14.2 ; The Wedding Debt

1.7K 219 3
                                    

Taman kota adalah tempat sejuk yang menjadi favorit pasangan dan keluarga ketika ingin menghabiskan waktu bersama. Di sana memang tidak banyak wahana permainan layaknya di taman hiburan besar yang ada di kota-kota besar. Tulip tidak suka keramaian, begitu pula Nania yang masih kecil. Anak itu akan menangis karena tak nyaman dengan situasi sekitar yang terlalu ramai. Jika sudah begitu, Nania tidak akan bisa ditenangkan dengan mudah kecuali pergi dari tempat ramai.

Untungnya Hippo menyadari kebiasaan anak dan istrinya itu. Maka dari itu dia memilih tempat yang lebih ramah keluarga dan tenang. Mereka bisa membawa karpet untuk duduk dan meletakkan makanan yang sudah dibawa dari rumah. Mereka akan dengan mudahnya menikmati suasana dan melihat anak-anak lain bermain dengan motor atau mobil mainan yang disewakan oleh beberapa pihak. 

"Kalo Nia udah bisa jalan, kayaknya lucu kalo dia pake mobil-mobilan yang warna pink." Hippo memangku putrinya yang meminta makanan untuk dimainkan tangan mungilnya.

"Anaknya mungkin bakalan takut kalo naik sendirian. Kamu waktu bawain boneka yang bisa jalan itu aja Nia langsung nangis."

Hippo mengingat itu. Dia langsung ingat dengan Nania ketika melihat adanya boneka monyet yang seolah menabuh drum dan bisa berjalan maju. Hippo mengira anak itu akan senang dan menjadikan boneka itu mainan barunya, tapi sayang Nania malah menangis karena terkejut benda tersebut bisa bergerak dan menghampirinya. Jujur saja, reaksi Nania yang menangis dan merangkak cepat ke arah Tulip sangatlah menggemaskan. Anak itu sangat lucu ketika ketakutan dengan boneka monyet itu. Namun, Hippo tidak berani tertawa lepas karena Tulip langsung panik dengan reaksi putri mereka. 

Jadilah Hippo tertawa sekarang hingga beberapa mata menatapnya dengan bingung. Bahkan Nania juga terlihat kaget karena suara tawa papanya. 

"Kamu malah ketawa, sih, Mas? Lihat, tuh, Nia jadi ikutan bingung."

Sebenarnya Tulip tidak masalah dengan tawa yang suaminya lakukan, dia hanya merasa cemas jika Nania menangis di sini. 

Hippo langsung mengangkat tubuh Nania dan berinteraksi dengan bayi itu. "Anak papa kaget? Iya? Maaf, ya. Papa lucu aja kalo inget kamu langsung kabur ke mama waktu lihat boneka monyet jalan sambil pukul drum di perut."

Nania terkikik geli karena Hippo langsung menyerukkan wajahnya di perut gembil Nania. Tawa Nania membuat banyak orang yang melihat ikut tersenyum. Tawa bayi memang selalu sukses membuat orang lain ikut tertawa, bahkan Tulip juga tidak bisa menutup mulutnya yang ikut bahagia melihat Nania dan papanya bercanda. 

"Cantik banget anak papa ketawanya. Nania cantik! Anak papa cantik!"

Tulip merasa luar biasa bahagia dengan semua ini. Kebahagiaannya sangat penuh dan lengkap dengan keberadaan Nania dan Hippo. Pernikahan mereka juga semakin hari semakin baik dan erat. Tulip berharap bahwa ini adalah takdir indah bagi mereka bertiga untuk selamanya. 

Hatinya untuk keluarga kecil ini benar-benar sudah begitu besar dan dalam. Rasanya akan sangat sulit jika Tulip harus membiarkan mereka pergi. Aku nggak mau mereka pergi, aku mau keluarga ini utuh dan bahagia selamanya. 

"Kamu nangis, Li?" tanya Hippo pada sang istri.

"Hah? Nangis?" Tulip mengusap wajahnya dan menemukan memang benar ada air di sana. "Kok, aku nangis, Mas?"

Hippo turut mengusap pipi istrinya itu. "Kamu nggak sadar nangisnya?"

Tulip mengangguk. "Aku tadi bahagia banget lihat kamu sama Nania. Nggak tahu, kok, bisa nangis begini."

Hippo mengecup kening Tulip tapi tak lama karena perempuan itu langsung mendorong tubuh sang suami. 

"Banyak orang, Mas!" 

Hipoo kembali tertawa dan membuat putri mereka ikut tertawa lagi. Melihat keduanya yang tertawa, Tulip menjadi melakukan hal yang sama meski semula dia cemas orang lain akan melihat Hippo mengecup keningnya. 

Inilah keluarga bahagia mereka yang pasti akan mendapatkan badai ujiannya sendiri, karena sejatinya kebahagiaan akan selalu beriringan dengan tangis serta duka. 

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now