2.2 ; The Wedding Debt

11.3K 1.5K 35
                                    

Semua ini berawal dari kecerobohan Mananta Dewangga dan Cahya Dwipa. Orangtua Tulip yang terlihat biasa saja di mata banyak orang ternyata memiliki banyak hutang di perusahaan milik Agungsyah Wibowo. Orang tahu siapa Agungsyah itu. Nama itu setara dengan pemilik salah satu stasiun televisi yang merentangkan bisnis besar lainnya. Kedua orangtua Tulip yang bunuh diri, tapi Tulip yang sekarang seperti mati. 

Matanya masih bengkak dan shock karena mendapati tubuh kaku kedua orangtuanya yang bisa dikatakan dalam posisi romantis ketika ajal menjemput. Ada obat warung dan minuman racikan yang entah apa isinya, tapi Tulip tahu itu minuman yang memiliki khasiat bagi kesehatan. Sepertinya Mananta dan Cahya sengaja meminum semuanya sekaligus untuk mengakhiri hidup berdua. Memang benar teori 'apapun yang berlebihan tidak akan pernah baik'. 

"Mbak Tulip," panggil salah seorang tetangga. 

Dengan suara serak Tulip menjawab, "Iya, gimana, Bu Menik?"

"Ini tadi siang bapak dan ibu, Mbak Tulip nitip kertas cokelat ini ke saya. Katanya suruh dikasih ke Mbak Tulip."

Rupanya Mananta dan Cahya menyadari akan rencana mereka hingga menitipkan sesuatu pada tetangga mereka. "Isinya apa, Bu?" tanya Tulip lemas.

"Belum tahu, Mbak. Saya nggak berani buka."

Mereka tinggal di perumahan yang masuk dalam kategori sederhana. Tulip bahkan bekerja di perusahaan SYAH CORP selama kurang lebih empat tahun ini karena dituntut oleh Mananta dan Cahya untuk memiliki pekerjaan dengan gaji tinggi. Tuntutan pekerjaan juga menggila bagi Tulip yang berjabatan sebagai staf R&D di perusahaan tersebut. Tubuh lelahnya, pikiran kacaunya, tampaknya tidak dipertimbangkan oleh orangtuanya sebelum mengambil tindakan semacam ini. Tulip harus mengurus jenazah keduanya dan meminta bantuan banyak tetangga sepulang kerja dengan tubuh dan pikiran yang sangat lelah.

"Ya, sudah, Bu. Terima kasih."

Tetangganya itu menyingkir dan Tulip menutup pintu rumahnya setelah pengajian diadakan secara mendadak. Tangan Tulip mulai membuka lipatan kertas cokelat tanpa memikirkan apa-apa selain pesan berisi permohonan maaf karena memilih tindakan yang membuat Tulip menjadi yatim piatu dalam waktu sekejap. 

Untuk Tulipa Dewi Atalanta.

Dek, ibu sama bapak tulis ini karena nggak berani bilang langsung. Ada hutang besar yang kami tanggung dan menggunakan atas nama kamu di perusahaan kamu bekerja sekarang. Ibu sama bapak nggak bisa nanggung beban itu lagi. Mungkin dengan cara ini kami bisa tenang. Kalau ada orang yang mencari kamu untuk membayar hutang, itu memang kami yang melakukannya. Maaf, Dek. 

"Apa, sih, yang kalian pikirin!!!" seru Tulip frustrasi dengan keadaan yang dialaminya. Harusnya surat itu berisi permintaan maaf panjang dan bukannya menjelaskan hutang besar menggunakan nama Tulip! 

"Gimana kalian bisa melakukan ini sama anak sendiri, hah!? Gimana bisa pakai namaku!!!"

Di dalam rumahnya yang sepi, Tulip berteriak pada udara kosong. Hidupnya kacau dan mungkin besok bukan ucapan belasungkawa yang dirinya dapatkan dari perusahaan, melainkan tagihan hutang karena ulah kedua orangtuanya. 

Sedangkan diluar rumahnya, tepat di seberang halaman parkir, seseorang sudah mengawasi keadaan rumah Tulip yang sepi dari tetangga dan hanya diisi dengan aroma bunga bekas memandikan mayat serta aroma melati yang harusnya membuat kesan horor. Namun, bagi Agungsyah Wibowo, semua aroma itu tidak ada apa-apanya dibanding masa depan perusahaannya yang akan hancur jika putranya memilih menuruti perempuan yang tak mau memiliki anak dari pernikahan mereka. 

"Sepertinya karyawan itu tidak akan keluar rumah lagi, Pak." 

Agungsyah membenarkan letak kacamatanya. "Ya. Yang terpenting saya sudah tahu dimana dia tinggal dan kondisinya yang terdesak sekarang."

"Bapak akan menggunakan karyawan itu untuk ..."

"Untuk melahirkan cucu kandung saya, keturunan Syah."

Agungsyah tidak terlihat ramah sama sekali. "Kenapa tidak gunakan saja rahimnya, Pak?"

Pria yang masih menjadi pimpinan utama SYAH CORP itu menatap tangan kanannya dengan kesal. "Anggap saja saya memberikan amal pada anak yatim piatu dengan melunasi hutang orangtuanya dan memfasilitasi hidupnya kelak. Jika saya menyewa rahimnya untuk Pome, akan ada banyak skandal yang bermunculan di media."

Ini hanya tentang nama baik, citra, dan calon penerus yang Agungsyah inginkan. Tak peduli dia menggunakan ketidakmampuan seseorang, Agungsyah akan tetap melakukan rencananya. 


The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now