#12

157 20 0
                                    

Kini, waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang. Dan saat ini, Edvard dan Venka sedang berjalan, menuju halaman belakang kampus mereka.


"Aku sudah tak sabar, ingin mendengar kelanjutan, kisahnya pria misterius itu" ujar Edvard, yang berjalan di sebelahnya Venka.


"Aku juga sudah tak sabar, ingin menceritakan tentang mimpiku, yang tadi malam, pada dirimu" ucap Venka, yang terus saja berjalan, tanpa menoleh ke arah Edvard.


Sesampainya di halaman belakang kampus, mereka pun langsung duduk di atas rerumputan.


"Jadi bagaimana, mimpimu yang tadi malam?" tanya Edvard, yang terlihat begitu penasaran.


Venka pun menghela nafasnya, dan menoleh ke arah Edvard, lalu ia berkata, "Ternyata, pria misterius itu masih hidup. Hanya saja, tangan kanannya patah".


Mendengar apa yang baru saja Venka katakan, membuat kedua matanya Edvard, langsung membulat, "Tangan kanannya patah?" ucapnya, dan Venka langsung mengganggukkan kepalanya, "Lalu bagaimana, ia bisa beraktifitas?" tanyanya.


Namun Venka malah menggelengkan kepalanya, dan menatap ke depan, "Aku tidak tahu, karena aku langsung terbangun, saat alarm di ponselku berbunyi, jadi aku tidak tahu, kelanjutan dari kisahnya si pria misterius" jawabnya.


"Lalu bagaimana, apa tadi malam, kau mengalami hal yang aneh lagi?" tanya Edvard, dengan dahinya yang ia kerutkan.


Segera Venka menggangguk kepalanya, dan memalingkan pandangannya ke depan, "Iya, tapi hanya pintu kamarku saja, yang diketuk. Dan seperti biasa, saat aku membuka pintunya, tidak ada siapa pun. Karena merasa takut, jadi aku memutuskan untuk segera tidur, meskipun aku belum merasa kantuk" tuturnya.


Edvard pun langsung terdiam sejenak, dan memalingkan pandangannya ke depan. Lalu ia berkata, "Aku jadi semakin penasaran, sebenarnya ada apa dibalik mimpimu?"


"Aku juga tidak tahu" jawab Venka, sambil mengangkat kedua bahunya.



************************



Perlahan, Venka melangkahkan kakinya, dan memperhatikan sekitar. Saat ini, ia berada di sebuah rumah, namun ia tak tahu rumah siapakah itu? Tapi ia merasa tak asing, dengan rumah tersebut. Dan seingatnya, sebelumnya ia sudah pernah datang ke sana.


Ia pun terus saja berjalan, dan memperhatikan sekitar. Namun langkahnya langsung terhenti, saat tiba di dekat meja makan. Di situ, ia melihat sebuah keluarga, yang sedang bersiap-siap, untuk makan bersama. Tapi dahinya langsung mengerut, saat melihat si pria misterius, yang juga berada di sana.


"Pria misterius itu lagi" gumamnya, yang kemudian berjalan mendekati keluarga itu. Lalu ia menghentikan langkahnya di dekat sebuah kursi, yang diduduki oleh si pria misterius. Ya, saat ini Venka memang sedang berada, di rumahnya si pria misterius.


"Kalian makan duluan saja, ibu harus menyuapi kakakmu dulu" ujar ibunya si pria misterius, pada anak bungsunya, yang merupakan adik dari pria misterius itu.


"Baik bu" jawab adiknya si pria misterius, yang segera menyantap makan malamnya.


Tapi ayahnya si pria misterius malah memutar bola matanya, dan mendengus, "Kau makan saja dulu, setelah selesai makan, baru kau suapi anak tak berguna itu. Menyusahkan saja" ucapnya, yang kemudian menyantap makanannya.


Mereka bertiga pun langsung terdiam, dan menatap pria paruh baya itu. Tapi ibunya si pria misterius, segera memalingkan wajahnya pada anak sulungnya, dan mengarahkan sesendok makanan padanya, "Jangan kau dengarkan ya, nak. Sekarang, kau harus makan dulu" ucapnya.


Namun si pria misterius malah menggelengkan kepalanya, dan tersenyum kecut, "Ibu makan duluan saja, dan setelah ibu makan, baru ibu suapi aku" katanya, sambil menatap ke depan dengan kosong.


"Tidak Draz, kau saja yang makan duluan. Ayo buka mulutmu" ucap ibunya, tanpa melepaskan pandangannya dari anak pertamanya itu.


"Tidak Bu, ibu makan duluan saja. Lagipula, aku tidak lapar" ujar si pria misterius, yang kembali tersenyum kecut, dan terus menatap ke depan.


"Marie, biarkan saja. Tidak usah kau pedulikan, anak tak berguna itu!" sahut ayahnya si pria misterius, dengan ketus.


"Iya Bu, ibu makan duluan saja" ucap si pria misterius, yang meng-iyakan ucapan ayahnya, dan kembali tersenyum kecut.


Dengan berat, ibunya pun menghela nafasnya, dan menaruh sepiring makanan, di atas meja makan. Lalu ia mengambil sepiring makanan lainnya, dan mulai menyantapnya.


Melihat pemandangan tersebut, membuat Venka menghela nafas, dan menggeleng-gelengkan kepala. Lalu di dalam hatinya, ia berkata, "Kejam sekali, apakah si pria misterius, bukanlah anak kandungnya?".













To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Where stories live. Discover now