#64

51 11 0
                                    

"Tentu saja boleh nona, Anda bisa memikirkannya terlebih dahulu. Dan, jika sudah mendapat jawabannya, silahkan menghubungi saya" ujar produser itu.


"Baiklah, kalau begitu terima kasih pak Kris" ucap Venka, sambil mengganggukkan kepalanya, dan menyunggingkan senyuman.

"Sama-sama nona, kami tunggu jawabannya. Terima kasih, dan selamat siang. Tut"

Dengan berat, Venka menghela nafasnya, dan menjauhkan ponsel, dari telinganya.

"Ceritamu akan difilmkan?" tanya Edvard, yang terlihat begitu penasaran.

"Iya, tapi aku belum bisa memberikan jawabannya" jawab Venka, sambil menundukkan kepalanya, dan menaruh ponselnya kembali, di saku celananya.

"Lho? Kenapa seperti itu? Bukankah itu adalah kesempatan yang bagus?" ujar Edvard, dengan dahinya yang ia kerutkan.

"Benar, itu merupakan kesempatan yang bagus. Tapi apakah kau lupa? Kalau cerita itu, bukanlah milikku" ucapnya, sambil menoleh ke arah sahabatnya itu.

"Tentu saja aku tidak lupa, karena cerita itu miliknya Draz. Tapi kurasa, ia akan setuju-setuju saja, jika kisah hidupnya dibuat film" ujar Edvard.

Venka pun kembali menghela nafasnya dengan kasar, dan memalingkan pandangannya, ke depan, "Tapi aku tidak berhak, mengambil keputusan tanpa seizinnya, karena ia lah yang berhak melakukan hal itu" ucapnya.

"Lalu?" tanya Edvard, sambil mengangkat satu alisnya.

"Aku harus mengatakan hal ini padanya, dan barulah ia yang akan mengambil keputusan, apakah mau menerimanya, atau malah menolaknya" jawab Venka, tanpa menoleh ke arah Edvard.

Namun Edvard hanya menggangguk-anggukkan kepalanya saja, dan memalingkan pandangannya, tanpa mengatakan apa-apa.




***********************



Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 10 malam. Dan saat ini, Venka tengah melamun di dalam kamarnya, dan hanya seorang diri saja.

Kini, ia sedang memikirkan tawaran produser itu, yang tadi siang. Dan sebenarnya, ia begitu senang, mendapat berita tersebut, karena dengan begitu impiannya akan benar-benar akan terwujud. Namun ia tetap merasa tidak berhak, untuk mengambil tawaran itu, tanpa persetujuan dari Draz. Karena ia lah yang lebih berhak, untuk memberikan jawabannya.

"Jangan melamun terus"

Segera ia menoleh, saat mendengar suara tersebut, dan dapat ia lihat, hantu itu yang sedang berdiri di dekat jendela.

"Draz, ada yang ingin kubicarakan padamu" ujar Venka.

"Yang ingin kau bicarakan? Apa?" tanya Draz, sambil mengerutkan dahinya, dan berjalan menghampiri Venka.

"Tadi siang, aku mendapat telepon dari seseorang, yang merupakan produser film. Lalu ia mengatakan, kalau ia begitu tertarik dengan ceritamu, dan berniat untuk mengangkatnya, ke layar lebar" ujar Venka, sambil menundukkan kepalanya.

"Lalu? Kau menerimanya kan?" tanya Draz, sambil menatap gadis itu.

"Belum" jawab Venka, yang masih menundukkan kepalanya.

Mendengar jawabannya Venka, membuat Draz menjadi bingung, dan mengerutkan dahinya, "Belum? Maksudnya, kau belum menerimanya?" tanyanya.

"Iya, karena aku harus membicarakan hal ini, pada dirimu. Sebab, cerita itu kan milikmu, jadi aku tak berhak mengambil keputusan, tanpa seizin mu" jawab Venka, yang kemudian menoleh ke arah Draz, yang berdiri di sebelah kanannya.

Dengan kasar, Draz menghela nafasnya, dan mendudukkan tubuh, di sebelahnya Venka, "Seharusnya, kau langsung menerimanya saja, karena itu adalah kesempatan emas. Dan lagipula, kesempatan tidak akan datang dua kali" katanya.

"Aku tahu, tapi cerita itu bukan milikku Draz! Jadi aku tak mau mengambil keputusan seorang diri" ujar Venka, dengan nada bicara, yang sedikit lebih tinggi.

Draz pun mengganggukkan kepalanya, lalu ia menoleh ke arah Venka, dan berkata, "Tapi aku setuju, jika kisah hidupku, akan difilmkan".

"Kau yakin?" tanya Venka, dan Draz langsung mengganggukkan kepalanya, "Dengan dijadikan film, maka akan semakin banyak, yang tahu tentang kisah hidupmu" ucapnya.

"Itu tidak masalah, justru dengan begitu, akan semakin berkurangnya kasus bullying di negara ini, bahkan di dunia. Dan bukan hanya itu saja, para orang tua, atau calon orang tua, yang menontonnya akan semakin memperhatikan anaknya, dan tidak akan menyia-nyiakan" tutur Draz.

"Baiklah, kalau begitu besok aku akan menghubungi produser itu dan mengatakan, kalau aku menerima tawarannya" ucap Venka, sambil mengganggukkan kepalanya.

Mendengar apa yang baru saja gadis itu katakan, membuat sebuah senyuman, mulai terukir di wajahnya Draz. Sungguh, ia begitu senang, karena sebentar lagi impiannya Venka akan segera terwujud.















To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Where stories live. Discover now