#38

95 20 0
                                    

"Tadi kau sedang memikirkan apa? Sampai-sampai melamun seperti itu. Untung saja, kau tidak dihukum, oleh pak Emanuel" ujar Edvard, sambil mendudukkan tubuhnya di sebelahnya Venka, dan memberikan sekaleng minuman bersoda padanya.


Dengan kasar, Venka menghela nafasnya, dan mengambil sekaleng minuman tersebut, dari tangannya Edvard, "Kalaupun dihukum, aku akan menerimanya, karena itu memanglah kesalahanku" katanya.

"Iya, itu memang salahmu, tapi tidak biasanya, kau seperti itu, Venka. Ada apa? Apakah kau sedang ada masalah?" tanya Edvard, yang kini mulai penasaran, dan menatap Venka, dengan dahinya yang ia kerutkan.

"Tidak ada, hanya saja ada sesuatu, yang sedang kupikirkan" jawab Venka, sambil menggelengkan kepalanya, dan membuka kaleng minuman itu.

"Yang sedang kau pikirkan? Apa?" tanya Edvard kembali, yang semakin terlihat penasaran.

Venka pun kembali menghela nafas Edvard, dan menoleh ke arah sahabatnya itu, "Maafkan aku Ed, tapi aku tidak bisa menceritakannya, padamu" jawabnya, yang kemudian meneguk minuman tersebut.

Dengan kasar, Edvard menghela nafasnya, dan mengganggukkan kepalanya, "Baiklah, aku tidak akan memaksamu, untuk menceritakannya Venka" ucapnya, sambil memalingkan pandangannya, dari gadis itu. Namun di dalam hatinya, ia berkata, "Apakah Venka, sedang memikirkan hantu itu? Dan apakah benar, kalau ia memang jatuh cinta, pada makhluk tak kasat mata tersebut?".


************************


Seperti biasa, hampir setiap malam, Venka selalu meluangkan waktunya, untuk melakukan salah satu hobbynya, yaitu Menulis Cerita. Dan saat ini, ia sedang menulis ceritanya Draz.

"Biasanya, hantu itu datang di jam berapa?" tanya Edvard, sambil menatap Venka, dari samping.

Ya, malam ini Edvard memang berkunjung, dan menginap di rumahnya Venka, karena ia begitu penasaran, dan ingin bertemu dengan hantu itu, yang bernama Draz.

"Tidak tentu, sesuka hatinya saja" jawab Venka, tanpa memalingkan pandangannya, dari layar laptopnya.

Namun Edvard hanya mengganggukkan kepalanya saja, dan memalingkan pandangannya, tanpa mengatakan apa-apa.

Tapi tiba-tiba, angin mulai berhembus dari luar jendela kamarnya Venka, yang belum ditutup. Merasakan hal tersebut, membuat Edvard segera menoleh ke arah jendela, dan melihat gorden yang terpasang, yang terbang ke sana kemari, "Venka, kenapa anginnya kencang sekali?" tanyanya.

"Itu sudah biasa, dan sepertinya ia akan segera datang" jawab Venka, yang masih tak menoleh sedikitpun.

"Memangnya, ia selalu datang, bersamaan dengan angin? Dan, wujudnya tidak menyeramkan, kan? Seperti yang ada di film-film" ujar Edvard, yang mulai terlihat ketakutan, dan bergidik ngeri.

Dengan kasar, Venka menghela nafasnya, dan menoleh ke arah sahabatnya itu, "Tentu saja tidak, dan makanya, jangan kebanyakan nonton film horor, jadi kau membayangkan, yang tidak-tidak" katanya.

"Venka"

Venka pun langsung menoleh ke arah sumber suara, saat mendengar seseorang, yang memanggil namanya, dan dapat ia lihat, Draz yang sedang berdiri, di dekat jendela, "Nah, ini dia yang kita tunggu-tunggu" ucapnya, sambil menoleh ke arah Edvard sesaat.

Mendengar apa yang baru saja Venka katakan, membuat Draz menjadi bingung, dan mengerutkan dahinya, "Yang kita tunggu-tunggu? Maksudnya bagaimana?" tanyanya, sambil berjalan menghampiri Venka.

"Ini lho, sahabatku ingin bertemu, dan berkenalan denganmu, Draz. Maka dari itu, malam ini ia menginap di rumahku" jawab Venka, dengan disertai senyuman, yang terukir di wajahnya.

"Venka, ia benar-benar sudah datang?" tanya Edvard, sambil memperhatikan ke sekitar, dan semakin terlihat ketakutan.

"Sudah, ini ada di sebelah kananku" jawab Venka, sambil mengganggukkan kepalanya, dan menunjuk ke arah Draz, yang berdiri di sebelah kirinya.

"Mana? Kok aku tidak melihatnya?" ujar Edvard, sambil melihat ke sebelah kirinya Venka, dan mengerutkan dahinya.

Segera Venka menoleh ke arah Draz, dan menyunggingkan senyuman, "Draz, tolong tunjukkan dirimu, pada sahabatku ini" katanya.

Namun Draz hanya mengganggukkan kepalanya saja, dan menatap Edvard, tanpa mengatakan apa-apa.

Tapi tiba-tiba, Edvard membulatkan kedua matanya, dan begitu terkejut, saat ia mulai melihat sosok Draz, yang sedang berdiri, di sebelah kanannya Venka, "V-Venka, apakah itu hantu yang kau maksud?" tanyanya, dengan terbata-bata.

"Iya, inilah hantu yang menjadi temanku, namanya adalah Draz" jawab Venka, sambil menyunggingkan senyuman, dan menoleh ke arah hantu itu.

"Salam kenal, namaku Drazen tapi panggil saja Draz" ujar Draz dengan datar, sambil mengulurkan tangannya, pada Edvard.

Dengan takut, dan juga sedikit ragu, Edvard pun menjabat tangannya Draz, dan berkata, "S-Salam kenal juga Draz, namaku Edvard, dan aku adalah teman satu kampusnya Venka".

"Lebih tepatnya sahabat" sahut Venka, yang masih menyunggingkan senyuman, dan beralih menatap Draz.

Namun Draz hanya mengganggukkan kepalanya saja, dan melepaskan jabatan tangannya. Tetapi raut wajahnya, terlihat begitu datar, dan tanpa ada ekspresi sedikitpun, sama persis saat ia pertama kali bertemu dengan Venka, waktu itu.













To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Where stories live. Discover now