4.2 ; The Wedding Debt

8.2K 1.1K 37
                                    

Tulip mengalungkan tangannya pada leher Hippo karena dirinya tak bisa menahan diri atas dorongan gairah yang meluap-luap. Kepalanya seperti dijungkirbalikkan hingga rasanya darah terlalu banyak berkumpul di kepala dan tidak membuat fokus sama sekali. Fokus Tulip hanyalah pria di atasnya kini yang sibuk meraba bagian tubuhnya dengan bibir, tangan, dan bahkan lidah sampai Tulip tidak menyadari apakah dia masih menjadi dirinya sendiri atau bukan.

"Haaahhh." Tulip yakin dirinya sudah gila karena mengembuskan napas saja menimbulkan suara aneh semacam ini.

"Naikkan lengan kamu," ucap Hippo yang meminta Tulip menaikkan lengannya hingga melewati kepala.

Tulip yang apa adanya—bodoh pengalaman bercinta—menuruti pria itu dan membiarkan Hippo menarik lepas kemejanya dengan cara yang sebenarnya lebih menyulitkan ketimbang biasanya. Pria itu melepas kemeja Tulip melewati kepala, padahal harusnya Hippo bisa membuka kancing kemeja dan melepas melalui lengan perempuan itu saja. Namun, Tulip yang mulai membaca ritmenya sadar bahwa pria itu tak cukup sabar lagi untuk membuka kancing satu persatu.

Baru saja Tulip menyesuaikan diri yang bagian atas tubuhnya terekspos karena kemejanya dilepas, tubuh Tulip kembali bereaksi cepat saat sisi payudaranya, yang dekat dengan lekukan ketiak diciumi oleh Hippo tanpa malu sama sekali. Sungguh Tulip yang saat ini malu merasakan pemujaan Hippo pada tubuh kecil Tulip.

"M—mas, jangan disitu." Tulip melarang Hippo.

"Kenapa?"

"Malu. Deket ketiak," jawab Tulip yang berusaha merapatkan ketiaknya yang halus tanpa bulu—untung aku rajin bersihin. Tulip tidak tahu akan lebih malu bagaimana lagi jika ketiaknya dalam kondisi lebat.

Hippo mengabaikan larangan itu dan memaksa lengan Tulip membuka. "Kamu bahkan bersih seperti bayi." Panas merajai wajah Tulip saat ini. "Apa yang bagian bawah juga kamu pangkas bersih?"

Pertanyaan itu sukses membuat Tulip gugup. Dia tidak pernah mendapatkan pertanyaan semacam ini di atas ranjang, ditambah dengan posisi seintim sekarang, dan disertai tatapan penuh nafsu dari pria yang tak pernah Tulip bayangkan akan hadir di hidupnya. Kehidupan asmaranya, meski terpaksa.

"Kenapa harus tanya begitu?" balas Tulip seraya memalingkan wajah agar tak menatap Hippo.

Hippo menjilat lipatan ketiak Tulip, memanjang hingga puting perempuan itu yang semakin menegang. Hippo bisa melihat kulit Tulip meremang seakan merasakan aura gaib.

Desah yang keluar dari bibir Tulip adalah surga yang tidak Hippo sadari sudah terpatri dalam kepalanya hingga mampu menjadi candu dunianya. Iya, candu Hippo yang baru adalah Tulip.

"Coba resapi yang ini," kata Hippo yang menggerakan lidahnya memutari bagian cokelat muda disekitaran puting Tulip yang mencuat. Pria itu bahkan menggigit kecil dan menyesapnya hingga ketika lepas, ada bunyi plop yang mencemaskan untuk Tulip dengar.

"Ah, hahh, hummm."

Hippo tidak pernah gagal untuk membuat perawan meringis antara geli, sakit, canggung, dan nikmat. Desah yang beriringan dengan basahnya bagian bawah Tulip menandakan akan ada serangan baru yang tidak bisa digambarkan oleh kepala Tulip yang tidak ada isi apa-apa selain seks dan bercinta. Pikiran buntu itulah yang membantu Hippo untuk mengarahkan bibirnya ke bawah dan semakin ke bawah hingga pria itu bisa mengecup celana dalam Tulip yang berwarna abu muda dan memperlihatkan basahnya Tulip yang belum merasakan permainan inti.

Hippo menekan clit kecil dengan telunjuknya untuk memberikan pijatan yang semakin membuat Tulipa bergerak layaknya cacing kepanasan.

"Astaga, Mas! Stop!" racau perempuan itu tak terkendali.

"Saya nggak bisa berhenti memanjakan kamu. Ini salah satu bentuk usaha saya untuk membuat kamu nyaman nantinya. Nikmati saja, Tulip."

Nikmati saja, aku berharap kamu nggak menyesal memanjakan aku begini adanya, Mas.

[Ingat, bab 4 isinya bermuatan dewasa, seperti yang aku tulis di bab 3.5😌]

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now