2.1 ; The Wedding Debt

12.3K 1.7K 46
                                    

Hippo tidak memiliki kesempatan untuk bicara lagi karena Agungsyah mengusirnya dengan cara paling kejam, dari seorang ayah pada anaknya. Hippo ditarik oleh pengawal ayahnya dan pria tua itu memberikan kalimat terakhir untuk membuat Hippo jera.

"Kalo nantinya Nania nggak mau bertemu dengan papanya lagi, itu bukan karena siapa-siapa, melainkan kamu sendiri yang membuatnya sadar bahwa Nania tidak dicintai dengan kadar seimbang. Cinta dari Tulip lebih besar untuknya dan papanya hanya sibuk mencari pembenaran atas semua sikapnya."

Saat kini Hippo berada di dalam mobilnya dan menatap ponselnya. Pria itu menyadari banyaknya panggilan yang ada di ponselnya adalah milik Tulip. Perempuan itu mengirimkan pesan suara yang berisi, "Mas, tolong pulang. Aku kayaknya pendarahan."

Itu pesan suara yang sudah menumpuk diantara pesan pribadi lainnya, tapi memang Hippo menandainya di tempat paling atas agar kolom perpesanan mereka tidak tenggelam.

Dua minggu lalu Tulip membutuhkannya-sangat membutuhkan-hingga Hippo bisa mendengar tangisan di pesan suara itu meski samar. Tulip selalu berusaha kuat dalam segala hal. Termasuk pencapaiannya sebagai seorang ibu. Namun, kelemahannya dipertontonkan karena rasa lelah dan ingin menyerah menghadapi Hippo.

"Berapa banyak luka yang kamu dapat?" gumam Hippo pada foto Tulip yang ada di ponselnya.

Mau menerimanya atau tidak, Hippo memang tak bisa melepaskan Tulip sekalipun dia sadar bahwa sudah banyak luka yang diberikan pada wanita itu.

Enam tahun usia pernikahan mereka, bukan tujuh atau enam lebih beberapa bulan. Hippo menikahi Tulip setelah Nania lahir, bukan saat wanita itu diketahui mengandung Nania. Bukan proses yang mudah bagaimana Tulip akhirnya mendapatkan status sebagai istri seorang Hippomenes Yugasyah.

"Pa pa pa." Kata pertama yang Nania bisa ucapkan dari bibirnya adalah papa. Padahal Hippo tahu Tulip agak kecewa karena bukan 'mama' yang pertama kali Nania serukan.

Hippo tersenyum mengingat bagaimana Nania bisa perlahan menyatukan dirinya dan Tulip. Momen indah yang seharusnya Hippo syukuri dan sadari belum tentu akan terulang lagi ke depannya.

Senyuman di bibir Hippo bertolak belakang dengan wajahnya yang basah. Dia tidak tahu mengapa airmatanya terjatuh dan membuat kepalanya mendadak pening.

"Kenapa, sih, ini?" tanya Hippo pada dirinya sendiri. Harusnya dia berbuat sesuatu bukannya malah menangis begini.

Hippo meletakkan ponselnya asal. Dia menyalakan mesin mobil dan mengendarai dengan kecepatan yang cukup tinggi. Tujuannya adalah rumah sakit dimana Tulip berada. Dia akan mengemis pada wanita itu untuk mendapatkan maaf dan kesempatan agar Nania bisa merasakan keluarga utuh kembali. Oh, Nania belum pernah merasakan keluarga utuh sepertinya. Maka Hippo akan memohon pada Tulip untuk memulai kembali pernikahan mereka yang tak sempurna dengan halaman baru. Sebab Hippo tidak bisa melepaskan Tulip dan Nania.

Apa jadinya hidup Hippo tanpa keduanya? Meski jarang ada di rumah, tapi Hippo selalu disambut dan ditunggu selama ini. Dulu dia memang santai saja dengan pemikiran hidup sendiri dan tanpa anak. Namun, sekarang Hippo tak bisa membayangkan hidupnya tanpa keluarga.

Pemikirannya yang terlalu fokus pada Tulip dan Nania membuat Hippo tak peduli dengan hal lain. Pandangannya lurus tanpa mengira-ngira untuk berkendara dengan pengamatan di jalanan. Saat tiba-tiba saja kepalanya seperti terpental oleh sesuatu, Hippo tidak sempat melarikan diri dan terpaksa merasakan benturan yang lebih dari kesakitan yang ia bayangkan. Dan kini, bayangan mengenai memulai keluarga kecilnya kembali hanya sekadar bayangan saja.

[Mulai bab 2 ini akan ke bagian awal, ya. Ini si Hippo kalian tahulah kenapa. Jadi dia sekarang mimpi panjang dulu dan mimpinya soal masa lalunya sama Tulip.]

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now