#81

44 8 0
                                    

10 menit lagi, filmnya Draz akan ditayangkan, secara perdana di salah satu layar lebar, yang berada di kota itu. Dan saat ini, semua pemeran sudah berkumpul, dan bersiap untuk menonton bersama, namun tidak dengan Draz, karena sedari tadi, ia tidak kelihatan.


"Ke mana Draz? Kenapa belum datang juga? Apakah, ia benar-benar tidak akan datang?" ujar pria berumur 30 tahunan, yang merupakan sutradara dari film itu.

"Mungkin benar pak, ia tidak akan datang" sahut salah satu pemeran.

Sang sutradara pun beralih menatap Venka, dan berkata, "Venka, apakah benar kalau Draz, benar-benar tidak akan datang?".

Mendengar apa yang baru saja sutradara katakan, membuat Venka begitu terkejut, dan mengganggukkan kepalanya, "I-Iya, seperti yang sudah saya katakan tadi, kalau ia sedang ada urusan, yang harus diselesaikannya, maka dari itu ia tidak bisa datang" ucapnya.

Sutradara itu pun langsung menghela nafasnya dengan kasar, dan menggangguk paham, "Baiklah, saya dapat mengerti" katanya.

Namun hanya dengan sebuah anggukkan, Venka menjawabnya.

"Ya sudah, ayo kita duduk, karena filmnya akan segera dimulai" ajak sutradara itu, yang kemudian berjalan lebih dulu, menuju kursi yang masih kosong.

Tapi lagi-lagi, hanya dengan sebuah anggukkan Venka menjawabnya, lalu ia dan salah satu pemeran lainnya, berjalan mengikuti sutradara itu.

Sesampainya di sebuah kursi yang paling depan, Venka pun langsung mendudukkan tubuhnya, dan menghela nafasnya dengan sedikit kasar.

"Aku duduk di sini saja, biar lebih terlihat jelas" ujar seorang pria, yang merupakan salah satu pemeran film itu, sambil berjalan di depannya Venka, dan duduk di sebuah kursi kosong, yang berada di sebelah kirinya.

Melihat hal tersebut, membuat Venka langsung membulatkan kedua matanya, dan berkata, "Maaf, jangan duduk di situ".

Pria itu pun langsung menoleh ke arah Venka, dan mengerutkan dahinya, "Lho, kenapa seperti itu?" tanyanya.

"Eum. . . Karena kursi itu, adalah kursinya Draz" jawab Venka.

"Tapi kan, ia tidak bisa datang" ujar pria itu, yang terlihat semakin bingung.

"Iya, ia memang belum tentu bisa datang, tapi takutnya nanti tiba-tiba ia datang" ucap Venka, yang sengaja berdusta.

"Baiklah" ucap pria itu, sambil mengganggukkan kepalanya, dan segera bangkit dari kursi tersebut. Kemudian, ia kembali berjalan melewati Venka.

Melihat hal tersebut, membuat Venka dapat bernafas dengan lega, "Syukurlah, kursi ini sudah kosong" batinnya, sambil melirik ke arah kursi itu.

Tak lama kemudian, film akan segera dimulai, semua orang yang datang ke acara tersebut pun, sudah berfokus menatap layar bioskop, dan sedang menanti film itu, termasuk Venka.

"Hai, apakah aku terlambat?"

Venka pun langsung menoleh, saat mendengar suara itu, dan dapat ia lihat, Draz yang sudah duduk di kursi kosong itu, dalam wujud hantu, sehingga orang lain tidak bisa melihatnya.

"Draz, kau benar-benar datang, dalam wujud seperti ini?" ucap Venka, dengan suara yang begitu pelan, bahkan nyaris terdengar, seperti sebuah bisikan.

"Iya, kan aku sudah bilang padamu, kalau aku akan datang ke acara penayangan perdana film ini, namun dalam wujud hantu seperti ini" jawab Draz, sambil mengganggukkan kepalanya.

Mendengar jawabannya Draz, membuat Venka langsung menghela nafasnya dengan kasar, dan memalingkan pandangannya ke depan, "Kau tahu? Tadi pak sutradara mencari dirimu, dan berharap kau bisa datang" ucapnya.

"Oh ya? Ini aku sudah datang" ujar Draz, sambil menatap Venka, dari samping.

"Iya, tapi dalam wujud seperti ini, sehingga orang lain tidak bisa melihatmu" ucap Venka dengan datar.

"Yang penting kan, aku tetap datang. Dan lagipula, aku lebih nyaman, jika dalam wujud seperti ini, karena inilah diriku yang sebenarnya" ujar Draz, sambil terkekeh.

Namun Venka hanya diam saja, sambil menatap layar lebar, tanpa mengatakan apa-apa.


30 menit kemudian. . .


Film itu sudah mulai bermain, sedari tadi. Dan kini, semua orang tengah berfokus menontonnya, termasuk Draz dan Venka. Tapi saat ini, sedang menayangkan adegan, saat Draz sedang dipukuli oleh sebuah Genk, di kampusnya.

Perlahan, Venka menoleh ke Draz, yang duduk di sebelah kirinya, dan dapat ia lihat, raut wajahnya hantu itu yang terlihat murung, tidak seperti saat baru datang tadi, yang terlihat ceria.

Melihat hal tersebut, membuat Venka jadi merasa kasihan, tapi ia hanya diam saja, dan kembali menatap layar bioskop, tanpa mengatakan apa-apa.

Beberapa saat kemudian, kini film itu sedang menayangkan, saat Draz sedang dimarahi oleh ayahnya.

"Tapi memang seharusnya kau mati saja, dari pada jadi semakin menyusahkan seperti ini. Untung saja, ada teman dekat ayah, yang merupakan seorang dokter. Jadi ayah tidak perlu membawamu ke rumah sakit, dan membuang banyak uang, untuk biaya berobatmu"

"Makanya, jadi pria jangan lemah! Percuma kau mempunyai wajah yang tampan, dan tubuh yang atletis, kalau kau tidak berani, melawan genk itu"

"Ck, dasar anak tidak berguna. Lihatlah, sekarang tangan kanannya malah patah. Kalau seperti itu? Bagaimana ia bisa beraktifitas? Benar kataku tadi, sebaiknya dia mati saja. Karena hidup pun, tidak ada gunanya"

Venka pun kembali menoleh ke arah Draz, tapi raut wajahnya langsung berubah menjadi sedih, saat melihat wajah hantu itu, yang basah dengan air mati. Melihat hal tersebut, membuat hatinya Venka, jadi terasa sakit. Lalu perlahan, ia meraih tangannya Draz, yang berada di pegangan kursi, dan menggenggamnya, tanpa mengatakan apa-apa.

Merasakan hal tersebut, membuat Draz langsung menoleh, ke arah Venka, dan menatapnya, "Terima kasih Venka" ucapnya, dengan disertai senyuman yang tipis.

"Sama-sama, kau jangan bersedih, karena aku ada di sini" ucap Venka, dengan begitu pelan, sambil mengganggukkan kepalanya, dan menyunggingkan senyuman.

Namun Draz hanya mengganggukkan kepalanya saja, dan kembali mengukirkan senyuman. Tapi di dalam hatinya, ia merasa sangat sakit, saat menonton adegan tersebut. Bahkan, kini ia jadi teringat kembali dengan kejadian itu, yang membuatnya jadi merasa begitu begitu hancur, dan seperti tidak berguna.














To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Where stories live. Discover now