ch.19

1K 166 0
                                    

Tiba dirumah, Nana tidak bisa berhenti tersenyum.

Nana menaruh keranjang dan mengeluarkan bungkusan kain berisi beras, lalu pot berisi minyak dan kecap. Serta segenggam mie pangsit.

Nana sudah memikirkan apa yang akan dia masak untuk makan siang..

Nana segera menghampiri gentong tempat belut disimpan.

Gentong itu adalah gentong pecah dengan setengah tubuh gentong saja. Jadi Nana bisa melihat gelembung yang dibuat oleh belut.

Nana ragu ragu untuk mengambilnya. Nana tidak keberatan untuk menyentuh dan memegang belut. Tetapi untuk menyembelih belut Nana merasa ragu.

Belut memiliki banyak darah. Nana merasa merinding jika harus membantai makanan dengan banyak darah.

Baiklah mari kita tunggu Gu Xiao untuk melakukannya.

Hari ini masih agak pagi. Mungkin jika ada jam, sekitar jam 9 pagi.

Nana berencana untuk pergi ke sungai.

Sehari yang lalu Nana sepertinya melihat udang sungai di beberapa tempat.

Nana membawa pot tanah liat yang agak besar kemudian membuat beberapa anyaman bambu dari bambu utuh.

Nana mencoba membuat perangkap udang. Nana membuat anyaman bambu dengan sedikit direnggangkan tujuannya agar udang bisa masuk.

Saat tiba disungai Nana mencari kepiting sungai.

Maaf, aku akan menggunakanmu sebagai umpan. Semoga kau dirawat oleh dewa disurga.

Nana menghancurkan kepiting sungai dan memasukkannya kedalam pot tanah liat. Lalu Nana mengikat anyaman bambu diatas pot.

Nana menempatkan jebakan di tepi sungai yang tidak memiliki arus deras. Tujuannya agar bau amis dari kepiting sungai menarik udang untuk masuk.

Hal ini dia pelajari dari kakeknya dahulu di bumi.

Setelah menempatkan pot sedemikian rupa agar pot tidak terbalik dan hanyut. Nana segera terjun ke sungai.

Menyelesaikan kebutuhan setiap manusia.

..

Nana sedang duduk di batu ditepi sungai mengawasi setiap udang yang masuk ke dalam pot dari jauh. Setelah dia tidak melihat ada udang yang masuk lagi. Nana mengambil jebakan.

Cukup banyak..

Udang hampir mengisi pot dengan berdesakan.

Nana menatap ikan di kejauhan. Hatinya gatal untuk mengejar ikan. Mau bagaimana lagi, tidak setiap orang bisa membuat jebakan dari anyaman bambu kan?

"Nana"

Nana terkejut dari teriakan seseorang. Ternyata itu kakaknya yang saleh.

"Kak, kau sudah pulang?" Nana berbalik dengan tersenyum.

"Apa yang kau lakukan disini?" Gu Xiao memandang Nana dengan penasaran.

"Um, aku ingin ikan ikan itu.. tapi aku tidak bisa menangkapnya. Aku sangat kesal."

"Baik mari kembali dulu, ngomong ngomong dimana ayam pegarnya?" Gu Xiao mengajak Nana pulang, dan bertanya tentang ayam.

"Itu diubah dengan beras, bumbu dan mie olehku dikediaman bibi huo" Nana menjelaskan dengan singkat tentang bibi Huo yang datang berkunjung tadi pagi.

Nana pulang dengan sedikit enggan. Tapi melihat udang udang yang berdesakan ini, semangatnya naik lagi.

..

Tiba dihalaman rumah, Nana segera meminta Gu Xiao untuk berurusan dengan belut.

Sementara Nana berurusan dengan udang sungai.

Kakek tua sedang beristirahat meminum air.

"Oh, seandainya aku memiliki peralatan menanak nasi. Aku akan membuat nasi yang baik."

"Gadis kau tidak punya penanak nasi?"

"Kami miskin, kami hanya makan bubur di dalam pot. Ada Alat pengukus, tapi tidak cocok jika digunakan untuk menanak nasi. haa" Nana menghela nafas dengan prihatin.

"Kakak akan meminjam penanak nasi bibi Bai. Tunggu disini" Gu Xiao menaruh belut yang sudah dibelah di atas bangku panjang.

"Baik" Nana mengambil alih belut. Lalu mulai menumbuk bawang putih, garam dan kunyit. Dan memarinasi belut.

Nana memotong sawi bok coy yang tersisa, lalu membuat bumbu sederhana dengan bawang putih tumbuk.

Pertama Nana akan menggoreng belut dengan garing. Aroma belut goreng sangat sedap. Kakek tua tidak bisa berhenti mengendus aromanya.

Setelah belut matang, Nana menyiapkan irisan bawang putih , jahe, lengkuas dan bawang merah lalu menumisnya bersama. Setelah harum Nana menambahkan belut goreng lalu membumbuinya dengan gula, garam dan kecap. Nana hanya menggunakan belut besar dan sedang sebagai masakan.

Sedangkan belut garing yang kecil, dia tiriskan sebagai camilan.

Tepat saat ini Gu Xiao kembali.

"Oh, kakak. Tolong segera cucikan beras untukku, terimakasih."

Sebenarnya Gu Xiao sudah penasaran dengan aroma yang menguar dari dapur. Dari saat dia melangkah memasuki gerbang halaman Gu Xiao sudah mencium aroma kelezatan.

Gu Xiao membantu Nana menempatkan nasi di pot. Lalu Gu Xiao menjaga api agar tetap membara. Pot penanak nasi diletakkan di tungku belakang.

Saat ini Nana menumis bawang dan udang yang sudah dikupas. Lalu menambahkan sawi bok coy. Nana membumbui dengan gula dan garam. Nana memperkirakan seteliti mungkin agar masakan terasa sedap.

Saat tumisan sawi matang, nasi di dalam pot juga sudah setengah matang. Ini Karena air di dalam pot sudah meresap ke dalam beras.
Setelah nasi didalam pot setengah matang. Nana menempatkan dandang tembaga di tungku.

Nana mengingat proses memasak neneknya saat Nana berlibur musim panas di desa. Neneknya akan memanaskan air di dandang tembaga sebelum menempatkan kerucut bambu didalamnya. Setelah mendidih barulah nasi yang setengah matang akan ditempatkan didalam kerucut bambu. Dan mereka hanya menunggu nasi matang selama setengah jam.

Karena tidak memiliki jam, Nana hanya memperkirakan waktu.

Transmigrasi : Bertahan Hidup Di Kaki GunungWhere stories live. Discover now