4.3 ; The Wedding Debt

8.1K 1K 32
                                    

Tulip tidak mengerti dengan apa yang dilakukan oleh Hippo di bawah sana. Tubuhnya meremang dengan tensi darah yang semakin naik hingga tubuh Tulip memanas. Kepalanya pusing dan Tulip dengan spontan mengerang layaknya orang kesakitan dalam versi berbeda. Wajah Tulip berusaha disembunyikan dan tidak berhasil karena Hippo mengelusnya berulang kali dengan tangan kiri pria itu. Tulip tidak memiliki pengalaman lain, jadi dia tidak memiliki perbandingan apakah semua pria melakukan hal ini pada perempuan di atas ranjang atau tidak. Namun, satu kepastian Tulip dapatkan bahwa Hippo jelas memberikan rasa luar biasa padanya.

Tulip menggerakan bibirnya sendiri mencium telapak tangan Hippo yang berada di wajah perempuan itu. Memberikan akses sekaligus perasaan tidak mau Hippo berjuang sendirian di dalam agenda percintaan mereka. Jadi, dengan modal pengetahuan di ranjang yang minim, Tulip menjilat telapak pria itu dan berusaha membuat kontak mata.

"Naughty," ucap Hippo yang merasakan tubuh Tulip mulai sedikit bergetar karena sensasi cunnilingus yang pria itu berikan.

"Akh—itu tadi ... apa?" tanya Tulip yang heran sendiri karena tubuhnya bereaksi aneh.

Hippo tersenyum karena melihat kepolosan perempuan itu. "Kamu pipis."

Wajah Tulip langsung panik dan menekuk kedua kakinya serta menjadikan kedua tangannya sebagai tumpuan agar tubuhnya lebih tinggi. "Hah? Beneran saya pipis, Mas?" Tulip berusaha meraba kewanitaannya untuk memastikan apakah ucapan pria itu benar atau salah. Namun, Hippo menghentikan tangan Tulip.

"Bukan pipis dalam artian buang air kecil, Tulip. Kamu merasakan pelepasan, klimaks, sampai mengeluarkan cairan."

Tulip terlihat masih kebingungan. Tidak ada yang dimengerti oleh perempuan itu meski Hippo menjelaskan dengan baik.

"Sudahlah, nanti kamu akan mengerti dengan sendirinya." Hippo meletakkan kedua tangannya di masing-masing lekuk kaki Tulip. Pria itu mengangkat kaki Tulip dan membuat posisi yang pas dengan menempatkan diri diantara celah kaki Tulip.

"Kalo kamu merasa nggak nyaman, kamu bisa bilang. Saya akan mencari cara untuk membuat kamu merasa nyaman, tapi saya nggak bisa menghentikan kegiatan kita ini. Kamu paham?"

Tulip tidak sepenuhnya paham, tapi dia akan melakukannya—semua yang tidak dirinya pahami. Maka dari itu, Tulip memilih mengangguk meski tak akan mengerti apa maksud pria itu tanpa menjalaninya.

Kini, posisi mereka sudah begitu dekat. Tulip melihat bagaimana Hippo mengamatinya dengan tatapan liar yang tidak pernah ditunjukkan pria itu di kantor. Hippo mengunci tatapan Tulip hingga wajah mereka kembali menyatu dalam ciuman panjang yang tidak terasa melelahkan bagi keduanya. Hippo melepaskan tautan bibir mereka untuk menarik pakaiannya sendiri dan membiarkan Tulip mengamatinya dengan bibir merekah yang terlihat sangat menggoda hingga pria itu dengan tak sabaran kembali mencium bibir Tulip dan ribut dengan kegiatannya membuka celana.

"Aku bantu, Mas." Tulip membisikkan kalimat itu ketika menyadari gerakan buru-buru Hippo yang malah memperlama jeda diantara mereka.

Hippo tidak menolak ketika Tulip melakukannya, hanya saja pria itu takut Tulip bereaksi tak seperti yang Hippo harapkan. Ini pengalaman pertama Tulip, sudah pasti ini juga akan menjadi pemandangan baru bagi Tulip untuk melihat bagaimana anatomi tubuh milik Hippo. Khususnya bagian paling privat pria itu.

Ketika Hippo berusaha menerka-nerka, Tulip sudah terkesiap dengan gundukan yang berusaha menyembul dari celana dalam pria itu. Tulip mendongak dengan hati-hati dan mendapati Hippo sedikit memejam saat Tulip tak sengaja menyentuh permukaan celana dalam sang pria. Jakun Hippo menunjukkan bagaimana pria itu tak cukup tenang untuk sesi utuh mereka, sesi utama yang sejak awal sudah mereka incar satu sama lain.

"Boleh saya masuk sekarang, Tulip?" tanya Hippo berusaha meminta izin yang terdengar mesum di telinga seorang perawan seperti Tulip.

"Apa, Mas?"

Hippo menangkup wajah Tulip dan berbicara tepat di depan bibir perempuan itu. "Boleh saya melakukan seks denganmu sekarang?"

Kali ini Hippo bertanya lebih vulgar dan langsung pada poinnya.

Bola mata Tulip bergerak dengan sedikit takut sekaligus menguarkan sisi penasaran. Dengan gerakan kepala naik dan turun, Tulip menyanggupinya. Perempuan itu memberikan izinnya untuk Hippo menjamah lebih intim inti tubuhnya.

[Oh, hi! I'm back with, still, mature scene😌. Oh, ya. Mau ngasih tahu aja kalo aku bikin special chapter untuk cerita ini di Karyakarsa. Isinya mengenai latar belakang para tokoh utama secara mendetail. Kalian bisa mengetahui latar belakang keluarga Tulip secara rinci nantinya. Sesekali, ke depannya, special chapter juga akan berisi part khusus yang nggak akan tayang di Wattpad maupun buku(kalo aku terbitin cerita ini). Happy reading!]

The Wedding Debt / TAMATHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin