ch. 39

903 124 11
                                    

Nana segera memotong usus sapi yang sudah direbus.

Nana sudah menumbuk bumbu bumbu. Saat ini Nana sedang menumis bumbu.

Bumbu pedas membuat hidung orang dihalaman menjadi gatal dan bersin bersin. Sementara Nana sudah mempersiapkan penutup hidung dari kain. Untuknya sendiri.

Nana segera memasak usus sapi. Dan mendidihkannya sampai air menyusut, dan bumbu meresap.

Gu Xiao dan Mingzhi sudah kembali dari sungai. Mereka segera menjemur pakaian mereka. Mereka yang kelelahan segera meminum teh dihalaman.

Saat sedang menunggu usus sapi matang. Nana membuat sebagian usus ayam goreng sampai garing.

Setelah menggoreng usus ayam. Usus ayam yang tersisa juga dimasak menjadi tumis usus ayam dengan kecap. Nana ingin membuat sup, akan tetapi Nana tidak memiliki daging ayam. Nana sudah bosan dengan sup ikan.

Hidangan usus sapi sangat banyak. Itu satu wajan besar penuh.

Sambil menunggu masakannya matang. Nana mencuci buah buahan.

Nana berencana memberikan beberapa makanan dan buah buahan untuk diberikan kepada bibi Huo nanti.

Nana sudah membeli rantang makan keramik dikota tadi. Nana segera menyisihkan hal hal yang akan diberikan kepada bibi Huo.

Nana segera menata makanan dimeja halaman. Karena meja halaman lebih besar dari meja makan di dapur.

Nana menyiapkan satu bakul nasi penuh, usus sapi pedas, usus ayam kecap, dan sepiring buah apel dan persik.

Sushi dan keripik usus akan dihidangkan sebagai camilan makan malam.

Orang orang yang sudah kelaparan. Sangat antusias membantu Nana membawa makanan dari dapur.

Mereka segera menggali makanan dengan lahap. Partama kali mereka mencoba usus pedas mereka sangat lucu. Pertama mereka akan mengerutkan kening lalu meminum air lalu mencoba lagi dan lagi. Usus sapi kenyal dan lembut. Bumbunya meresap sempurna.

Sampai nasi hampir habis, mereka masih tidak berhenti menikmati usus pedas.

Menurut Nana ini tidak begitu pedas jika dibandingkan dengan hidangan khas sichuan dibumi.

"sudah cukup, hati hati perutmu sakit nanti." kakek memperingati mereka. Kakek sepertinya lebih menyukai hidangan usus ayam dengan kecap.

Akhirnya saat piring usus sapi sudah bersih. Mereka berhenti.

Mereka saat ini sedang mengunyah persik atau apel yang disediakan Nana.

"kakak, siapakah kepala desa kita?"

"kita tidak memiliki kepala desa"
Kata Gu Xiao sambil menyesap teh.

"lalu bagaimana jika kita ingin membeli tanah.?"

"kami tidak membeli. Kami bisa membangun sesuka hati. Asalkan tidak melampaui tanah milik orang lain."

Nana ingin bertanya lebih banyak, akan tetapi Nana segera berhenti melihat tatapan penasaran yang lainnya.

Bagaimana dengan pembayaran pajak?

Nana memikirkan ini didalam hatinya. Namun kakek segera menanyakannya.

"bagaimana dengan pembayaran pajak?"

"tidak ada petugas pajak disini. Hanya dikota. Bagaimana kami bisa membayar pajak jika uang saja kami tidak punya."

"lalu bagaimana dengan yang punya banyak lahan?" Shizhi bertanya.

"mungkin mereka bisa mendaftarkan properti di kota dengan membayar beberapa tael perak sebagai biaya pendaftaran akta properti. Seperti keluarga paman Huo."

Oh, jadi kali ini Nana bisa membangun dengan bebas. Mungkin Nana juga bisa membeli gunung. Pikiran ini gila tetapi sedikit masuk akal.

"um, Nana. Gu Xiao. Kakek ingin membicarakan sesuatu. Begini. Kakek ingin tinggal disini. Kakek tidak memiliki keluarga. Kakek merasa kesepian tinggal ditempat kakek sebelumnya. Maukah kalian menampung kakek yang tua ini?"

"tentu saja, lagi pula kami sudah terbiasa bersama. Kami akan merasa kehilangan jika kakek pergi dari sini. Benar kan Gu Xiao?"

"ya, setidaknya aku tidak harus sendirian menjaga gadis bandel sepertimu." Gu Xiao menimpali dan disambut dengan Nana yang melotot.

Kakek merasa bahagia didalam hatinya. Entah kenapa kakek merasakan rasa keterikatan dengan dua anak yatim ini. Kakek merasakan banyak kasih sayang untuk mereka.

"lalu bagaimana dengan kakak bertiga?" Gu Xiao bertanya.

"tentu saja mereka ikut. Mereka tetap dimanapun aku menetap.." kakek menjawab.

"apakah kakak bertiga adalah..."

"kami lebih seperti cucu angkat kakek, kami juga yatim saat itu. Kakek yang memberikan kami makan dan tempat tinggal serta mengirim kami ke sekte. Dimanapun kakek berada disitulah kami berada" Mingzhi berkata dengan tegas.

Kakek menyeka sudut matanya.

"aku tidak menyangka, dalam hidup ini aku akan bertemu cucu cucu yang baik"





Bonus pic. Rantang.

 Rantang

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Transmigrasi : Bertahan Hidup Di Kaki GunungWhere stories live. Discover now