengan kehamilan saya?"

Hippo mendesah napas frustrasi. "Bukan masalah kalau kamu hamil disaat kita resmi menikah, Tulip."

"Dan bukan masalah jika kamu nggak membuat ini menjadi masalah, Mas Pome."

Hippo terlihat kebingungan. "Kamu akan dinilai buruk, Tulip. Saya nikahi kamu dalam keadaan hamil, pasti akan membuat orang kantor menilai kamu buruk."

Kali ini giliran Tulip yang menghela napasnya. "Saya memang sudah dinilai buruk sejak awal di sana, kan? Kenapa harus baru dipikirkan sekarang?"

"Jadi kamu maunya saya nikahi secara dadakan, Tulip?"

Tulip mengangkat kedua tangannya pertanda menyerah. "Terserah, Mas. Terserah. Saya nggak berharap dinikahi oleh pewaris SYAH CORP. Saya bisa mengurus anak saya sendiri."

"Kamu ini sangat keras kepala, Tulip. Kamu tahu??"

"Ya. Saya keras kepala karena saya sedang memperjuangkan harga diri saya sebagai perempuan dan seorang ibu!" Tulip berseru dengan sangat frustrasi dengan sikap Hippo.

Hippo tidak ingin melihat Tulip yang hilang kendali begini, pria itu langsung mendekati Tulip dan memeluknya. "Maaf, Tulip. Maafkan saya."

"Saya nggak butuh maaf, Mas Pome. Saya nggak butuh kata maaf ... saya nggak butuh itu." Tangisan Tulip mulai tak terkendali karena emosinya yang campur aduk.

"Saya akan tetap meminta maaf, Tulip. Dulu, sekarang, dan nanti. Sampai kapan pun itu, Tulip. Saya akan terus meminta maaf."

Apa, sih, yang dibicarakan pria ini?

[Rencananya aku bakal cetak bundling buat The Wedding Debt dan Darling. Tapi nanti ebook duluan yang publish. Aku mau coba cetak SP jadi nanti versi cetak Darling dan The Wedding Debt itu sangat terbatas. Kalo kalian mau, nanti kita bisa list dulu jadi aku bisa cetak sesuai daftar pesanan.]

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now