ch.13

1K 180 11
                                    

Gu Xiao mencicipi hidangan bubur kental dengan tumis jamur dan sayur bayam.

"Kakak, aku minta maaf aku tidak bisa membuat rasa lain, selain rasa asin. Kita tidak punya bumbu lain. Aku merasa putus asa."

"Tidak apa apa ini sudah lezat"

"Kakak setelah kita selesai bekerja di sawah aku ingin ke kota untuk menjual ginseng."

Gu xiao memandangnya dengan menyesal. menyesal Dia tidak bisa memanjakan adiknya. Gu Xiao hanya bisa mengangguk dengan tersenyum.

Usai sarapan Gu Xiao mencari daun pisang untuk alas singkong rebus di keranjang.

Usai menempatkan singkong rebus Nana mengikuti dibelakang Gu Xiao. Gu Xiao menoleh ke belakang dengan tatapan bertanya.

"Aku akan mengikutimu, aku akan melihat dari samping. Aku juga perlu mengenal penduduk desa kan?"

"Baik"

Dalam perjalanan ke persawahan mereka mengobrol ringan.

"Kakak, apakah kita memiliki tukang gosip di desa?"

Gu Xiao menaikkan alisnya tanda bertanya. Nana hampir lupa bahwa kata gosip adalah istilah bahasa asing.

"Maksudku, seseorang yang suka memberitakan kehidupan orang lain, mungkin juga seseorang yang usil dan suka mencampuri urusan orang lain?"

"Ada, tetapi penduduk disini tidak begitu usil. Mereka hanya membicarakan di antara anggota keluarga. Hampir semua penduduk disini hanya mengecam perilaku yang tidak pantas. Selebihnya mereka orang yang ramah"

Saat berjalan dan mengobrol mereka sudah sampai di persawahan yang dimaksud.

Ada banyak orang di sawah.

Mereka saling menyapa dengan ramah.

Pekerjaan menanam padi dimulai.

Gu Xiao mencoba membuat pekerjaannya terlihat selurus mungkin. Gu Xiao mengikuti orang di sebelahnya.

Nana berpikir, mengapa harga beras sangat mahal di eranya? Itu karena proses menanam padi sangat melelahkan.

Saat Nana mengawasi di tepi sawah seorang bibi yang menanam padi di dekatnya menarik sesuatu dari kakinya.

Astaga itu belut yang besar.
Bibi itu sangat beruntung. Nana melihat dengan menyesal. Tapi, bibi itu tiba tiba membuang belut begitu saja.

"Bibi mengapa membuangnya?"

"Lalu, apa yang harus dilakukan jika tidak dibuang?"

"Aku,.. bibi bolehkan aku memilikinya?"

"Tentu," bibi berbalik untuk melanjutkan menanam padi. Dalam benaknya, anak anak sangat suka memainkan hal hal menjijikan. Kemarin putranya mengejar kodok dimana mana, sekarang Xiao Na akan bermain dengan hal itu.

Nana segera menangkap belut direrumputan.

Belut yang gemuk, ini akan lezat dija ditumis dengan kecap, atau digoreng dan dimakan dengan sambal. Oh, oh.. aku ingin belut panggang pedas asam manis.

Nana segera mengeluarkan air liur.

Nana mengeluarkan bungkusan daun pisang dan meletakkannya di sebelah keranjang. Dan mencari daun talas besar untuk dimasukkan ke dalam keranjang sebagai alas.

Gu Xiao yang melihat Nana, berpikir, apakah dia akan mengolah ular ompong?

Tak lama bibi yang tadi mendapatkan belut lagi.

"Xiao Na lihat,"

"Wah, bibi menemukan lagi"

"Ini untukmu." Bibi itu mendapatkan belut lagi. tetapi yang ini ukurannya lebih kecil.

Bibi itu tidak dapat membantu tetapi mencoba menemukan lebih banyak belut untuk Nana, kedua anak kembar itu sangat malang.

Mereka sudah yatim di usia belasan tahun. Penduduk desa tidak bisa membantu tetapi merasa kasihan.

Tak lama, beberapa bibi termasuk Gu Xiao menyerahkan belut kepada Nana. Kini keranjang Nana berisi belut kecil dan besar.

Nana merasa berterimakasih kepada bibi bibi ini.

Saat siang hari para wanita segera beristirahat dari menanam padi. Mereka mencuci tangan di air mengalir , lalu mengambil keranjang masing masing.

Mereka membuka bungkusan masing masing orang dan menggelarnya secara berjajar dan rapi.

Nana mengikuti mereka dan menggelar bungkusannya.

Kebanyakan membawa roti pipih, dan mie pangsit dengan sedikit minyak. Hanya Nana yang membawa singkong rebus.

"Xiao Na apa itu?"

"Bibi ini singkong rebus cobalah, bisa juga dimakan dengan roti pipih."

Masing masing orang penasaran. Mereka mengambil sedikit singkong rebus untuk dicoba.

Rasa gurih dan lembut menyerang lidah mereka. Perasaan mengunyah yang memuaskan juga menyerang indra mereka.

"Xiao Na, ini benar benar lezat. Dari apa ini terbuat?"

"Dari akar pohon itu" Nana menunjuk pohon singkong tidak jauh di seberang sungai.

Seberang sungai adalah lahan tak bertuan. Itu adalah kaki bukit dengan semak dan pohon pohon tua.

"Tapi Xiao Na apa yang menjadi hal ini dari pohon itu?" Salah satu bibi menunjuk singkong rebus kemudian pohon singkong.

"Ini adalah akar dari pohon itu"

"Tapi, Xiao Na bagaimana mungkin kamu tahu bahwa akarnya bisa dimakan. Akarnya sangat keras"

"Yah, kami terlalu lapar saat itu.. bahkan jika batu bisa dimakan kami akan merebusnya" Nana memberi jawaban yang praktis menyayat hati.

Bibi bibi yang memakan singkong rebus tidak bisa menelan, tetapi mengeluarkan air mata.

"Kakak,maukah kakak mengambil singkong yang disana?"

Gu Xiao segera bangkit dan melintasi sungai untuk menggali singkong seperti yang pernah mereka lakukan. Menggunakan batang kayu sederhana.

Saat singkong sudah sampai dihadapan. Nana segera menjelaskan,..

"Bibi, pinjamkan aku pisaumu." Nana meminjam pisau salah satu bibi, lalu mengerat dan mengupas kulitnya. Nana menjelaskan bagaimana cara membuat singkong rebus.

Nana ingin berkah dan pengetahuan miliknya berguna untuk penduduk desa. Ini Hanya singkong, jika dia menyembunyikan ini, betapa piciknya dia.

Bibi desa merasa beruntung bahwa Nana bukanlah orang yang egois. Dengan sumber pangan baru. Mereka bisa meningkatkan standar hidup mereka.

Nana juga menyebutkan bahwa menanam singkong sangatlah mudah. Hanya perlu menancapkan batang singkong. Maka singkong akan tumbuh, mereka hanya perlu menyiramnya dan mencabuti gulmanya.

Di sudut mata Nana melihat rimbunan daun bawang tinggi dan tidak terawat. Mirip alang alang. Sebagian daunnya sudah menguning ujungnya.

Transmigrasi : Bertahan Hidup Di Kaki GunungWhere stories live. Discover now