#29

113 25 0
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 11 malam. Dan saat ini, Venka sedang menatap layar laptopnya, dan sibuk menulis ceritanya Draz. Tapi masih sama seperti kemarin malam, saat ini ia masih kepikiran oleh makhluk tak kasat mata itu.


"Hey"

Ia pun langsung menghentikan aktifitasnya, dan menoleh ke arah sumber suara. Dan dapat ia lihat, Draz yang sedang duduk di sebelahnya, "D-Draz, akhirnya kau datang lagi" ucapnya, dengan disertai senyuman, yang terukir di wajahnya. Namun tiba-tiba, ia mengerutkan dahinya, dan berkata, "Tapi, sejak kapan kau duduk di situ? Dan, kenapa kau tak datang, bersama dengan angin?".

Sebuah senyuman pun mulai terukir di wajahnya Draz, setelah ia melihat, sebuah senyuman yang terukir, di wajahnya Venka. Lalu ia berkata, "Kenapa kau langsung terlihat bahagia, seperti itu?".

Segera Venka menundukkan kepalanya, dan menggeleng pelan, "T-Tidak, aku tidak bahagia, hanya tersenyum saja" katanya, dengan sedikit terbata-bata.

"Baiklah-baiklah" ucap Draz, sambil menggangguk-anggukkan kepalanya, dan memalingkan pandangan, ke depan, "Aku baru saja datang. Dan, kenapa aku tidak datang bersama angin ? Itu karena aku tidak selalu datang, bersamaan dengan adanya angin" sambungnya.

"Lalu, kenapa kemarin malam, kau tidak datang? Apakah kau marah padaku?" tanya Venka, sambil menatap hantu itu, dari samping.

"Kata siapa aku tidak datang?" ucap Draz, sambil menoleh ke arah Venka, dan mengangkat satu alisnya.

"Tapi kemarin malam, kau memang tidak datang, karena--" ucap Venka, yang langsung terdiam, dan menundukkan kepalanya kembali.

"Karena apa?" tanya Draz, sambil mengerutkan dahinya, dan menatap Venka, dengan bingung.

"Ah, lupakan saja" jawab Venka, yang kembali menatap layar laptopnya, dan melanjutkan aktifitasnya, yang sempat tertunda.

"Kemarin malam aku datang, tapi kau sudah tertidur. Dan, aku sama sekali, tidak marah padamu. Untuk apa aku marah? Karena sudah jelas, itu memang salahku, dan jelas saja, jika kau marah atau kesal padaku" ujar Draz, sambil menatap Venka, dari samping.

Venka pun kembali menghentikan aktifitasnya, dan menoleh ke arah Draz, "Jadi, kau tak marah padaku?" tanyanya, dan Draz langsung menggelengkan kepalanya. Melihat hal tersebut, membuat Venka menyunggingkan senyuman, dan menghela nafasnya dengan lega, "Syukurlah, aku senang mendengarnya" katanya.

"Lalu, kau sudah menulis, sampai part berapa?" tanya Draz, sambil melirik ke arah layar laptopnya Venka.

"Sudah sampai part 10" jawab Venka, sambil mengarahkan layar laptopnya, pada Draz, "Tapi sebaiknya, kau coba cek dulu dari part 1, apakah ada kesalahan, atau tidak?" sambungnya.

"Baik, boleh aku pinjam laptopnya?" ucap Draz, dan Venka langsung mengganggukkan kepalanya.

Segera Draz meraih laptopnya Venka, dan menaruhnya, di atas pangkuan. Kemudian, ia mulai memperhatikan layarnya, untuk mencoba mengeceknya.

Sedangkan Venka, ia hanya terdiam, dan memperhatikan Draz, dari samping. Namun tiba-tiba, ia tersenyum sendiri, dan berkata di dalam hatinya, "Draz, sebenarnya kau begitu tampan. Tapi sayang, kau telah tiada. Dan andai saja, saat kau masih hidup kita sudah saling kenal, maka aku tak akan membiarkanmu, melompat dari tebing itu. Bahkan, aku akan berusaha, untuk selalu memberimu semangat, dan juga menguatkanmu, agar kau bisa tetap bertahan, di dunia ini. Walaupun, hidupmu begitu menyedihkan".



************************



Seperti biasa, saat jam istirahat Edvard dan Venka, selalu duduk di halaman belakang kampus, untuk menikmati suasana di sana, sekaligus berbincang-bincang. Dan begitu pula, dengan hari ini.

"Jadi, tadi malam ia datang?" tanya Edvard, sambil menatap Venka, dari samping.

"Iya, tadi malam ia datang lagi, dan hal itu membuatku senang sekaligus lega, karena ternyata ia tak marah padaku. Dan rupanya, kemarin malam ia juga datang, hanya saja aku sudah tertidur" jawab Venka, dengan disertai senyuman, yang terukir di wajahnya.

"Syukurlah, jika ia tak marah padamu" ucap Edvard, sambil memalingkan pandangannya, dan menggangguk-anggukkan kepala. Lalu ia teringat dengan sesuatu, sehingga membuatnya menoleh ke arah Venka, dan berkata, "Tapi, apakah kau tahu? Dia mati pada tahun berapa?".

Segera Venka menoleh ke arah temannya itu, dan menggelengkan kepala, "Aku tidak tahu, memangnya kenapa?" tanyanya.

"Tidak apa-apa, hanya saja jika kau tahu, kita bisa mencari informasi lengkapnya di internet" jawab Edvard, sambil memalingkan pandangannya, dari Venka.

"Kalau begitu, nanti aku coba tanyakan padanya. Sekalian aku juga ingin bertanya, ia mati di usia berapa" ujar Venka, sambil menatap Edvard, dari samping.

Namun Edvard hanya menggangguk-anggukkan kepalanya saja, dan meneguk sekaleng minuman soda, yang berada di dalam genggamannya.















To be continue. . .

The Ghost Friend [COMPLETED]Where stories live. Discover now