ch.56

817 125 0
                                    

Mereka berdua sampai di pasar malam.

Sebenarnya pasar malam lebih ramai dari pasar pagi. Banyak penjual makanan berjajar didepan toko yang sudah tutup. Berbagai macam aroma lezat makanan menguar diudara.

Ada penjual manisan, penjual roti kukus, penjual ayam panggang, bebek panggang, dan olahan daging lainnya.

Kebanyakan adalah makanan siap makan. Nana ingin mencoba coba makanan dikota ini. Mungkin suatu saat dia bisa membuka kedai dengan rasa yang berbeda.

Nana melupakan bahwa dia datang bersama seseorang. Jadi saat ini Nana mendatangi penjual roti kukus.

"bos, beri aku dua roti kukus." Nana segera membayar roti kukus seharga 2 wen.

Nana melihat orang menjual keranjang tangan. Jadi Nana membelinya tanpa ragu. Nana memasukkan roti yang terbungkus kertas kedalam keranjang tangan.

Nana melihat disebelahnya ada seorang penjual asinan, Nana tidak tertarik. Lalu Nana melanjutkan membeli ayam panggang yang sudah di incarnya.

Nana membeli lima ayam panggang, lima bebek panggang, dua bungkus mie goreng, dua telur rebus, dua bungkus pangsit, dan dua bungkus kue beras manis.

Penjual ayam dan bebek panggang hanya menjual bagian paha atas, itu pun bukan ayam yang gemuk seperti di era modern. Jadi Nana merasa mereka tidak akan kenyang dengan sedikit daging ini.

Makanan dari daging dan hal hal yang manis agak mahal.

Lalu Nana hendak kembali, dan teringat bahwa dia pergi bersama Fu Dong. Nana langsung putar balik untuk menemukan Fu Dong.

Tak disangka..

Bugh..

"aduh.. Hidungku.."

Nana menabrak dada bidang Fu Dong dan hampir terjengkang ke belakang. Beruntung Fu Dong langsung memegang pinggang Nana dengan erat.

"berhati hatilah" Fu Dong mengingatkan.

"ku kira tuan tertinggal." Nana menggosok hidungnya, matanya agak merah karena kesakitan.

Karena kasihan, Fu Dong tidak bisa tidak menepuk kepalanya.

Rasanya menyenangkan.

Nana tidak mengambil hati atas tepukan Fu Dong dikepalanya. Menurutnya itu juga menyenangkan. Nana menyukainya. Entahlah, mungkin karena tubuhnya masih anak anak jadi dia tidak merasa canggung.

"oh, benar.. Apakah tuan sudah membeli makanan?"

"hmm, aku membeli roti" Fu Dong menunjukkan dua bungkus kertas agak besar.

"hanya roti?"

"ya, apalagi?"

"kukira tuan tidak berpantang?"

"uangku tidak cukup"

"tunggu sebentar akan kubelikan untukmu" Nana hendak pergi, tapi Fu Dong segera menghentikannya.

"tidak usah. Kami biasa memakan ini"

"tapi ini kurasa tidak cukup kan?"

"tidak apa, sudah larut mari kembali." Fu Dong segera berbalik arah.

"berikan padaku, aku punya keranjang" Nana menyusul, berbicara sambil berjalan mundur.

"baik, maaf merepotkanmu" Fu Dong menyerahkan dua bungkusan rotinya.

"tidak tidak apa"

"apakah hidungmu masih sakit?" Fu Dong bertanya prihatin.

"hm, tidak sakit lagi. Ngomong ngomong tuan sebenarnya mau kemana?" Nana bertanya sambil memiringkan kepalanya ke arah Fu Dong.

"jangan panggil tuan, berapa umurmu?" Fu Dong merasa lucu.

"mungkin lima belas. Bagaimana dengan tuan?"

"aku masih dua puluh tahun, panggil aku kakak"

"baik, kakak Fu Dong, kalian mau kemana?"

"guru kami menyuruh kami berjalan ke arah utara untuk memenuhi panggilan kami"

"memenuhi panggilan? Mengapa ke utara? Mengapa tidak ke barat?"

"entahlah"

Akhirnya, dalam perjalanan kembali ke penginapan diisi oleh beberapa obrolan ringan.

Tak lama mereka sampai dipenginapan.

Nana mengetuk dua kamar pendeta Fu. ya, mereka berbagi kamar tidur. Satu kamar tidur ditempati dua orang.

Nana kemudian memberikan roti kukus dan masing masing ayam panggang dan bebek panggang, kepada masing masing pendeta.

Fu Bei mengerutkan kening kepada Fu Dong. Nana yang mengetahui langsung berkata.

"ini adalah traktiranku. Tolong jangan menolak, aku hanya menyebar kebaikan"

Dua pendeta dalam satu kamar kemudian mengangkat satu tangan kanan didepan dada dan menganggukkan kepala dalam dalam sebagai penghormatan.

"sama sama" Nana menimpali.

Nana kemudian memberikan bagian Fu Dong dan Fu Xi.

"terimakasih, telah menemaniku jalan jalan hari ini, kakak"

"en, makan pelan pelan, dan lekas tidur." Fu Dong menepuk kepala Nana.

Nana memasuki kamar Xiaozhi dan memberikan jatah makanannya. Lalu Nana memasuki kamarnya sendiri.

Nana mencoba makanan yang telah dia beli. Rasanya baik, tetapi jika dibandingkan dengan makanan era modern. Makanan disini hampir bisa disebut sebagai jajanan tingkat pemula.

Cara orang mengolah makanan, masih belum lepas dari aturan konvensional, hampir tidak ada orang yang berimprovisasi terhadap makanan. Semuanya masih asli resep nenek moyang. Yah, tapi ini bagus. Rasanya masih otentik, meskipun.. Lidah Nana kurang terbiasa.

Tapi tidak apa apa.. Suatu hari nanti akan ada saat dimana Nana akan menjadi pelopor masakan masa depan.. Heheheh

Transmigrasi : Bertahan Hidup Di Kaki GunungDove le storie prendono vita. Scoprilo ora