11.2 ; The Wedding Debt

6K 820 17
                                    

Setiap kali Tulip harus memeriksakan kandungan, saat itu juga hatinya bagaikan diremas oleh sesuatu yang menyakitkan hingga ngilu ke ulu hatinya. Pria yang duduk menunggu panggilan dari beberapa antrian di samping Tulip kini bukanlah pria yang bisa disebut sebagai suami. Tak seperti pemandangan pasangan suami istri lainnya, Tulip dan Hippo menahan diri untuk bersikap luwes layaknya mereka yang sedang merayakan kehadiran bayi di dalam perut sang istri. 

Keduanya terlalu sengaja untuk bisa bersenang-senang menyambut bayi mereka yang jelas ingin diperhatikan selayaknya yang lain. Namun, Tulip yang sudah memberikan penjelasan pada dirinya sendiri memilih tidak banyak berinteraksi dengan Hippo. Sedangkan pria yang begitu diharapkan bisa memberi perhatian dengan baik itu malah sibuk dengan pikirannya sendiri yang sudah terlalu merasa bersalah pada Tulip. 

"Aku nggak tahu bagaimana bisa menjelaskannya ke kamu soal tadi pagi." Hippo membawa topik untuk mereka gunakan sebagai ajang agar suasana diantara mereka berdua tidak begitu kaku. "Aku beneran minta maaf."

"It's okay, salah aku yang terlalu mementingkan perasaan di atas urusan yang lebih penting bagi kamu. Harusnya aku bisa lebih mengerti dengan kondisi kamu." 

Itu terdengar sebagai sindiran di telinga Hippo. Meski tidak terima dengan sindiran itu untuk sesaat, tapi Hippo tahu bahwa memang yang diucapkan oleh Tulip benar. Hippo memiliki pemikiran yang lebih rumit untuk memutuskan segalanya. Dia tak mau pernikahan menjadi ajang menakutkan ketika keadaan belum benar-benar aman. Hippo tak ingin kehilangan bayinya dan Tulip. Lagi pula, menunggu beberapa bulan lagi tidak salah sama sekali, kan? 

"Apa pun itu, Tulip. Aku meminta maaf jika terlalu banyak mengecewakan kamu."

"Oh, nggak. Kamu nggak pernah mengecewakan aku sama sekali. Jangan merasa terbebani, Mas. Aku sudah melupakan kejadian beberapa waktu itu, jangan terlalu kamu pusingkan."

Hippo mendesah dengan lelah. Jika perempuan itu benar-benar melupakannya, kenapa malah dibahas dengan nada sinis? Tulip sepertinya terlalu mendalami perannya sebagai pasangan yang sedang dalam mode senggol bacok, tentu saja dengan cara membacok Hippo menggunakan segala kalimat sinis yang muncul dari bibirnya. 

Keterdiaman adalah cara yang dirasa tepat oleh Hippo hingga panggilan demi panggilan akhirnya sampai pada nama Tulip. Memasuki ruang pemeriksaan adalah hal yang selalu menegangkan bagi Tulip dan dia tidak siap menggenggam tangan Hippo untuk mendengar kabar terbaru bayi mereka. Namun, Tulip tetap menginginkan perhatian selayaknya suami siaga dari Hippo. 

"Berat badan bunda agak turun, ya." Dokter selalu lebih dulu tahu bahwa kondisi Tulip tidak baik-baik saja selama masa kehamilan ini. 

"Banyak pikiran, ya, Bun?" tanya si dokter yang hanya diberikan senyuman dari Tulip. 

Mau menjawab apa? Penyebab beban pikiran dan bobot tubuh Tulip menurun juga karena pria yang menemaninya saat ini. Mau jujur, Tulip hanya akan mendapatkan harapan kosong. 

"Dijaga, ya, Pak kondisi bundanya. Kasihan dedek di dalam perut bunda kalo bundanya dibiarin mikir berat terus."

Sebenarnya semua nasihat dokter memang tidak ada yang salah. Namun, kondisi masing-masing pasien saja yang terkadang tak tepat untuk diberikan masukan semacam itu. 

Pasangan ini, bagi dokter adalah pasangan paling banyak diam dan enggan menjawab dengan gamblang. Maka dari itu, pemeriksaan juga hanya aktif mendengarkan informasi dari dokter saja. Hingga keluar dari ruang pemeriksaan pun, keduanya memilih diam dengan pemikiran masing-masing.

"Mau jalan-jalan?" tanya Hippo.

"Buat apa?"

"Biar kamu nggak stres di rumah terus."

Aku lebih stres kalo harus berlama-lama sama kamu, Mas. 

"Nggak, aku pengen pulang aja. Aku mau tidur."

Jawaban itu membuat Hippo kebingungan harus melakukan apa. Jika begini terus, Hippo takut bayinya akan lahir lebih cepat karena kondisi Tulip yang sepertinya terlalu banyak beban pikiran. 

"Aku harus lakuin apa supaya kamu nggak tertekan?" 

Tulip memandang bingung pada Hippo yang masih belum beranjak dari tempat dan Tulip sudah mendahului. 

"Pulang dan kita bicarakan di rumah." 

[Bab 12 secara full sudah bisa dibaca di Karyakarsa, ya. Bagi yang udah beli paket The Wedding Debt nggak perlu beli satuan lagi, langsung baca aja. Thank you 💓]

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now