14.5 ; The Wedding Debt

1.6K 216 6
                                    

Tulip adalah sosok ibu yang sangat sulit membiarkan putrinya sembarangan memakan jajanan. Pada dasarnya, semua sosok ibu di dunia ini juga akan sangat protektif terhadap anak-anak mereka. Hanya saja Tulip memang berbeda menyikapi keinginan Nania ketimbang Hippo. Pria itu merasa tak memiliki waktu sebanyak Tulip ketika bersama Nania karena mengejar pekerjaan. Ketika mereka memiliki waktu bersama, Hippo tidak akan membiarkan putrinya menangis menginginkan sesuatu. Hal inilah yang seringnya membuat Hippo kehilangan kesempatan di malam hari untuk tidur bersama sang istri. 

Hippo tidak mau mengakui dirinya sebagai suami takut istri. Dia menjadi pria yang menjunjung tinggi kebanggaan sebagai pemimpin keluarga. Jadi, meskipun dia merasa cemas akan jatahnya yang bisa saja dikacaukan karena kecerobohannya membelikan Nania permen satu stoples, Hippo tak mau kalah dengan cemberutnya sang istri.

Bergerak secara perlahan menuju ranjang, Hippo menggosok rambutnya yang basah sehabis mandi. Tulip sibuk dengan Ipad terbaru yang dibeli perempuan itu sendiri setelah mengelola website-nya. Ya, Tulip mengembangkan usahanya sendiri. Hobi menjahit Tulip sejak memiliki Nania ternyata disukai banyak orang. Perempuan itu melakukan kelas menjahit dalam beberapa kali seminggu sebelum akhirnya bisa membuat pakaian yang memiliki harga tinggi. Awalnya, Tulip suka membuatkan pakaian untuk Nania. Tidak banyak tapi seringkali dipamerkan di halaman Instagram. Lalu, banyak yang menyukainya dan memesan pakaian khusus yang tidak akan didistribusikan secara massal. Pakaian itu hanya akan keluar satu kali, yang berarti sangat eksklusif. Ternyata itu membangun brand milik Tulip sendiri menjadi meluas.

"Banyak pesanan?" tanya Hippo yang mencoba melihat bagaimana reaksi istrinya.

"Iya, lumayan. Aku selalu batasi pesanan di website, Mas. Aku nggak mau sibuk bikin baju buat anak orang lain, karena aku mau fokus buat Nania."

Hippo memfasilitasi hidup Tulip dan Nania dengan sangat baik, jadi tidak ada alasan bagi Tulip untuk bekerja membabi buta dengan hobinya menjahit sekaligus membuat baju. 

"Itu bagus. Aku juga nggak suka kalo kamu asyik sendiri dengan Ipad kamu, padahal kita lagi berduaan."

Tulip menatap suaminya setelah menurunkan Ipad miliknya. Perempuan itu mneyipitkan mata pada sang suami. "Aku masih inget ucapanku kalo jatah kamu berkurang karena membelikan permen Nania, Mas."

Ternyata dia inget. Hippo memeluk pinggang istrinya dan bergabung duduk di ranjang mereka. Kepala pria itu mendusel-dusel di bahu Tulip dan tidak mendapatkan penolakan. 

"Li, kayaknya aku harus bilang sesuatu sama kamu." Hippo mencoba mengalihkan topik.

"Apa?"

Hippo memasang ekspresi serius saat mengangkat kepalanya di depan sang istri. "Aku udah mikirin hal ini lumayan lama."

"Iya, apa? Kamu kenapa jadi sok misterius, sih, Mas?" 

Hippo menegakkan punggungnya dan bersikap seolah ini adalah berita penting yang harus istrinya ketahui. Sikap Hippo itu membuat Tulip ikut menjadi bingung dan penasaran.

"Mas? Apa yang mau kamu bilang?"

Hippo menatap istrinya dan tiba-tiba saja mencium bibir Tulip. Pria itu tidak membiarkan sesi mereka terjadi singkat, pria itu melanjutkan rayuannya melalui gerakan tangan dan bibirnya. 

"Mas--"

"Aku harus bilang ke kamu, Li. Kita harus kasih hadiah Nania seorang adik."

Tulip tidak sempat untuk memprotes karena Hippo menerjangnya dan melakukan kecurangan dengan membuat Tulip melenguh di bawah kendali pria itu. Tulip yang mengatakan memotong jatah suaminya otomastis melupakannya karena sekarang dia tak bisa berhenti begitu saja dengan gairah yang ditarik ke ubun-ubun oleh sang suami. 

The Wedding Debt / TAMATWhere stories live. Discover now