#85

41 8 0
                                    

"Venka, jam berapa Draz akan datang?" tanya ayahnya Venka.


"Iya, ibu sudah tidak sabar, ingin bertemu dengannya" sahut ibunya, dengan disertai senyuman, yang terukir di wajahnya.

"Sebentar lagi Yah, Bu, mungkin ia masih di jalan" jawab Venka.

Ya, kini Venka dan keluarganya tengah menunggu kedatangannya Draz, dan mengajaknya untuk makan malam bersama.

Ting tong. . .

"Nah, sepertinya ia sudah datang, coba kau bukakan pintunya" ujar ayahnya.

"Baik Yah" jawab Venka, sambil mengganggukkan kepalanya, dan bangkit dari sofa. Lalu ia berjalan, untuk membukakan pintu rumahnya.

Setelah berada di dekat pintu, ia pun langsung menghentikan langkahnya, dan segera membukanya. Dan dapat ia lihat, pria yang dinantinya, yang sedang berdiri di depannya.

"Hai, apakah aku terlambat?" sapa pria itu, yang memanglah Draz.

"Sepertinya tidak" jawab Venka, sambil menyunggingkan senyuman, dan menyingkir dari ambang pintu, "Silahkan masuk, ibu dan ayahku sudah menunggumu" sambungnya.

"Baik, terima kasih" jawab Draz, sambil mengganggukkan kepalanya, dan melangkah memasuki rumahnya Venka.

"Langsung ke ruang keluarga saja ya" ujar Venka, sambil menutup pintunya kembali. Lalu ia membalikkan tubuhnya, dan berjalan di sebelahnya Draz.

Hanya dengan sebuah anggukkan, Draz menjawabnya. Lalu mereka berdua segera berjalan, menuju ruang keluarga.

Sesampainya di ruang keluarga, mereka langsung berhenti.

"Selamat malam, Om, Tante" sapa Draz, sambil menyunggingkan senyuman, dan membungkukkan sedikit tubuhnya.

"Selamat malam juga Draz, senang dapat bertemu kembali denganmu" ujar ayahnya Venka, sambil bangkit dari sofa.

"Iya Om, dan terima kasih, sudah mengundang saya, untuk makan malam bersama dengan kalian" ucap Draz, sambil menundukkan kepalanya.

"Kau tidak perlu berterima kasih Draz, karena saya ingin berbicara lebih banyak denganmu" jawab ayahnya Venka.

Mendengar apa yang baru saja ayahnya katakan, membuat raut wajahnya Venka, langsung berubah dalam seketika, "Aku jadi semakin penasaran, apa yang ingin ayah katakan pada Draz? Jangan-jangan, ia ingin menyuruh Draz, untuk melamarku?" batinnya.

"Ya sudah, sebaiknya sekarang kita ke ruang makan saja, nanti kalau kelamaan, makanannya keburu dingin" ujar ibunya Venka, sehingga membuat suasana, kembali seperti semula.

"Baik Tante" ucap Draz, yang masih menundukkan kepalanya. Dan kemudian, mereka berempat pun segera berjalan, menuju ruang makan.


30 menit kemudian. . .


Mereka baru saja selesai menyantap makan malam bersama.

"Draz" ujar ayahnya Venka.

"Iya om?" ucap Draz.

"Boleh saya bertanya sesuatu?" ujar ayahnya Venka, dengan satu alisnya, yang terangkat.

Segera Draz mengganggukkan kepalanya, dan menyunggingkan senyuman, "Tentu saja boleh, om" jawabnya.

"Apakah kau sudah memiliki kekasih?" tanya ayahnya Venka, yang kini menatap Draz, dengan dalam.

Kedua matanya Venka pun langsung membulat, setelah mendengar pertanyaan, yang baru saja dilontarkan oleh ayahnya. Lalu di dalam hatinya, ia berkata, "Kenapa ayah bertanya seperti itu? Jangan-jangan dugaan ku memanglah benar".

"Belum om" jawab Draz, sambil menggelengkan kepalanya, dan tersenyum kikuk.

"Kalau begitu, kenapa kau tidak berpacaran dengan Venka saja?"ujar ayahnya Venka, sehingga membuat Draz dan Venka, membulatkan mata, dan saling menatap satu sama lain, "Lagipula, kalian berdua kelihatan cocok, serasi" sambungnya.

"Ayah, kenapa berbicara seperti itu?" ucap Venka, yang menyela ucapan ayahnya.

Pria berumur lima puluh tahunan itu pun, langsung beralih menatap putrinya, dan berkata, "Lho? Memangnya kenapa? Lagipula, kalian berdua kan sama-sama tidak memiliki kekasih".

"Benar om, tapi saya tidak mau berpacaran" jawab Draz, sambil menundukkan kepalanya, dan kembali tersenyum kikuk.

"Kenapa seperti itu? Apakah kau ingin langsung menikah?" tanya ayahnya Venka, yang beralih menatap Draz.

"Benar om, saya inginnya seperti itu" jawab Draz, yang masih menundukkan kepalanya.

"Ya sudah, nanti setelah Venka lulus kuliah, kalian menikah saja" ujar ayahnya Venka.

Kedua matanya Venka pun kembali membulat, lalu ia mengangkat kepalanya, dan berkata, "Ayah, kenapa berbicara seperti itu".

"Memangnya kenapa? Kau tidak mau dengan Draz? Dia kan anak yang baik, dan juga tampan" ucap ayahnya Venka.

"Maaf om, bukannya saya tidak mau menikah dengan Venka, tapi saya belum memikirkan hal itu. Dan lagipula, saya tidak mau menikah di usia muda" ujar Draz, yang sengaja berdusta, sebab tidak mungkin, jika ia mengatakan hal yang sebenarnya.

Ayahnya Venka pun langsung menghela nafasnya, dan mengganggukkan kepala, "Baiklah, saya mengerti. Dan, saya tidak bisa memaksa. Tapi jika kau mau, kau dan Venka, bisa bertunangan dulu, lalu setelah Venka lulus, baru kalian menikah. Lagipula, Venka akan lulus dalam beberapa tahun lagi, jadi tidak terlalu cepat, kan?" tuturnya.

"Benar om, saya akan memikirkan lagi, tentang hal itu" ucap Draz, sambil menyunggingkan senyuman.

Sedangkan Venka, ia hanya terdiam, dan masih menundukkan kepalanya, namun di dalam hatinya ia berkata, "Kalau saja, Draz masih menjadi manusia, maka aku sangat mau, menikah dengannya. Tapi sayang, dunia kita sudah berbeda. Dan lagipula, suatu saat ia akan kembali ke alamnya".
















To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt